29. Dua Hati Yang Tersakiti

28K 1.8K 15
                                    

Happy reading.
___________________________

Keesokkan harinya Zahra sudah kembali lagi ke kamar asrama. Dirinya tak mau merepotkan keluarga pesantren.

Untuk masalah ia ingin pulang, ia urungkan, ia tak mau keluarganya tau dan akan melaporkan Ustadzah Sarah ke Polisi.

Zahra tengah sendirian di kamarnya, semua teman-temannya sedang ada urusan masing-masing, piket atau kegiatan lain.

Saat dirinya tengah berbaring, hpnya berdering. Saat ini memang diperbolehkan menggunakan hp, namun pada waktu tertentu dan tidak mengganggu aktifitas lainnya.

Drt Drt...

Zahra menghampiri hp nya, tertera nama Nindi dilayar polselnya. Nindi salah satu temannya dari Jakarta. Ia mengangkat panggilan itu.

"Assalamu'alaikum, tumben banget lo telpon gue." Ucap Zahra mengawali.

"Wa'alaikum salam, Ra, gue pengen curhat." Ucap Nindi lesu.

Zahra mengerutkan keningnya, "Curhat? Tumben banget lo minta curhat sama gue, biasanya paling anti banget lo curhat." Zahra tertawa jika mengingat sifat temannya yang suka blak-blakan namun sedikit tertutup itu.

"Ih, jangan ketawa lo, gue lagi serius nih."

"Hehehe, iya paan cepet."

"Gue mau nikah." Ucap Nindi spontan dengan satu tarikan napas.

Zahra membolakan matanya, "What nikah? Yang bener lo, gercep amat baru aja lulus. Sama siapa? Kapan? Dimana?" Tanya Zahra beruntun.

"Satu-satu tanyanya Markonah." Kesal Nindi. "Gue dijodohin sama orang tua gue. Gue harus nikah sama anak sahabatnya. Gue gak mau, Ra, gue gak kenal. Lo pikir aja gimana rasanya nikah sama orang asing."

"Gue bingung mau ngomong apa, Nin."

"Lo tinggal dengerin aja. Gimana dong. Bawa gue kabur kek atau apa. Gue gak mau nikah... belom siap. Gue juga masih terlalu muda buat nikah."

"Itumah bukan nikah muda lagi, udah nikah dini namanya. Nih ya, nikah itu bukan karena usia muda ataupu tua, tapi karena udah siap, baik secara mental, fisik, maupun finansial."

"Nah, maka dari itu gue belum siap semuanya."

"Emang lo gak bisa nego sama bokap-nyokap lo."

Nindi menghembuskan nafasnya pelan, "Lo tau kan gimana bokap-nyokap gue, kalo udah A ya tetep A. Gue juga punya pemikiran kalo nikah muda, kemungkinan besar bakal jadi janda muda. Gue juga takut pas jadi janda, gue hamil gede." Ucap Nindi.

"Lo mah pemikirannya kaya gitu. Gini aja lo sholat istikhara, minta petunjuk sama Allah. Minta yang terbaik. Kalau dia jodoh lo ya jadi nikah. Kalo bukan ya gak bakal lah, orang tua lo pun bakalan batalin perjodohan ini."

Nindi mengangguk, "Gue bakal coba, semoga gue diberi petunjuk yang baik. Gue juga percaya takdir yang Allah berikan ke gue emang yang sebaik-baiknya buat gue."

"Bagus gue dukung keputusan lo nanti. Emang kapan kalo lo jadi nikah."

"Gak tau. Kalo misal fix gue kasih kabar ke lo sama yang lainnya. Oke."

ZAHTHAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang