CHAPTER 17

271 55 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU AJAK MEREKA UNTUK BACA CERITA INI JUGA

SEMOGA SUKA ❤

TERIMA KASIH 🥰

TERIMA KASIH 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER #17

Yang Tak Dewa Mengerti

oleh Hai Naira

-------

Sejak Dewa pergi dan mengabaikannya, Naira tahu keadaan mereka tidak lagi sama. Naira merapikan bukunya karena kali ini ia akan pergi ke perpustakaan seorang diri. Tidak ada lagi Dewa yang menemaninya. Tidak seperti biasanya Dewa yang selalu mau menunggu lama Naira di depan kelas, tapi sayangnya sekarang cowok itu sudah memutuskan untuk menghilang entah ke mana. Entah karena apa.

Naira berjalan sangat pelan. Dirinya seperti mumi yang diberi nyawa. Pandangannya hanya terfokus ke depan dan tidak memedulikan keramaian sekolah di sekitarnya. Ia benar-benar terlihat menyedihkan sekarang. Ternyata tanpa Dewa hidupnya tidak begitu indah. Hari-harinya terlalu sibuk dengan pelajaran di sekolah sementara Dewa hadir membawa keceriaan di antara kehidupan Naira yang biasa-biasa saja.

Tanpa Dewa terasa tidak ada lagi ceria di hidup Naira.

Naira menghela napas sampai tepukan pelan di bahunya membuat ia terkejut. Ia menoleh dan mendapati Bu Dara, guru Fisika, yang baru saja memanggilnya. "Eh, Ibu. Ada apa ya, Bu?"

Bu Dara tersenyum. "Kamu lagi sibuk gak, Ra? Ibu mau minta tolong antar buku Ibu ke ruang guru, gak banyak kok."

"Bisa, Bu. Kebetulan saya juga mau ke sana." Naira tersenyum sambil menerima beberapa buku yang kini sudah berpindah ke tangannya. Walaupun sebenarnya ia memang tidak pergi ke ruang guru, tapi tidak mungkin juga Naira menolak permintaan tolong Bu Dara. "Kalau begitu saya permisi, Bu."

Setelah Naira berjalan menjauh, ia menyadari Dewa sudah menyita seluruh pikirannya. Cowok itu berhasil membuat Naira bahkan tidak sadar jika ada yang memanggil. Tapi perasaannya tidak bisa membohongi, Naira sangat sedih Dewa pergi.

Ruang guru ada di lantai dua, Naira harus naik tangga untuk menuju ke tempat itu. Dengan beberapa buku di genggamannya membuat beban Naira menjadi bertambah berat. Langkahnya juga makin tidak keruan, ia lemas dan tidak terlihat bersemangat.

Naira mulai menaiki tangga untuk sampai di lantai dua. Tapi di anak tangga ketujuh kakinya tidak menginjak dengan benar dan membuat Naira sangat tersadar dirinya akan jatuh. Secepat kilat Naira mencari pegangan untuk menopang tubuhnya namun percuma, ia sudah terjatuh, dan sampai di lantai dasar kembali.

Naira merasakan pelipisnya menghantam dinding terdekat dan pening terasa menyergap sangat cepat. Pandangannya mengabur, seluruh tubuhnya sakit karena terkena lantai, dan dengan susah payah matanya melihat ada darah menetes dari kepalanya. Tetapi bukan keselamatan yang Naira pikirkan pada saat-saat seperti ini.

Cewek itu malah memikirkan kesalahan apa yang sudah ia buat sampai Dewa menjauhinya?

"Naira! Naira!"

Teriakan itu terdengar di antara kesadaran Naira yang hampir habis. Tetapi cewek itu tidak lagi merespons walau beberapa orang di sana mencoba membangunkannya.

"Naira pingsan!" teriak beberapa cewek panik. Murid-murid lain pun melihat keberadaan Naira sudah tidak berdaya di lantai dengan darah yang masih keluar dari pelipis.

Salah satu teman sekelas Naira pun ikut terkejut. "Tolong teman gue pingsan!"

Semua murid cowok yang sedang bermain futsal di lapangan menoleh ketika melihat keramaian yang terjadi dan mendengar teman sekelas Naira berteriak meminta bantuan. Beberapa dari mereka berjalan mendekat ke arah tangga. Dengan cepat membantu membawa Naira ke UKS.

Sementara cowok-cowok yang masih ada di lapangan tampak penasaran siapa yang baru saja pingsan. Permainan futsal mereka terhenti sembari menunggu teman-teman mereka selesai menolong Naira.

"Siapa yang pingsan?" tanya salah seorang cowok di lapangan.

"Naira." Jawaban cepat itu terdengar. "Anak IPA. Pingsan dekat tangga di sana. Mukanya pucat banget anjir."

"Lagi sakit kayaknya," balas yang lain. "Tapi semoga gak kenapa-kenapa tuh cewek. Ngeri jatuh di tangga."

Mereka memutuskan untuk istirahat saja sembari mengobrol dan menunggu di pinggir lapangan dengan minum air.

Sementara Dewa, satu-satunya orang di lapangan yang tampak tidak peduli tentang percakapan itu. Semua tentang cewek itu.

Ia tidak peduli Naira pingsan. Ia tidak peduli Naira jatuh di tangga.

Dewa hanya ingin mereka berakhir dan kembali seperti orang asing.

Dewa hanya ingin mereka berakhir dan kembali seperti orang asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana chapter ini menurut kamu?

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yang Tak Dewa MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang