Sekarang Zahra kembali ke dalam asramanya, otomatis teman-temannya terkejut melihat penampilan Zahra, wajah memar disertai bercakan darah, baju kucel.
Nabila langsung menghampiri Zahra, diikuti dengan Qila dan Difa.
Nabila menyentuh luka pada wajah Zahra. Zahra meringis begitupun dengan Nabila yang menyentuh lukanya, pasti rasanya sakit.
"Ya Allah, Ra. Kamu kenapa bisa gini, muka kamu seperti bekas tamparan." Ucap Nabila.
Qila pergi untuk mengambil air hangat untuk mengompres luka memar pada wajah Zahra.
"Gue gak papa, luka kecil. Udah biasa buat gue. Gak usah khawatir gak sakit kok." Ucap Zahra, ia tak ingin teman-temannya khawatir.
Qila kembali dan langsung mengompres wajah Zahra.
"Aws, sakit jangan diteken." Ringis Zahra.
"Udah mendingan Nabila atau Difa aja, lo tenaganya gak main-main gila." Ucap Zahra, kapok dia diobati oleh Qila, tak berperi ke lukaan.
"Ya maaf, lagian gemes banget sama muka kamu. Mau aku tambahin ndak lukanya. Siap nih."
"Gue seret sampe gerbang lo." Murka Zahra.
*****
Para santri pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah.Hari ini yang jadwal mengimami adalah Gus Atthar.
"Itu yang adzan Gus Atthar kan, Masya Allah, adem banget."
"Iya adem banget calon suami aku."
"Ngarep aja, Gus Atthar gak mau sama kamu, maunya sama aku."
Itulah kata kata kagum dari para santriwati.
Zahra yang mendengar itu seketika ingin muntah. Ganteng dari mananya, suara sih emang oke, tapi galak gitu, hilanglah okenya.
"Bila, Gus Atthar belum punya calon kan?" Tanya Qila.
"Tanya aja langsung sama Abang Atthar udah punya calon belum." Nabila terkekeh, Qila memang sangat mengagumi, tapi hanya sebatas mengaguminya tidak lebih. Kalau lebih pun tidak pa-palah.
"Kalo tanya langsung, kena mental nanti Qila sama jawabannya Gus Atthar." Ucap Difa
Qila memanyunkan bibirnya.
"Apalagi biasanya Gus itu maunya sama Ning. Udah pasti nasabnya baik, akhlaknya baik—"Ucapan Difa terpotong karena Zahra mencela ucapannya.
"Apa yang mau dikagumi dari orang kayak dia, galak gitu. Enggak berperi kesantrian lagi." Ucap Zahra.
"Awas lo galak galak, nanti jadih benih cinta." Ucap Nabila.
"Dih gak banget, gue kan ada Ba—" Ucapan Zahra terpotong karena ucapan Ustadzah Sarah.
"Kalian jangan ngobrol terus. Ini masjid bukan tempat buat gibah." Tegas Ustadzah Sarah.
*****
Setelah sholat Dzuhur, Zahra kembali dipanggil, mungkin untuk menerima hukumannnya. Walaupun disini Zahra merasa ia tidak salah, tapi ya bagaimana pun ia sudah melanggar aturan.
Jika ia dikeluarkan dari pesantren pun ia rela, ia malah senang bisa kembali ke tanah kelahirannya, Jakarta.
Zahra sangat merindukan keluarganya, terutama Mamahnya. Ia sangat merindukan masakan favorit buatan Mamahnya telur balado.
"Zahra, Abi sudah memberikan hukuman pada mereka dan sekarang giliran kamu. Kamu akan Abi hukum membersihkan halaman pesantren dan membantu di ndalem selama 1 minggu." Ucap Abi Umar.
![](https://img.wattpad.com/cover/305151015-288-k524250.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAHTHAR [END]
EspiritualKisah tentang gadis kelas 12 SMA yang harus dipindahkan dari sekolah menuju pesatren milik sahabat ayahnya. Ia dipindahkan karena ayahnya tak mau Anaknya masuk dalam pergaulan yang bebas. Azzahra Nindia Chalista, gadis cantik, memiliki gigi gingsul...