50. Darurat

2K 168 36
                                    


Sebulan Kemudian

Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, Devi baru saja pulang dari resto cabangnya. Harusnya ia sampai di rumah sekitar jam sembilan tadi. Hanya saja, ia merasakan badannya tidak bisa di ajak kompromi. Jadilah ia beristirahat terlebih dahulu. Sebelum akhirnya memutuskan pulang, walau di dera rasa ragu di sepanjang perjalanan.

Ia membuka pintu rumah dengan kunci cadangan yang ia bawa. Setelah pintu terbuka ia masuk dan kembali menguncinya. Lampu di seluruh ruangan sudah mati. Hanya di ruang keluarga yang masih terang. Mungkin ada seseorang di sana.

Belum sampai di ruang keluarga itu. Kepala Devi kembali berdenyut, perutnya nyeri luar biasa, badannya menggigil dengan keringat dingin yang mulai merembes di pori-pori kulitnya. Tas kerja yang ia pegang terjatuh begitu saja, karena tubuhnya yang gemetaran.

Papa Zakaria yang baru saja keluar dari kamar, terkejut mendengar suara benda jatuh. Dengan langkah tergesa, beliau mendatangi sumber suara yang berasal dari arah ruang tamu.

Mata beliau sukses membeliak ketika sampai di ruang tamu. Di depannya dapat beliau lihat Devi yang seperti sedang kesakitan. Beliau segera memapah tubuh putrinya yang hampir limbung.

"Devi? Kamu kenapa, nak?!" tanya papa panik, sembari susah payah membawa Devi duduk di kursi.

"Sakit sekali, pa" rintih Devi dengan memegangi perutnya.

"Duh, maag kamu kambuh?!"

"Nggak tahu, pa"

"Ya udah, tunggu sebentar. Papa panggil mamamu dulu! Tahan sebentar, ya?"

Papa Zakaria segera berlalu ke kamarnya untuk memanggil sang istri. Sementara Devi mencoba membaringkan diri.

Suara gemerusuk langkah kaki terdengar di telinga Devi. Samar-samar ia melihat papa, mama, dan juga mbok Ijah datang menghampirinya.

"Putri mama ke rumah sakit aja, yuk? Mama takut kamu kenapa-kenapa" usul mama yang di angguk Devi.

"Mbok Ijah, tolong bereskan tas Devi ya? Saya sama bapak mau ke rumah sakit dulu. Kunci pintunya selama kami pergi" pesan mama Rumi yang di angguki mbok Ijah.

Bersama papa, mama Rumi memapah Devi berjalan menuju mobil. Perempuan itu sudah sangat kesakitan, sudah tidak memungkinkan untuk di rawat di rumah. Dengan menggunakan mobil papa, Devi akhirnya di bawa ke rumah sakit.

❌❌❌

Sampai di rumah sakit, Devi segera di bawa masuk ke ruang UGD. Papa dan mama menunggu dengan cemas dan khawatir. Mereka takut putrinya menderita penyakit serius.

"Pa, telepon Deni deh, suruh ke sini. Biar tahu kalau adeknya sakit" ucap mama mengingatkan.

Papa Zakaria segera mengambil ponselnya untuk menghubungi sang putra.

"Halo bang? Udah tidur, kah?" tanya papa langsung pada intinya, ketika panggilan di angkat oleh Deni.

"Ini baru mau tidur, pa. Ada apa ya, papa telepon malam-malam?" tanya Deni di seberang.

"Abang bisa ke rumah sakit sekarang, nggak? Si adek baru aja papa bawa ke UGD" terang papa membuat Deni terkejut.

"Adek sakit, pa? Rumah sakit mana?!"

"Iya sakit. Di rumah sakit terdekat dari rumah"

"Oke pa, Deni ke sana sekarang"

Sambungan telepon di tutup papa Zakaria. Setelahnya beliau duduk di samping istrinya. Mereka berdua sama-sama terdiam dengan pikiran tertuju pada Devi yang sedang berjuang di dalam.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang