11. Nyambung

2.1K 184 0
                                    


Pagi yang cerah kembali datang, Devi sedang bersiap-siap di kamarnya. Ia akan pergi ke daerah sebelah, untuk melihat tempat yang akan jadi cabang restoran nantinya.

Ia sudah memiliki janji temu dengan kontraktor dan arsitek pembangunan, yang ia pinta dari sebuah perusahaan jasa. Mereka sedianya akan bertemu di tempat tersebut.

Namun, ada yang aneh dalam dirinya. Semenjak semalam, ia merasakan tubuhnya seperti tidak baik-baik saja.
Semalam, sebelum berhasil tidur. Ia sempat muntah berulang kali, kepalanya juga berdenyut nyeri.

Saat ini pun, rasa mual dan kepala yang agak berat masih terasa. Suhu tubuhnya pun, ia rasa meningkat. Namun, ia menguatkan diri untuk tetap berangkat ke tempat janji.

Setelah semua persiapan di rasa sudah cukup, Devi segera keluar dari kamarnya. Ia mendudukkan diri di meja makan. Sembari menunggu mbok Wati menyelesaikan memasak pagi ini.

Mengenai mbok Wati, wanita paruh baya itu sudah ia jemput dari kediaman Rama sebulan lalu.

"Mbak Devi kenapa?" tanya mbok Wati khawatir, mendapati riak wajah majikannya yang tak seperti biasa.

"Agak kurang sehat sepertinya, mbok" jujur Devi.

"Kenapa nggak istirahat aja sih, mbak? Nggak usah kerja dulu" saran mbok Wati.

"Penginnya sih gitu, mbok. Tapi, Devi ada janji temu dengan rekan kerja. Do'ain Devi kuat" sahut Devi.

"Ya udah, kalau Mbak Devi maunya gitu. Sebentar, mbok siapin dulu sarapannya" pamit mbok Wati.

Wanita itu kembali ke dapur untuk mengambilkan sarapan untuk majikannya.

Tak lama ia kembali dengan membawa sepiring bubur ayam yang ia buat, beserta segelas teh hangat. Dengan telaten, ia meletakkannya di atas meja di depan Devi.

"Tahan, jangan muntah dulu. Ini obat maag nya di minum, biar nggak mual" ucap mbok Wati sembari mengangsurkan obat maag cair pada Devi.

"Kok Devi lupa ya, kalau Devi punya sakit maag?" heran Devi pada dirinya sendiri.

"Mbak Devi terlalu fokus sama kerjaan. Ya udah gih, minum obatnya, abis itu makan buburnya" saran mbok Wati, yang segera di turuti Devi.

Ia segera membuka tutup botol obat maag tersebut. Menuangkan dalam sendok makan, lalu meminumnya. Di lanjutkan dengan meminum air putih.

Setelah itu, ia mencoba memakan bubur buatan mbok Wati yang selalu enak menurutnya.

Namun, rupanya ia harus mengalah, untuk tidak menghabiskan Bubur ayam yang lezat tersebut. Pasalnya, perutnya seolah menolak. Hanya tiga suapan yang berhasil masuk ke dalam lambungnya.

"Kok udah mbak, makannya?" tegur mbok Wati, yang melihat Devi sudah meletakkan sendok makannya.

"Lambungnya lagi nggak mau, mbok" jujur Devi berterus terang.

"Iya udah, minum dulu teh angetnya"

"Iya"

Devi lantas meminum teh hangat tersebut, dan ternyata berhasil meminimalisir mual yang ia rasakan.

Perempuan dua puluh tujuh tahun itu, akhirnya berpamitan berangkat ke daerah sebelah pada pembantunya.

Dengan mengendarai mobil pribadinya, ia perlahan meninggalkan pekarangan rumahnya.
Ia beberapa kali membunyikan klakson mobilnya, saat ia berpapasan dengan beberapa tetangga di sekitar rumahnya, yang juga dengan ramah membalas sapaannya.

❌❌❌

Dua jam perjalanan sudah Devi tempuh. Dan kini, saat matahari semakin panas, ia baru tiba di daerah yang ia tuju. Sebuah tanah dengan luas setengah hektar, menjadi pemandangan yang menyapanya pertama kali.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang