45. Malam Pertama

38.9K 2.1K 15
                                    

Janlup vote sebelum baca.

Happy reading.
____________

Malam harinya, setelah menyelesaikan sholat isya dan murajaah bersama. Pasangan suami istri ini saling berpandangan satu sama lain.

Gus Atthar yang melihat pun bertanya,"Kenapa?"

Zahra hanya menggeleng tanpa mengeluarkan kata, matanya tetap menatap ke arah sang suami.

Gus Atthar menghela nafasnya berat, "Kamu masih belum menerima takdir kamu kalau saya sekarang adalah suami kamu?"

"Apa kamu mau membuat keluarga kita bersedih karena kamu masih belum menerima ini semua?"

Zahra menggeleng kembali, "Zahra udah mulai menerima takdir Zahra. Cuma Zahra masih takut aja, takut karena Gus Atthar gak bisa pegang janji Gus sendiri."

Gus Atthar mengangguk, ia mendekatkan diri pada Zahra, menangkup wajah cantik istrinya yang masih berbalut mukena.

"Saya janji, kamu satu-satunya istri saya sampai kita berpisah karena takdir, sampai maut memisahkan. Saya mohon sama kamu, buka hati kamu buat saya."

"Zahra itu udah buka hati buat Gus, Zahra sayang dan cinta sama Gus. Zahra cuma butuh waktu buat menerima saja. Insya Allah, Zahra akan berusaha jadi istri yang baik untuk Gus nanti."

Mendengar penuturan istrinya, Gus Atthar langsung mendekap erat tubuh Zahra menciumi pucuk kepala istrinya. Merasakan perlakuan itu Zahra membeku, ia bingung harus apa, ia malu untuk membalasnya.

Zahra menepuk punggung suaminya, "G-Gus lepas, napas Zahra sesek, bisa pingsan nanti kalo erat kayak gini."

"Kalo pingsan juga gak papa, nanti saya kasih kamu napas buatan."

Zahra memukul punggung Gus Atthar cukup keras, "Itu mah Gus-nya yang keenakan rugi buat Zahra. Lagian yang berhak cuma buat suami Zahra." Zahra lang menutup mulutnya, karena sadar dengan ucapannya, ia merutuki mulutnya yang tidak bisa dikontrol.

Gus Atthar melepas dekapannya, menatap wajah istrinya dengan raut wajah datar.

"Terus saya siapa kamu? Setelah tadi pagi saya ucapkan ijab qabul, kamu masih anggap saya orang asing?" Kesal Gus Atthar.

Zahra nyengir dan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, peace.

"Maaf... Zahra lupa."

Gus Atthar menjawil hidung mungil Zahra, "Masih muda udah pikun, lupa juga kalo udah punya suami."

"Ya udah sih, namanya juga lupa, itu manusiawi Gus, normal."

Gus Atthar berdehem, kemudian merentangkan tangannya. Zahra menatapnya cengo dengan tingkah Gus Atthar, lebih tepatnya bingung.

Melihat raut wajah Zahra, Gus Atthar berdecak, "Peluk."

"T-tapi—"

"Saya maksa, Azzahra Anindia Chalista."

Awalnya Zahra ragu, namun ia tak mau melihat Gus Atthar marah dan menunjukkan wajah datarnya. Ia memeluk tubuh Gus Atthar. Gus Atthar membalasnya dan menelungkupkan wajahnya di ceruk leher Zahra.

Saat Gus Atthar memeluknya dengan erat, Zahra merasakan sebuah kenyamanan.

Tiba saat waktunya tidur.

"Gus, kita tidur berdua gitu? Satu ranjang? Mending Gus tidur disofa aja ya, Zahra disini." Ucap Zahra sambil menepuk-nepuk kasurnya.

Gus Atthar menarik hidung Zahra pelan, "Nggak sopan sama suami nyuruh tidur disitu. Inget siapa pemilik kamar ini. Sini tidur bareng."

Keesokkan harinya.

ZAHTHAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang