CHAPTER 13

349 62 944
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU AJAK MEREKA UNTUK BACA CERITA INI JUGA

SEMOGA SUKA ❤

TERIMA KASIH 🥰

TERIMA KASIH 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER #13

Yang Tak Dewa Mengerti

oleh Hai Naira

----------

Naira memperhatikan Dewa yang sejak tadi sibuk menulis catatan pelajaran. Cowok itu memang tertinggal banyak materi. Naira yang selalu mengingatkan karena Dewa memang terlalu santai dalam mengerjakan tugas sekolah.

Mereka berdua sedang duduk di perpustakaan, Naira sengaja memilih tempat ini karena ia ingin fokus belajar juga. Namun kejadian saat mereka bertemu dengan Liebi masih teringat jelas hingga membuat Naira bertanya-tanya.

Dewa bahkan tidak menanggapi keinginan mamanya. Cowok itu seakan tidak peduli dengan apa pun keputusan mamanya yang menjodohkan Dewa dengan Liebi. Menurut Naira dari yang ia lihat sendiri, Liebi seperti perempuan baik. Bahkan berbeda dengan Inez yang terlalu blak-blakan meminta Dewa mencium pipinya di pesta ulang tahun cewek itu sendiri.

Liebi bahkan menyapa Naira padahal dia tahu ada seorang cewek yang sedang bersama Dewa. Naira yakin pilihan mama Dewa tidak salah. Beliau memang ingin yang terbaik untuk putranya, tapi sayangnya Dewa memberontak dan menolak itu hanya untuk memilihnya.

Memilih seseorang yang sama sekali tidak punya keunggulan seperti Naira.

"Kamu buat masalah sama mama kamu, Dewa."

"Memang, Ra." Dewa menjawabnya dengan santai. "Memang aku buat masalah, aku memang mau hancurin rencana mama yang terus aja menjodohkanku sama Liebi. Caranya lewat Liebi langsung. Lebih baik kayak gitu karena kalau Liebi yang tau aku punya pacar, dia juga gak akan berharap lebih denganku."

Naira tidak percaya dengan rencana Dewa yang seperti itu. "Kamu yang berlebihan buat berharap bersamaku, Wa."

"Aku harus melakukannya dari sekarang, Ra. Mama bisa merasa bebas kalau aku cuma menuruti perintahnya." Dewa menghela napas. "Lagi pula aku memang mencintai kamu, Ra. Aku sangat-sangat mencintai kamu."

Naira terpaku mendengar itu. "Kita itu cuma berteman sejak awal, Dewa," ucapnya terkekeh garing. "Mana mungkin kamu bisa mencintaiku?"

"Mama yang memintaku untuk berteman sama kamu, Ra."

Naira mengangkat kedua alisnya.

"Tapi hatiku berkata lain, sejak awal aku mencintai kamu."

Sama seperti Naira, sejak awal ia memang sudah jatuh cinta dengan Dewa.

Sudah ke sekian kalinya Dewa mengatakan itu hingga Naira makin tidak yakin apakah jalan yang sedang mereka lalui sekarang benar? Apakah keputusan Dewa memilihnya itu dapat didukung? Kadang kegigihan manusia memang besar tapi jika bukan takdirnya hal itu hanya akan berakhir sia-sia.

Misalnya seperti yang Dewa katakan, mencintai Naira. Bagi Naira jika takdir tidak membuat mereka berdua bersama, itu artinya semua hal yang mereka lakukan selama ini akan menjadi sia-sia.

Seharusnya mereka memang menghentikan ini sebelum semuanya jauh atau memang sudah terlalu jauh.

Kata-kata Dewa yang sangat yakin malah membuat Naira merasa sebaliknya. Ia yang takut untuk memulai hari. Naira yang tidak ingin tahu apa yang akan terjadi nanti.

Dewa bisa mengatakan berapa kali pun tentang dia yang mencintai Naira.

Dan perasaan Naira, bisa mengatakan bahwa ia sangat takut untuk terus bersama Dewa.

"Apa kamu yakin sama semua ini, Wa? Apa kamu yakin keputusan kamu memilih aku itu gak salah?"

"Kenapa harus salah, Ra?"

"Sama seperti soal ujian pilihan ganda Bahasa Indonesia, kamu bisa merasa yakin bahwa jawaban kamu itu benar, tapi ternyata pilihan-pilihan jawaban itu berhasil menjebak kamu. Dan bisa aja kamu salah memilih aku."

"Tapi aku akan tetap menjawab soal itu. Dengan yakin memilih kamu."

Naira terdiam. "Tapi ingat Dewa, pilihan ganda kalau salah, kamu gak dapat apa-apa. Nilai kamu nol, Dewa. Kamu gak akan merasa bahagia."

"Sama seperti menyontek saat ujian. Mungkin jawabanku akan benar, nilaiku akan bagus karena dapat sontekan dari orang lain. Tapi itu bukan jawaban atas pilihanku sendiri, Naira. Itu jawaban orang lain.

"Kalau aku yakin kerjain ujian sendiri, meskipun nilaiku jelek tapi senggaknya aku gak menyesal atas jawabanku sendiri. Apa yang aku yakini tanpa perlu melibatkan orang lain. Itu risiko seseorang dalam mengambil keputusan. Yang penting aku bahagia dengan pilihanku sekarang, Naira."

Gimana chapter ini menurut kamu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana chapter ini menurut kamu?

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yang Tak Dewa MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang