Halo hai...
Apa kabar semua?? Semoga baik ya?
Wih, nggak terasa udah sepekan lebih ya, aku nggak nyapa kalian?
Heheee
Pada nungguin nggak nih, kelanjutan cerita Devi Diky?
Ya harus nungguin, dong! Masa enggak?! 🤭🤭🤭
Langsung aja kalau gitu
Selamat membaca..
❌❌❌
Waktu berjalan begitu cepat. Kini kehamilan Devi sudah memasuki usia enam bulan namun, perutnya seperti tengah mengandung delapan bulan. Maklum, ada dua nyawa yang dengan anteng berlindung di rahimnya. Ia mengalami fase kehamilan yang enak di bawa bagaimana saja. Ngidam dan mual hanya beberapa kali, itu pun tidak parah. Semua masih berjalan normal. Hanya pekerjaannya saja yang lebih sering ia kendalikan dari rumah.
Pagi ini, Devi sudah rapi dengan memakai gamis hitam longgar. Sebelum memakai hijabnya, terlebih dahulu ia bangunkan sang suami yang kembali terlelap selepas salat shubuh tadi. Maklum, lelakinya itu baru pulang dari rumah sakit hampir dinihari.
Di kecupnya dengan penuh perasaan kedua mata yang terpejam itu. Kening dan juga kedua pipinya bahkan tak luput dari absensi bibir wanita itu. Sang pemilik netra itu akhirnya terusik dengan aksi istrinya. Ia pun kemudian membuka mata, dan mengubah posisinya menjadi duduk.
Menyunggingkan senyum tipis, Diky balik mengecup kening Devi dengan lembut. Ia usap penuh sayang perut besar yang berisi calon buah cintanya. Calon penerusnya, yang belakangan ini sudah aktiv menunjukkan pergerakannya di dalam sana.
"Pagi sayang? Ada apa, kok udah bangunin mas aja?" tanyanya dengan suara serak.
"Udah waktunya bangun, mas. Hari ini kan jadwalnya cek si dedek, nih. Sambil kita lihat kak Andita juga. Katanya hari ini kakak dan bayinya udah di bolehin pulang" sahut Devi sembari membelai pelan kepala Diky yang bersandar di pundaknya.
"Oh iya, mas hampir lupa. Maaf, ya?" ucapnya sembari kembali mencium pelipis istrinya dari samping.
"Nggak apa-apa, mas. Ya udah, mas mandi dulu sana! Bajunya udah adek siapin. Adek tunggu di meja makan, ya? Papa sama mama udah berangkat duluan ke rumah sakit"
"Iya sayang, ma kasih ya?"
"Sama-sama"
Setelah merenggangkan otot dan mengecup bibir sang istri sekilas, Diky beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah sang suami masuk ke kamar mandi, ia segera membereskan tempat tidur lalu membuka tirai juga jendelanya. Selanjutnya ia memakai hijab instannya, lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.
Kali ini, ia tidak perlu lagi menuruni tangga untuk mencapai lantai bawah. Karena memang kamarnya sudah pindah ke bawah, semenjak kandungannya membesar. Semua di lakukan untuk mempermudah pergerakannya, juga demi keselamatannya juga calon anaknya.
Sepuluh menit menunggu sang suami, yang di tunggu pun muncul. Lelaki itu hanya mengenakan kaos hitam lengan pendek, juga celana bahan warna abu-abu. Ia kemudian segera duduk di sebelah sang istri yang sedang mengambilkannya makanan.
"Segini cukup, mas?" tanya Devi sembari menunjukkan piring yang sudah ia isi dengan nasi goreng.
"Cukup dek, terima kasih"
"Sama-sama. Yuk mas, kita makan dulu"
Mereka berdua pun akhirnya makan bersama. Tapi, Devi hanya memakan potongan beberapa jenis buah-buahan. Karena akhir-akhir ini, ia tergila-gila dengan yang namanya buah. Diky tak masalah akan itu asal harus ada nasi yang masuk, walaupun sekali atau dua kali sehari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)
Ficción GeneralJanji suci di antara kita, memiliki makna yang berbeda. Suci dan kebahagiaan bagiku namun, kosong dan neraka bagimu. Walau hatiku telah jatuh padamu, aku bisa apa? Jika akhirnya kau memilih menepi. Aku hanya bisa merelakan tanpa mampu lagi menahan. ...