23. Menuduh

29.1K 1.9K 5
                                    

Keesokkan harinya, orang tua serta adeknya pergi ke rumah sakit untuk menjenguk serta melihat kondisi Zahra. Mereka semalam mendapat kabar bahwa Zahra terluka dan dibawa kerumah sakit, mereka panik bukan main.

Didalam ruang inap, Zahra yang sedang berbaring dibangkar dan keluarganya.

"Bagaimana keadaan kamu, Nak sekarang? Mamah khawatir saat ditelpon oleh Nak Akbar semalam." Ucap Arumi, mengelus kepala anaknya yang berbalut dengan kerudung instan.

Zahra tersenyum, "Udah mendingan Mah, gak usah khawatirin Zahra."

Mendengar ucapan anknya, Arumi bertambah kesal.

"Gak usah khawatirin gimana si, Ra. Kamu ini dari dulu kalau ada luka sampai masuk rumah sakit selalu bilangnya gak papa, gak usah khawatirin Zahra, Zahra baik-naik aja, Zahra bisa jaga diri, bla bla bla." Oceh Arumi.

Ayah dan Fira hanya cekikikan mendengar ocehan Arumi, sudah biasa sikap Arumi seperti ini, apalagi dengan sikap keras kepala Zahra.

"Mamah yakin, ada yang jahatin kamu kan disini, kamu bilang sama Mamah siapa yang buat kamu begini, Mamah bakal jambak orang itu, udah buat anak Mamah luka begini, sampai masuk rumah sakit." Ucap Arumi kesal.

Zahra tertawa keras, beginilah sifat Arumi, "Udahlah Mah, mungkin mereka pasti cuma iseng aja, gak sengaja. Gak usah dipikirin dan khawatirin Zahra disini.

Arumi mendengus kesal, mendengar Zahra yang membela sang pelaku.

"Zahra, kalau kamu sudah sembuh kamu pulang ke Jakarta aja yah? Papah khawatir kalau kamu disini terus. Papah juga takut dia bukan iseng, melainkan membenci dan ingin mencelakai kamu." Pinta Adam.

Zahra mendelik, "Pah, Zahra udah nyaman disini. Zahra juga bisa jaga diri." Rengek Zahra.

"Tapi disini kamu ada yang jahatin, gimana kalau nanti ada yang jahatin lagi dan buat kamu lebih dari masuk rumah sakit?" Ucap Arumi.

Zahra mendengus kesal, "Maksud Mamah? Mamah mau Zahra masuk ke liang kubur gitu, iya?."

Arumi bingung mau menjawab apa, "Ya gak gitu."

"Udah udah, Kak Zahra makan ya, nanti minum obat supaya cepet sembuh." Lerai Fira.

Zahra menggeleng, "Gak mau... makanan disini hambar gak enak, obatnya juga pahit banget." Rengek Zahra menutup mulutnya.

"Gak ada penolakan ayo makan." Tegas Arumi.

Zahra akhirnya pasrah, walaupun harus menahan pahitnya kehidupan eh pahitnya obat.

*****

Setelah makan, Para teman-teman Zahra menjenguknya sehabis pulang sekolah. Disaat asik mengobrol, Zahra melihat ke arah Acha, tumben sekali Acha diam saja tak banyak bicara.

Zahra menepuk lengan Acah, "Cha, kamu kenapa kok tumben banget diem mulu, biasanya paling banyak omong?" Tanya Zahra.

Acha menggeleng.

"Iya, Acha juga tadi diem mulu pas diasrama, ditanya kenapa cuma jawab 'gak papa' kalau nggak ya cuma geleng-geleng aja." Ucap Qila.

"Cha, lagi ada masalah? Cerita sama Kak Zahra ya, jangan dipendem sendiri." Ucap lembut Zahra.

Acha meneteskan air matanya, yang sedari ia tahan supaya tidak keluar.

Yang lainnya pamit keluar, agar Acha dapat bercerita.

"Kita pamit keluar dulu ya, belum sholat Dzuhur, Acha nanti sholat yah jangan lupa, kamu juga ya, Ra." Ucap Nabila.

ZAHTHAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang