30. Merasa Sebaliknya

299 71 447
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU AJAK MEREKA UNTUK BACA CERITA INI JUGA

SEMOGA SUKA ❤

TERIMA KASIH 🥰

Neera dapat merasakan tubuh mamanya makin berat dan terpaksa ia membiarkan mamanya terjatuh mengenai tanah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Neera dapat merasakan tubuh mamanya makin berat dan terpaksa ia membiarkan mamanya terjatuh mengenai tanah. Tangan Sanee memegang batu nisan bertuliskan nama Ranu di sana. Neera menangis tapi ia memilih memeluk mamanya yang lebih kehilangan. Ranu adalah suami dan papa terhebat bagi mereka.

"Ranu." Sanee masih terus memanggil nama suaminya.

Neera menatap batu nisan itu, membuat pandangannya buram karena sudah terlalu banyak air mata yang ia keluarkan hari ini. Namun tidak habis, belum habis, dan entah sampai kapan akan mengering. Tetapi dalam hati ia bicara kepada papanya, berharap papanya dapat mendengar suara hatinya.

"Hari ini, Neera dan mama kehilangan Papa. Kehilangan satu orang yang selalu berjuang menyelamatkan hidup Neera dan mama. Berjuang untuk kami selalu aman dan hidup baik-baik aja. Tapi sekarang ... itu semua gak bisa Neera dan mama dapati lagi karena Papa udah gak ada di sini."

Suara tangisan Neera tertahan sejenak. Ia mencoba menghirup udara dan merasakan angin menusuk kulitnya. Tepat sore ini di dekat makam papanya, Neera tidak bisa memikirkan hal lain selain ia harus ada untuk mamanya.

"Pa, Neera ingat mama pernah cerita kisah cinta kalian dulu. Mama gak suka sama Papa, bahkan mama sangat membenci Papa. Tapi Neera yakin, Papa hebat bisa rebut hati mama sampai kalian akhirnya bersama. Sampai mama yakin kalau satu orang yang tepat di dunia ini untuk mama cintai itu cuma Papa."

Senyuman kecil Neera terlukis di wajahnya, meski matanya tidak bisa berbohong kalau detik ini ketika ia memikirkan papanya selalu ada kesedihan yang tercipta. Tetapi Neera berharap papanya tahu bahwa cinta keluarga mereka tidak pernah luntur walau Tuhan meminta hidupnya untuk berakhir.

"Neera gak tau apa rencana Tuhan setelah Papa pergi dari dunia ini. Neera gak tau apa yang akan terjadi nantinya tanpa Papa. Neera harap semua yang terbaik untuk Neera dan mama. Yang terpenting itu buat mama bahagia, Papa bisa dengar Neera, kan? Neera akan terus berusaha buat mama bahagia."

Neera memeluk mamanya dari samping, mengusap bahu itu dengan sisa tenaga yang ia punya. Langit sore ini makin menggelap seolah cahaya perlahan menghilang bagi mereka yang merasa kehilangan Ranu. "Kita berdoa sama-sama ya, Ma," lirihnya. "Neera, Mama, dan papa akan bertemu di kehidupan selanjutnya dengan bahagia selamanya. Tanpa peduli kehilangan lagi karena di kehidupan itu kita gak perlu takut Tuhan memisahkan kita lagi."

"Amin." Suara pelan mamanya menjawab meski beliau tidak juga melepaskan pelukan dari batu nisan itu.

"Neer." Fina terdengar memanggil dari arah belakang dan menepuk pelan bahu temannya itu, ia menunduk sedikit untuk memberikan kekuatan yang ia bisa berikan pada Neera. "Maaf datang telat."

Neera mengangguk dan tersenyum. "Gak apa-apa, Fin."

Perlahan semua orang yang datang mulai meninggalkan permakaman. Neera melepaskan pelukan ketika mamanya berdiri dan sekarang digantikan oleh pelukan neneknya. Mama dan neneknya saling memberi kekuatan satu sama lain. Fina juga ikut memeluk Neera dengan erat.

"Nangis sepuasnya, Neer. Hari ini hari bebas lo buat nangis."

Neera mengangguk pelan. "Iya, Fin." Kali ini Neera merasa lebih tenang dari sebelumnya setelah sejak tadi tidak hentinya menangis.

"Lo dan nyokap lo akan bertemu kebahagiaan baru, yang direncanakan Tuhan buat kalian." Fina tersenyum ketika senyuman tipis Neera seperti biasanya tercipta. "Salah satunya Dewa, dia udah ketemu lo, kan, Neer?"

"Dewa?" Neera tersadar bahwa tadi ia memang sedang bersama cowok itu di rumah sakit. Tetapi di sini, ia sama sekali tidak melihat kehadiran Dewa di mana pun. Sisa orang di dekat makam hanya dari keluarga papa dan mamanya saja. "Tadi gue memang ketemu Dewa di rumah sakit, Fin. Tapi ... kayaknya dia gak datang ke sini."

"Dewa gak datang ke sini, Neer?" tanya Fina tidak percaya. "Lo serius udah ketemu sama Dewa, kan? Bukannya Dewa cari lo dibanyak rumah sakit dan lo malah lupa sama keberadaan dia gitu aja."

"Gue benar-benar gak ingat kalau ada Dewa, Fin. Dia juga ... pergi gak tau ke mana, terakhir kali tadi ketemu, Dewa gak bicara apa-apa lagi dan gue fokus sama nyokap gue."

Fina mengangguk pada akhirnya. "Ya udah, mungkin dia lagi sibuk."

Neera berharap seperti itu. Tetapi ia teringat kalau mereka tadi berpelukan dan Neera benar-benar lupa karena ia membantu segala hal yang diperlukan untuk pemakaman papanya. Mungkin Dewa pulang karena Daine, Neera mencoba yakin dengan alasan itu.

Hanya saja bukannya tenang, Neera malah merasa sebaliknya.

Hanya saja bukannya tenang, Neera malah merasa sebaliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana chapter ini menurut kamu?

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU


Yang Tak Dewa MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang