43. Pengintaian.

2 1 0
                                    

Acara festival seni sudah selesai. Jam menunjukkan pukul sebelas malam dan saat ini Anna sedang diam di parkiran sambil menunggu Gia yang sedang melakukan evaluasi acara.

"Kenapa melamun? Ayo pulang."

Anna sadar dari lamunannya dan melihat Gia yang sudah selesai dari pekerjaannya sebagai panitia acara. Gia membuka pintu mobilnya, namun baru saja Anna melangkah akan masuk, ponselnya bergetar pertanda ada panggilan masuk.

"Sebentar," ucap Anna sambil menerima panggilan itu dan berjalan menjauh. 

"Jam dua belas nanti, datanglah ke markas lama. Dan berhati-hatilah," ucap CL melalu telepon.

CL langsung mematikan teleponnya setelah mengatakan itu. Anna menghela napasnya, terkadang Anna merasa lelah dan tertekan ketika menjadi agen. Ia tidak bisa tenang menjalani kehidupan normalnya, selalu saja ada ancaman.

Anna membalikkan tubuhnya dan masuk ke mobil, sedetik kemudian panggilan telepon dari CL kembali berdering. Anna menggeser layar ponselnya dan mendekatkan speaker ponselnya ke telinga. Jangan sampai Gia mendengar perbincangannya dengan CL.

"Jangan antar pacarmu sampai ke depan rumahnya. Aku yakin ada yang mengintaimu," ucap CL lalu kembali mematikan teleponnya.

"Ada apa, kak? Kau terlihat gelisah," celetuk Gia. Anna menoleh ke arahnya dan melihat wajah polos Gia yang sedang menatapnya juga. Anna tidak akan membiarkan orang lain atau musuhnya menyentuh Gia dan menjadikannya ancaman untuk Anna. Tidak akan.

"Malah melamun. Tidak ada masalah kan?" Tanya Gia lagi. Anna menggeleng dengan cepat lalu tersenyum tipis.

"Biar aku yang mengendarai mobilnya ya?" Pinta Anna.

"Kenapa? Tidak tidak aku saja," tolak Gia sambil mengeratkan tangannya di stir mobil.

Anna menatap Gia dengan raut memelas dan berkata, "Ku mohon."

Mau tidak mau Gia mengizinkan Anna mengendarai mobilnya. Jarang-jarang ia meminta sesuatu dengan memohon seperti ini. Lagipula Gia tahu jelas sifat keras kepala Anna. Ia tidak mau dibantah. Mereka pun menukar posisi duduk dengan Anna sebagai pengemudi. Anna mulai melajukan mobilnya dengan cepat. Sesekali ia melirik cermin yang tergantung di kaca depan mobil. Masih aman, belum ada tanda-tanda pengintaian.

"Santai saja sih, kak," celetuk Gia. Anna pun melambatkan laju mobilnya.

Kondisi jalan malam ini sudah sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Anna melihat sebuah mobil hitam di bwlakang mobilnya melalui cermin.

"Gi, bisa tolong lihat flat nomor mobil di belakang?" Pinta Anna tanpa menoleh ke arah Gia. Gia mengerutkan keningnya bingung lalu membalikkan tubuhnya ke belakang.

"Tidak ada flat nomornya, pasti orang itu tidak bayar pajak," tutur Gia.

"Shit."

"Kenapa kau marah? Kau bukan pengelola pajak," celetuk Gia lagi yang membuat Anna terkekeh di tengah rasa paniknya.

Anna berbelok ke kanan saar melewati sebuah persimpangan jalan.

"Kenapa berbelok,  kak? Rumahku tidak lewat sini."

Gia menatap Anna yang tengah fokus menyetir, wajahnya terlihat tenang namun ada yang aneh. Anna terus saja melihat cermin dan sesekali menengok ke belakang. Gia pikir Anna marah karena pengemudi mobil hitam di belakangnya itu tidak membayar pajak. Tapi sepertinya ada alasan lain.

"Kita diikuti. Aku akan mengebut."

Gia semakin bingung, diikuti siapa dan untuk apa. Apakah ia cukup penting untuk diikuti seseorang? Anna menancap gas, Gia melihat ke jalan. Ini bukanlah jalan menuju rumahnya, bisa saja lewat sini. Namun semakin jauh, ini juga bukan jalan menuju rumah Anna. Anna mengehentikan mobil itu di depan sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam.

"Aku turun disini saja."

"Tidak! Aku akan mengantarmu, sulit menemukan kendaraan umum di jam segini, kak."

Anna menatap Gia, "Aku tidak bisa mengatakannya tapi, tolong ikuti permintaanku. Ini darurat, Gi."

Anna membuka pintu mobil, "Kalau bisa, masuk ke minimarket dulu dan diam di sana sepuluh atau lima belas menit," tambah Anna.

Kali ini Gia bukan hanya bingung, tapi ia mulai takut juga. Ia takut sesuatu terjadi pada Anna. Ia memang jarang menceritakan masalahnya namun Gia tahu ada sesuatu yang janggal. Gia memegang bahu Anna, ia mencoba menahan tubuh Anna yang hendak pergi. Anna menatap Gia dengan penuh tanya. Tak lama kemudian Gia memeluk Anna dengan tangannya yang terus mengusap rambut kekasihnya itu.

"Berjanjilah untuk kembali."

Anna menghela napas, perkataan Gia membuat ia semakin berat untuk meninggalkan Gia. Benar kata CL, menjalin hubungan dengan pujaan hati hanya akan membuat hilangnya profesionalitas dan konsentrasi. "Ku harap juga begitu."

Anna tidak bisa menjamin dirinya akan kembali, toh ia tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

"Kalau pun tidak kembali, akan ku cari," tambah Gia lalu mengecup kening Anna cukup lama. Wanita di depannya ini berhasil membuat Gia masuk ke dalam pesonanya. Dan ia tidak bisa lepas. Tidak, Gia tidak ingin lepas.

Anna tersenyum lalu mengecup bibir Gia dan keluar dari sana tanpa sepatah kata pun. Jika diteruskan ia akan semakin berat meninggalkan Gia. Anna berlari menjauh lalu berbalik dan melambaikan tangannya sambil tersenyum. Gia menatap gadis itu yang perlahan-lahan hilang dari pandangannya. Ia harap semuanya baik-baik saja dan apapun yang terjadi ia harap Anna bisa mengatasinya dan kembali padanya.

Anna terus berlari menjauhi Gia, semoga saja para pengintai itu fokus padanya, tidak apa asalkan mereka tidak mengganggu Gia. Anna masuk ke dalam sebuah apartemen. Ini adalah apartemen Zion, ia sengaja melepas Gia di daerah sini karena di sini banyak agen yang satu naungan dengannya. Jadi ia bisa merasa sedikit lega melepas Gia. Dan paling juga Zion yang akan sering diintai karena Anna pergi ke sana.

Anna menekan bel apartemen itu berkali-kali. Tidak ada sautan, Anna mengetuk-ngetuk pintu itu dengan kesal. Sebenarnya Zion kemana? Apa ia tidak tahu ini mendesak, tidak mungkin juga ia sudah ada di markas lama. Ia langganan telat dan berakhir dengab bogem dari CL. Tak lama kemudian, seseorang wanitanya membuka pintu, Anna berdecak. Pasti Zion habis bermain wanita. Tanpa basa-basi Anna menerobos masuk ke dalam dan membuat wanita tadi menggerutu tak terima. Anna menyiram segelas air ke wajah Zion yang sedang tertidur. Zion terbangun dengan wajah marah, baru saja ia akan protes namun tidak jadi karena Anna berkata, "Misi."

Zion berdecak sambil bangun dari ranjangnya.   "Itu siapa sayang?" Zion mengacak rambutnya kasar. Ia frustasi, pasti akan terjadi perang dunia lagi di kisah asmaranya dan itu karena Anna.

"Aku adiknya," jawab Anna yang membuat Zion bernapas lega untuk sesaat. Zion segera bersiap-siap.

"Aku harus pergi. Jangan keluar dari aini sampai aku kembali, oke?" Pamit Zion.

Pasti sangat berat meninggalkan kekasih demi menjalani misi yang mengancam nyawa, itulah yang dipikirkan Anna. Tapi sepertinya tidak dengan Zion, dia kan buaya. Anna juga tidak yakin jika wanita ini adalah kekasih Zion. Secara, Zion adalah pecinta one night stand.

To be continue
Vote n comment guys
Thanks for reading

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang