Halo, Assalamualaikum..Apa kabar semua? Semoga baik, ya?
Pada nungguin Devi-Diky nggak, nih?
Selamat membaca aja, deh..🤗🤗🤗
❌❌❌
Tiga Bulan Kemudian
Waktu berjalan dengan cepat, kendungan Devi genap berusia sembilan bulan. Perutnya sudah sangat besar, selaras dengan berat badannya yang juga bertambah. Namun, kondisinya masih terbilang baik dan sehat. Hanya kedua kakinya yang terlihat membengkak.
Sejak kemarin sore, keadaan Diky mengkhawatirkan. Suaminya itu terlihat kesakitan dan mengeluhkan mulas tak berkesudahan. Juga di bagian pinggangnya terasa kaku. Tapi, di bawa periksa juga tidak mau. Akhirnya Devi hanya bisa pasrah dan memberikan pertolongan semampu yang ia bisa.
Pagi ini masih buta, karena masih pukul setengah empat subuh. Matahari belum meremang, apalagi terang. Di dalam kamarnya dan Diky, lelaki itu bergerak gelisah dengan memegangi pinggangnya yang terasa kaku. Sesekali berjalan mengitari kamar, demi menghalau sakit yang di rasakan.
Devi yang tengah tertidur tak ayal terbangun juga, karena mendengar suara kesakitan sang suami. Wanita itu tampak mengucek matanya sebentar, lalu perlahan berdiri menghampiri suaminya yang tengah berdiri di samping jendela.
"Duh, kenapa sakit banget ya?" keluhnya lirih namun, Devi mendengarnya dengan jelas.
"Sakit lagi, mas?" sahut Devi sembari memijit pelan pinggang Diky.
"Iya. Nggak tau yang, kenapa sakit banget. Duh, mas kayak nggak kuat rasanya" desisinya sembari menyandarkan kepalanya di atas kepala Devi.
"Kita ke rumah sakit aja ya, mas? Devi khawatir lihat mas begini. Nggak boleh nolak lagi, ini bukan tawaran!" ucap Devi tak mau di bantah. Diky akhirnya hanya bisa pasrah.
Dengan berjalan tertatih, Diky segera menuju lemari untuk mengambil baju ganti. Setelah selesai memakai baju, ia menyempatkan diri mengikat rambut Devi menjadi satu lalu memakaikannya hijab. Setelah itu, dengan saling bergandengan tangan, mereka keluar dari kamar.
Sebelum berangkat ke rumah sakit, mereka terlebih dahulu mengetuk pintu kamar papa dan mama. Bermaksud membangunkan untuk berpamitan.
Tak lama dari itu, pintu kamar terbuka separuhnya. Menampilkan mama yang masih mengenakan mukena, sepertinya sedang salat malam.
"Loh, nak Diky kenapa?" tanya mama khawatir dengan Diky yang meringis kesakitan.
"Devi mau minta izin bawa mas ke rumah sakit, ma. Dari kemarin sakit pinggangnya nggak sembuh-sembuh" pamit Devi memberi keterangan.
"Iya deh, kalian berangkat aja. Tapi, biar di anter papa sama mang Supri" ucap mama memberi saran, Devi mengangguk.
Tak lama kemudian, papa Zakaria terlihat muncul dari belakang mama. Beliau bahkan sudah siap dengan pakaian jaket dan kunci mobil di genggamannya.
Dengan bantuan papa dan Devi, Diky berjalan pelan menuju mobil. Mama Arumi yang ikut khawatir, segera melepas mukena yang beliau kenakan lalu memakai hijab instan. Beliau kemudian menyusul suami dan anaknya yang sudah akan masuk mobil.
"Tunggu bentar, mama ikut! Mang Supri, tolong buka pintu gerbangnya, ya?!" pinta mama yang segera di laksanakan mang Supri.
Semuanya sudah masuk ke dalam mobil, dengan Devi yang ada di balik kemudi. Papa sudah melarang Devi untuk menyetir namun, Devi lebih tidak tega jika papanya yang mengemudi di pagi yang masih buta.
Akhirnya setelah menyelesaikan perdebatan kecil, papa mengalah dan duduk di samping Devi di kursi depan. Sementara Diky dan mama duduk di jok belakang. Mobil pun perlahan meninggalkan halaman rumah papa Zakaria menuju rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)
General FictionJanji suci di antara kita, memiliki makna yang berbeda. Suci dan kebahagiaan bagiku namun, kosong dan neraka bagimu. Walau hatiku telah jatuh padamu, aku bisa apa? Jika akhirnya kau memilih menepi. Aku hanya bisa merelakan tanpa mampu lagi menahan. ...