36. Kenyataan Pahit

31.1K 1.9K 22
                                        

Setelah meminta izin 5 hari, akhirnya Zahra dan Akbar kembali ke pesantren. Zahra dan Akbar sowan ke ndalem, dan memberikan oleh-olehnya.

Setelah dari ndalem Zahra dan Akbar pamit ke asrama masing-masing.

Zahra masuk ke kamarnya, tak lupa mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum."

Semua yang dikamar menghentikan aktifitas murojaahnya sementara, mereka melihat ke arah pintu dan terlihatlan senyum cerah Zahra.

"Wa'alaikum salam."

Acha menaruh al qur'annya pada meja, dan berlari menghampiri Zahra, "Aaaa! Akhirnya pulang juga, kangen banget tau, apalagi gak ada kak Zahra kamar ini. Rasanya hampa, berasa ada yang kurang gitu loh "

Zagra terkekeh, "Lebay lo." Cibir Zahra.

Acha memajukan bibirnya, "Dikangenin gak mau." Gerutu Acha.

"Udahlah bibir gak usah di monyong-monyongin, nih gue ada oleh-oleh buat kalian." Zahra memberikan oleh-oleh pada semua teman-temannya.

"Gue keluar dulu ya." Pamit Zahra.

"Mau kemana lagi toh , Ra, kamu kan baru pulang pasti pae, istirahat aja." Ucap Nabila.

Zahra mengangkat paper bag berisi oleh-oleh yang sama.

"Gue mau ke kamar Kak Azki dulu, mau kasih oleh-oleh." Ucap Zahra.

Nabila terdiam, 'kalau kamu tau yang sebenarnya siapa itu Ning Azkiya, aku yakin kamu gak akan mau menemuinya.' Nabila membatin.

Dasar Nabila, padahal Zahra sudah tau yakan.

Zahra berjalan keluar dan mengetuk pintu kamar Azkiya.

Tok tok tok...

"Assalamu'alaikum." Zahra mengucapkan salam.

Pintu terbuka dan terpampanglah Azkiya yang tengah sendirian dikamar.

"Wa'alaikum salam." Jawab Azkiya.

"Ya Allah, Zahra udah lima hari gak ketemu, kangen." Azkiya memeluk tubuh Zahra kemudian melepaskannya.

Zahra terkekeh, "Maaf gak sempet pamit tadi, Zahra habis pulang dari Jakarta. Nih Zahra bawain oleh-oleh." Zahra menyodorkan paper bag.

Azkiya menerimanya, "Alhamdulillah, terima kasih, Ra."

Tiba-tiba ada tisu yang terbang di lantai, yang membuat Zahra aneh adalah ada bercak darah.

Zahra memungutnya, "Kak, ini darah siapa?" Tanya Zahra penasaran.

Azkiya gelagapan sendiri, "Em, itu apa, ee... darah aku tadi kena pisau, iya kena pisau."

Zahra memincingkan matanya, "Gak usah bohong, mana yang kena pisau, tangan gak ada yang luka." Ia meraih tangan Azkiya.

"Ee, udah sembuh, darah itu pas 4 hari yang lalu." Azkiya menyakinkan Zahr, namun nihil, Zahra tidak mudah dibohongi.

"Gak usah bohong, ini darahnya masih segar, ini baru beberapa menit yang lalu kayaknya."

Zahra masuk tanpa permisi, ia mencari-cari sesuatu. Tepat saat ia merogoh ke bawah ranjang, ia menemukan plastik berwarna hitam. Ia mengambilnya dan membukanya.

Kaget dengan isinya, karena banyak tisu yang bernodakan darah yang masih segar.

Zahra menyodorkan plastiknya, "Ini apa, jawab yang jujur ini darah apa? Muka lo pucet."

"A-aku gak papa." Elak Azkiya.

Zahra tertawa hambar, "Kalo lo sakit, ayo kita ke Ruang kesehatan atau ke rumah sakit, supaya lo cepet ditanganin. Supaya gak makin bahaya."

ZAHTHAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang