FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA
KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU AJAK MEREKA UNTUK BACA CERITA INI JUGA
SEMOGA SUKA ❤
TERIMA KASIH 🥰
CHAPTER 8
Yang Tak Dewa Mengerti
oleh Hai Naira
----------
Rasanya Naira ingin menenggelamkan dirinya di dalam air. Agar orang lain tidak tahu bahwa ia sedang menangis. Seberapa keras Dewa membuat dirinya yakin bahwa mereka bisa lebih dari sekadar teman, makin membuat Naira takut untuk menjalaninya.
Naira memutuskan untuk mengurung diri di kamar. Cewek itu tidak memedulikan suara Dewa yang terus memanggil namanya.
Dewa tidak pantang menyerah, cowok itu terus meminta Naira agar membuka pintu supaya Dewa dapat membuat tenang Naira, ia tidak mau Naira menangis. Dewa sangat membenci keadaan mereka yang seperti ini.
Yang Dewa harapkan detik ini dan seterusnya adalah tetap bersama Naira.
Bukan orang lain, bukan cewek lain.
Hanya Naira.
"Ra, aku mohon buka pintunya!"
Tetapi Naira tidak menanggapi, sampai beberapa lama tidak lagi terdengar suara Dewa. Namun didetik selanjutnya terdengar pendobrakan pintu yang sangat keras. Dewa langsung mendapati Naira yang terduduk di balik kasur. Cewek itu menangis sejadi-jadinya.
"Ra, jangan buat aku sedih karena lihat kamu!" Dewa menghampirinya dan langsung meraih bahu Naira.
Naira melepaskan tangan cowok itu. "Harusnya kamu datang ke acara keluarga itu, Dewa. Gak seharusnya kamu ada di sini dan bersamaku."
"Tapi aku juga gak bisa di sana, Ra. Aku nyaman ada di sini, di dekat kamu."
Dewa dapat melihat jelas air mata yang terus membanjiri pipi cewek itu. Dewa mengusap air mata itu dengan cepat. Ia memang tidak datang ke acara makan malam yang mamanya minta untuk bertemu Liebi di sana.
Persetan dengan Liebi, Dewa sama sekali tidak peduli dengan cewek itu. Yang Dewa harus pikirkan sekarang adalah tentang keadaan dirinya dengan Naira. Lebih tepatnya hubungan dan status mereka ke depannya.
"Kenapa kita harus lebih dari teman?" tanya Naira lagi. "Kenapa kita punya perasaan itu, Dewa?"
Dewa tidak menjawab. Dia hanya lebih suka memperhatikan wajah Naira malam itu.
"Kita bisa saling membenci atau kita pura-pura gak saling kenal? Supaya perasaan yang ada di hati kita hilang?"
"Ra, makin kamu menyangkal. Makin kamu merasa ingin menjauh dari perasaan. Pikiran dan ucapan kamu makin ngawur." Dewa membalas. "Kamu memberi sugesti yang sebenarnya bisa aja gak terjadi. Kamu berpikir sampai pikiran kamu menjadi ketakutan kamu sendiri."
Kini Naira mengusap sisa air mata di wajahnya. "Aku cuma terlalu sedih memikirkan ini, Dewa. Aku ternyata ... gak bisa menyangkal ini semua. Aku gak mau kehilangan kamu."
Dewa duduk bersandar menatap langit-langit kamar Naira. Dia tersenyum sekaligus membenarkan ucapan Naira. Tapi ia tegaskan bahwa Dewa tetap bertahan pada prinsipnya untuk mempertahankan Naira.
"Sama, Ra. Aku juga takut kehilangan kamu."
Naira menaruh kepalanya di bahu Dewa. Mengikuti kegiatan cowok itu yang menatap langit-langit kamarnya. Naira menghela napas berat. Awalnya ia mencari tangan Dewa untuk digenggam, namun Naira urungkan tapi entah kenapa kini Dewa sendiri yang lebih dulu menggenggam tangan Naira.
Naira terdiam. Berpikir apakah benar Tuhan menciptakan mereka untuk bersama?
"Kalau suatu saat nanti, kamu gak mencintaiku. Andai kamu menjauh dan membenciku. Alasan apa yang kamu pikirkan tentang aku yang buat kamu marah Dewa?"
"Kenapa tanya itu, Ra?"
"Mau tanya aja."
"Aku nggak mau jawab."
Naira menoleh sedikit untuk melihat ekspresi Dewa yang malah datar. "Kenapa?"
"Aku tau kamu akan buat aku membenci kamu."
Gimana chapter ini menurut kamu?
NEXT?
VOTE!
KOMEN!
SHARE ke teman-teman kamu!
TERIMA KASIH
FOLLOW MEDIA SOSIALKU
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tak Dewa Mengerti
Teen Fiction[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] 𝘉𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘳𝘶𝘮𝘪𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 .... 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪𝘯𝘺𝘢? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢? Tapi Neera menegaskan. "Kamu akan selalu ja...