17. Gila Kerja

2.2K 185 2
                                    


Siap marathon, guys???!!!

Oke, selamat membaca..

❌❌❌

Hari demi hari berganti, Minggu demi Minggu pun berlalu. Kini, genap tiga bulan sudah, Devi menempati rumah pribadinya. Ia semakin betah, karena banyak mendapat teman baru di komplek perumahannya.

Para tetangga pun akhirnya tahu, bahwa Devi adalah seorang janda muda. Meski begitu, tidak ada yang berani mengusik kehidupan Devi yang pendiam.

Semakin lama, Devi semakin gila kerja. Ia seolah hanya peduli uang, uang, dan uang. Hatinya seakan sudah kebas dengan cinta.

Berulang kali ada yang berniat meminang untuk di jadikan menantu namun, dengan sopan Devi menolak. Dirinya merasa tak pantas bersanding dengan pemuda-pemuda perjaka. Yang pastinya bisa mendapatkan gadis single. Walaupun ia sendiri sebenarnya adalah single yang masih gadis.

Mbok Wati belakangan ini juga  sering sendiri di rumah. Karena terkadang Devi akan pulang tiga hari sekali, sesuai mood nya juga pekerjaannya. Karenanya, Devi seringkali meminta tolong pada salah satu anak tetangga untuk menemani pembantunya itu. Dengan uang jajan sebagai hadiahnya.

    Restoran baru yang ia bangun, kini sudah siap di buka. Hari ini, ia berencana membawa seluruh karyawan di restoran pusatnya, juga beberapa tetangga untuk menghadiri peresmian resto barunya tersebut. Tak lupa, ia juga mengundang semua orang yang terlibat dalam pembangunan resto cabangnya itu.

❌❌❌

      Devi terlihat keluar dari kamarnya, setelah selesai bersiap-siap. Ia beralih menuju ke ruang makan, untuk menikmati sarapan.

Ia mendudukkan diri di kursinya seperti biasa. Di meja yang ada di depannya sudah tersaji secangkir kopi hitam, yang masih nampak mengepulkan asap. Juga sepiring pisang goreng yang masih panas. Pas untuk menghangatkan tubuh dan juga perut di cuaca yang dingin seperti saat ini.

Cairan hitam pekat itu belakangan telah menjadi minuman wajibnya. Walaupun sebelum atau sesudah mengonsumsi minuman itu, ia harus rela meminum obat maag.

Mbok Wati datang dari arah dapur, dengan membawa nampan berisi sayur dan juga lauk. Melihat Devi yang sudah mendekatkan cangkir ke bibirnya, mbok Wati bergegas menahan.

"Sebentar mbak, jangan minum kopi dulu. Makan nasi, biar perut nggak kosong. Tapi, sebentar, nasinya masih ada di belakang"

"Hehe, maaf mbok" sahut Devi sembari tekekeh kecil, mbok Wati menggelengkan kepala pelan.

Wanita paruh baya itu segera mengambil nasi setelah meletakkan lauknya di atas meja. Tak butuh waktu lama, mbok Wati kembali datang dengan membawa nasi dan juga piring.

Yang tersaji di hadapan Devi kali ini adalah sup ikan tengiri, sambal ijo level rendah, tempe krispi dan kerupuk. Menu yang sempat Devi angankan sehari yang lalu. Ia tak menyangka mbok Wati benar-benar memasakkan untuknya.

"Mbok beneran bikin Sup ikan tengiri? Padahal kemarin Devi cuma bercanda loh!" girang Devi seperti anak kecil yang mendapat oleh-oleh.

"Duit belanja mbok terlalu banyak, masak apa aja ayok, dah!" seloroh mbok Wati, yang di sambut tawa pelan Devi.

"Ya udah mbok, sekarang kita sarapan bareng, ya? Terus kita lanjut berangkat ke peresmian restonya Devi" ucap Devi sedikit sendu.

Devi dan mbok Wati pun memulai menyantap sarapan. Dan seperti yang sudah terjadi hampir setahun lalu. Devi selalu seperti orang linglung ketika makan. Sesekali ekspresi wajahnya murung, terkadang menghela nafas, lalu tersenyum dengan mata yang sekuat tenaga di tahan agar tak jatuh bulirannya. Jika sudah begitu, tugas mbok Wati adalah menghidupkan suasana kembali.

Andai Kau Tahu Sakitnya Melepaskan (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang