"Aku ingin keluar."
Suara Anna mencairkan kecanggungan yang terjadi. Namun perkataannya membuat Gia sontak menggeleng, "Tidak. Kau masih perlu istirahat.'
Anna memutar bola matanya malas, mau berapa lama lagi ia berbaring sambil menatap langit ruangan. Membosankan, ia juga butuh hiburan. "Suster bilang boleh keluar asal jangan banyak bergerak. Jika kau tidak mau ya sudah."
"Ya sudah apanya?" Tanya Gia yang curiga. Anna tidak mungkin menyerah dan pasrah begitu saja.
"Ya sudah aku keluar bersama suster." Tepat sesuai dugaan Gia. Anna ini keras kepala, mana mungkin ia pasrah. Gia menghela napasnya. Ia mengambil beberapa tissue basah lalu mengelap lembut wajah pucat Anna.
"Jelek sekali," ledeknya. Bukannya marah, Anna malah ikut tertawa. Ia memang sangat jelek saat ini. Wajah pucat dengan banyak luka, ia sudah seperti vampir yang habis bertempur.
Selesai membersihkan wajah Anna, Gia mengambil kursi roda yang tersimpan di pojokan. Anna tersenyum puas. Gia pun mengangkat tubuh Anna dan memindahkan tubuhnya ke kursi roda dengan sangat hati-hati. Anna sedikit merintih ketika rasa perih di perutnya muncul lagi. "Maaf," ucap Gia yang merasa bahwa rasa sakit Anna itu disebabkan olehnya.
Gia mendorong kursi itu di lorong yang cukup sepi, "Ke rooftop ya!" Pinta Anna yang berhasil membuat Gia sebal. Gia berjongkok di depan Anna. "Tidak usah aneh-aneh. Kau mau aku menggendongmu dengan kursi ini?"
Anna mendengus, Gia terkekeh lalu kembali mendorong kursi roda itu. "Padahal kan kau bisa menggendongku ke rooftop," lirihnya.
"Lukamu itu di perut Anna. Jika aku menggendongmu di belakang maka lukanya akan tertekan," ucap Gia mencoba mematahkan keinginan Anna.
Anna menoleh ke belakang, "Ya sudah. Gendong depan!" Ucapnya dengan penuh semangat. Gadis ini sangat pemaksa. Gia mengelus kepala Anna dan mengarahkannya lagi agar melihat'ke depan.
"Kita ke sana," tunjuk Gia ke taman yang ada di rumah sakit itu. Anna tersenyum, ia mengalah. Pemandangan yang ia lihat kali ini memang benar-benar cantik.
Gia duduk di sebuah kursi taman dengan Anna yang duduk di kursi roda di sampingnya. Jam menunjukkan pukul setengah enam sore, lembayung terlihat sangat cantik di langit sore ini. Perpaduan warna jingga dan ungu sangat cocok dengan birunya langit. Angin juga terus menyapa kulit, terasa dingin namun membuat nyaman. Sempurna.
Gia menyandarkan tubuhnya di kursi itu dengan tatapan lurus ke atas. Cantik, momen ini sangat sempurna. Ia harap saat-saat seperti ini akan terus bertahan. Gia terus tersenyum menatap langit sampai ia tidak sadar bibirnya terus menyunggingkan senyuman tipis.
"Mata panda."
Gia menoleh ke arah samping, Anna sedang menatapnya dengan intens sejak tadi. Anna bukan menikmati indahnya langit, ia malah menikmati wajah Gia yang sedang menikmati indahnya langit. Sorot matanya berbinar, bibirnya tersenyum manis dan itu membuat Anna sangat senang.
Gia mengelus lembut kepala Anna dan menyandarkan di bahunya. Rasa hangat di lehernya mulai terasa. Ia ingin lebih dekat dengan Anna tapi kursi roda sialan ini menghalanginya. "Boleh aku meminta satu hal?"
Anna mengangguk, "Bisa jaga jarak dengan CL dan Zion?" Pinta Gia yang merasa bahwa mereka membahayakan nyawa Anna.
"Tidak. Mereka keluargaku," jawab Anna. Gia diam, ia tidak bisa mengatur Anna. Sejujurnya ia hanya takut Anna terluka lagi. Gia juga sangat penasaran sebenarnya siapa Zion dan CL, namun ia tidak punya hak untuk tahu.
"Mey," panggil Gia dengan lirih. Anna mengangkat kepalanya dari bahu Gia dan menatap kaget Gia. Darimana ia tahu nama itu.
"Aku melihat CL menulis nama itu saat mengurus administrasi," jelas Gia dengan pandangan masih lurus melihat langit. Lidah Anna rasanya kaku. Ia tidak siap jika Gia mengetahuinya segalanya.
Anna menunduk. Gia menoleh ke arah Anna dan menangkup satu pipi Anna. Ia menatap jauh ke mata Anna hingga membuat Anna sedikit gugup dan salah tingkah. "Kau menyimpan banyak rahasia." Ucapan Gia membuat Anna segera mengalihkan pandangannya. Gia benar, Anna menyimpan banyak rahasia.
Gia memang tidak meminta Anna menceritakannya namun Anna tahu bahwa Gia penasaran dan sangat ingin tahu. Anna juga bukan tidak mau menceritakan segalanya, ia saja baru tahu kenyataan yang sebenarnya dari GD kemarin dan ia terpukul sampai melakukan hal bodoh karena itu. Ia hanya tidak siap jika harus menceritakannya sekarang. Anna juga sangat ingin Gia tahu kehidupan lamanya. Tapi Anna takut jika Gia tidak bisa menerimanya dan pergi dari Anna. Anna tidak siap.
"Mau Anna atau Mey atau siapa pun itu. Aku tetap mencintai gadis di depanku, jangan membahayakan diri. Kau penuh misteri dan berhasil membuatku ingin lebih dalam masuk ke sana. Mungkin tidak mudah mengatakan bahwa tapi aku menunggumu. Tidak usah terburu-buru, katakan saja jika kau siap," tutur Gia yang membuat Anna semakin membisu.
Anna menghela napasnya dan memeluk Gia dari samping. Gia membalas pelukan Anna kemudian mengecup puncak kepala Anna. Anna berjanji bahwa suatu hari nanti ia pasti akan mengatakan semua kepada Gia. Tapi tidak sekarang. Sekarang ini yang ingin ia lakukan adalah menikmati dan menjalani momen bersama Gia sampai seterusnya. Anna berharap agar mereka tidak ditimpa masalah. Namun, kehidupan memang berisi masalah kan? Jika tidak ingin bermasalah maka mati saja. Ia kembali membuat harapan dihatinya, semoga ia dan Gia bisa terus bersama dan kalaupun ada masalah maka ia harap mereka bisa mengatasinya bersama.
Harapan itu menguap di langit bersamaan dengan langit senja yang mulai pudar. Berganti dengan langit hitam yang gelap, angin juga terasa makin dingin dan kencang. Namun mereka menikmatinya.
End
Ok segitu aja ya guys. Thank u yg udah baca sampe sini, judul gw ganti ya. Rencananya gw mau daftarin novel ini ke wattys jadiii jangab lupa doain gw ya!!!
"Untuk Season 2 gimana?"
I dunno guys, gw masih fokus buat event wattys dan revisi ini novel. Mungkin bakal ada tapi ga sekarang. Jadi stay tune aja ya
Jangan lupa follow akun gw biar ga missing info. Thank u
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN'S MEMORIES
Mystery / ThrillerAnnasya ialah gadis bersorot tajam yang menyimpan banyak rahasia dalam dirinya. Sosoknya begitu dingin sampai membuat hatinya perlahan membeku. Sampai akhirnya sosok dinginnya perlahan mencair tatkala Algia masuk ke dalam hidupnya dan mulai membongk...