12. Tak Tertahan

296 31 0
                                    

"Hey!" Panggil Gia. Ia memutuskan untuk mengikuti Anna. Anna spontan membalikkan tubuhnya lalu mengarahkan pisau yang ia ambil dari kantong celananya pada Gia.

"Jatuhkan benda itu."

Mendengar itu Anna pun menurutinya. Ia tak mau ambil resiko. Ini adalah tempat yang ramai, bisa-bisa ia dibakar masa jika melakukan hal aneh.

"Kau tak apa-apa? Apa yang terjadi denganmu?" Kata Gia cemas. Sesungguhnya ia mengkhawatirkan Anna dan ia sangat menyesal telah menurunkan Anna dijalan. Jika saja ia mengantar Anna pulang terlebih dahulu, Anna mungkin akan baik-baik saja. Gia terus memaki dirinya sendiri dalam hati tapi mau bagaimana lagi. Segalanya sudah terjadi. Jika saja bukan terdesak, Gia pun tak mau melakukan ini.

"Aku tak apa. Ini hanya luka yang ku buat sendiri. Pergilah! Wanitamu itu terus menatap tajam ke arahku. Melihatnya saja membuatku ingin menusuk kedua bola matanya," Kata Anna sambil menunjuk wanita yang sedang berdiri beberapa meter di belakang mereka.

Ia adalah Ryu. Tidak! Ia bukan kekasih Gia. Ia adalah teman dekat Gia. Saking dekatnya keluarga mereka sudah dekat satu sama lain.

Gia menatap Anna ragu. Sorot matanya benar-benar menunjukkan bahwa ia merasa bersalah. Bahkan ia tak henti-hentinya menatap sayu wajah dingin Anna. Lalu Gia melirik Ryu yang sedang menggandeng adiknya. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan?

Di tengah kebingungan itu, Ryu menghampiri Gia dan menarik tangannya menjauh dari sana. Meninggalkan Anna sendirian.

Keesokan harinya Gia datang ke kampus seperti biasa. Matanya menatap bingung saat melihat banner yang terpasang digerbang kampus. Banner itu berisi tulisan selamat datang di kampus jalang tak tahu diri ANNASYA

Gia berpikir keras, siapa yang melakukan ini? Niat sekali sampai orang ini mencetak banner untuk menghina Anna.

"Gi! Gi! Apa kau sudah tahu? Kau harus melihat ini!" Celetuk Varrel yang baru saja menghampiri Gia. Varrel adalah teman dekat Anna di kampus ini. Tanpa basa-basi lagi Varrel menarik Gia menuju papan pengumuman untuk menunjukkan suatu hal.

Di lain tempat, Anna sedang memakai jaket tebalnya. Kepalanya terasa pening ia juga agak sedikit malas pergi ke kampus. Perasaannya sejak tadi juga tidak enak.

Anna akhirnya memutuskan pergi ke kampus walau ia ogah-ogahan Saat sampai di depan gerbang Anna sedikit terkejut saat melihat bannar yang bertuliskan namanya. Dalam sekejap Anna langsung tahu bahwa ini pasti ulah Naya. Siapa lagi?

"Kenapa kau lama sekali? Kami menunggumu. Kau harus melihat ini, Anna!" Seru Yola yang berdiri didepan gerbang bersama Adi untuk menunggu kedatangan Anna..

Mereka sampai didepan papan pengumuman yang sedang dikerumuni banyak orang

Anna kembali terkejut saat melihat artikel harian kampus yang memberitakan Anna dan Gia yang sedang melakukan hal tak senonoh di perpustakaan. Kasus ini sebenarnya sudah selesai saat ia dipanggil ke ruang dekan. Namun ia baru tahu bahwa hal ini sampai masuk ke artikel harian  Dan yang membuat Anna terkejut lainnya yaitu berita tentang Anna yang mencoba melukai Naya dan Andta.

"Lihat! Itu wanita yang ada di beritakan?"

"Padahal ia wanita tapi tingkahnya sangat memalukan dan kasar,"

"Kudengar ia juga merupakan wanita penghibur,"

"Kudengar ia pernah membunuh seseorang!"

Telinga Anna benar-benar panas mendengar bisikan orang saat ia sampai di sana. Ini kelewatan.

Anna benar-benar muak. Lalu ia menonjok papan pengumuman itu, seketika itu para mahasiswa yang sejak tadi menggunjingdl dirinya diam.

"Dimana Naya dan para budaknya?" Teriak Anna ditengah kesunyian itu. Anna yakin pasti Naya tidak bergerak sendiri. Ia pasti melakukan ini dengan teman-teman bodohnya yang mau saja diperbudak Naya

Tak ada yang menjawab. Lalu muncullah Naya dan Andra dari tengah kerumunan dengan wajah bangga. Cih

"Here, bitchezz!" Kata mereka berbarengan. Dan benar saja dugaan Anna. Pasti ini ulah mereka.

"Jadi apa mau kalian melakukan ini? Dendam karena tanganmu aku kunci? Atau dendam karena mobilmu ku buat penyok? Bukankah sudah ku ganti dengan uang? Apa kurnag banyak hm?" Kata Anna.

"Tapi kami tak butuh uangmu itu. Kau pikir aku orang miskin?" Kata Naya.

"Tunggu sayang. Lalu kenapa pacarmu itu tak menolak dompet yang ku berikan oadanya kemarin?" Tantang Anna dengan seringaiannya.

Naya menoleh kaget ke arah Andta, sedangkan Andra hanya menggaruk tengkuknya. Berniat mempermalukan tapi malah mereka yang dipermalukan Anna. Miris.

"Jangan mentang-mentang kau salah satu pemilik siswa dengan IPK tertinggi kau melakukan seenak jidatmu. Kau juga! Jangan mentang-mentang ayahmu donatur kampus, kau melakukan hal konyol semaumu," Tambah Anna lagi sambil menunjuk wajah mereka bergantian.

"Beraninya kau bicara begitu padaku!" Marah Naya lalu segera ditenangkan oleh Andta. Cih! Sudah seperti kuda lepas dari kandang lalu ditenangkan pawangnya

"Oh, ya. Apa kalian tahu? Selain wanita ini jlaang. Ia juga merupakan pembunuh. Bahkan ia membunuh orang tuanya sendiri. Sungguh mengerikan bukan?" Kata Naya dengan smirknya

Anna yang mendengar itu hanya diam. Perkataan Naya barusan menggores luka lama dalam diri Anna

"Cukup! Ini kelewatan. Anna tak pernah melakukan hal tak senonoh denganku dan Anna bukanlah pembunuh. Jaga sikapmu! Kalian bisa aku laporkan ke dekan atau bahkan aparat hukum atas pencemaran nama baik," Teriak Gia yang sejak tadi ada disana. Dengan emosi Gia merobek artikel tersebut lalu melemparkannya ke wajah Naya.

Tanpa menunggu lagi Gia membawa Anna menjauh dari tempat sial itu. Gia pun mendudukkan Anna di kursi.  Anna hanya diam menunduk dengan wajah merahnya. Ia mencoba menahan tangisnya. Ia lelah.

"Ibu... tolong Anna, hiks! Kenapa mereka bilang aku pembunuh? Aku tak pernah membunuh Ayah, hiks.... "

Anna kehilangan kendali, tangisnya pecah begitu saja. Ia tak sanggup menahannya lagi. Air mata terus keluar membasahi pipinya. Bibir tipisnya tak henti-hentinya mengucapkan maaf kepada ayah dan ibunya.

"Aku tahu kau tak melakukannya. Jangan dengarkan mereka,"

Gia tak tega melihat Anna seperti ini. Hanya sosok tangguh dan dingin yang ia kenal dari Anna tapi sekarang ini ia melihat sisi Anna yang lain ia menyimpan beribu kesedihan di balik sorot mata tajam dan wajah dinginnya. Ia begitu rapuh

"Aku tidak membunuh mereka hiks," lirih Anna. Gia mencoba menenangkan Anna dengan membawa tubuh Anna ke pelukannya. Gia bahkan mencoba menahan tangisnya. Melihat Anna menangis sangat menyiksa untuknya.

Gia mengusap-usap punggung Anna tanpa melonggarkan pelukannya.

"Menangislah sampai kau puas, Kak! Aku disini, aku akan menjadi orang yang selalu menghilangkan air matamu itu. Keluarkan semua hingga hanya tersisa air mata kebahagiaan," ucap Gia

To be continue.
Thx for reading.
Don't forget to vote, like and comment

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang