Anna terus saja memandang dirinya di depan cermin, akhirnya hari minggu datang juga. Ia sudah sangat menantikannya. Ia harap hari ini akan menjadi hari yang indah untuk Anna. Ia menurunkan egonya, padahal ia bilang ada janji dengan Zion. Tapi kenapa Gia tak kunjung sampai juga? Ini sudah lewat sekitar lima belas menit. Anna tidak suka menunggu.
"Maaf membuatmu menunggu," ucap Gia setelah sampai di depan rumah Anna.
Anna tidak menjawab, ia hanya menampilkan wajah datarnya
"Masih pagi sudah cemberut. Tersenyumlah, Anna. Bukankan kita akan bersenang-senang?"
Anna tersenyum hingga menampilkan gigi rapihnya itu dengan terpaksa. Gia terkekeh gemas kemudian membenarkan poni Anna dan memakaikan helm pada kekasihnya itu.
Anna tersenyum lalu menaiki sepeda motor Gia.
"Mau kemana?" Tanya Anna.
"Tidak tahu," jawan Gia sambil menahan tawanya.
Anna mencubit pinggang Gia kesal.
"Hanya bercanda, kak!"
Mereka sampai disebuah mall yang cukup terkenal di kota tersebut. Sebenarnya Anna ingin menolak untuk kencan di sini, ini terlalu ramai. Tapi Anna tidak ingin menghancurkan kencan ini dengan banyak meminta dan mengeluh.
"Kak, bagaimana kalo kita kesana?"
"Ah... tidak tidak sepertinya bermain timezone lebih seru.'
"Tapi perutku lapar. Makan dulu saja bagaimana?'
"Apa ada yang ingin kau beli, kak?"Gia terus saja berceloteh layaknya anak kecil yang banyak kemauan. Sedangkan Anna hanya diam mendengarkan celotehan Gia.
"Terserah kau saja. Aku mau menonton film baru saja.. Bye!"
Anna berjalan mendahului Gia, ia memilih menonton di bioskop. Walau ramai tapi setidaknya disana ia bisa tertidur jika filmnya membosankan.
"Huaa... ide bagus! Memang kau akan menonton apa, kaK? Film romantis cocok sepertinya," ucap Gia sambil menyeimbangkan langkahnya dengan Anna.
"Horor atau action mungkin."
"Tidak tidak! Itu menyeramkan, kak. Romance saja ya... kau harus lebih banyak belajar bagaimana caranya bercinta," paksa Gia.
"Bercinta?" Bingung Anna saat mendengar ucapan Gia yang sedikit ambigu itu. Bercinta dalam artian apa yang ia maksudkan?
Gia menggeleng cepat lalu tersenyum bodoh kemudian ia menggenggam lengan Anna dan segera memesan dua tiket.
Ternyata film tersebut akan dimulai sekitar empat puluh menit lagi. Mereka memutuskan untuk mencari makanan dulu untuk dimakan.
Setelah pesanan sampai, mereka segera menyantap makanan yang mereka pesan di tempat makanan cepat saji. Lebih tepatnya Anna yang duluan menyantap makanan tersebut. Gia sedang sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang ia lakukan sampai-sampai Anna diabaikan seperti ini.
Anna awalnya acuh tapi lama kelamaan ia jengkel juga. Makanan yang ia pesan bahkan sudah habis sedangkan milik Gia sama sekali belum tersentuh.
"Makanlah dulu."
Gia melihat ke arah Anna lalu tersenyum sampai menampilkan giginya.
"Kau sudah selesai?"
Anna mengangkat salah satu bahunya acuh. Sudah jelas makanan miliknya sudah habis. Kenapa harus bertanya? Apa pria ini tidak sadar seberapa lama ia sibuk dengan ponselnya sampai-sampai Anna bisa menghabiskan makanannya?
Pandangan Anna hanya terfokus pada pria di depannya yang sedang makan dengan elegan. Sangat bertolak belakang sekali dengan dirinya yang makan dengan tergesa-gesa.
"Apa kau tidak berniat menyuapiku, kak?"
Anna memandang Gia bingung. Apa tangan Gia sedang patah hingga ia meminta untuk disuapi?
"Tanganmu baik-baik saja kan?"
Gia mengangguk cepat setelah memperhatikan kedua tangannya.
"Kalau begitu untuk apa kau meminta untuk disuapi? Jika kau mau, tanganmu itu harus terluka dulu seperti tanganku waktu itu," jelas Anna.
"Apa itu harus? Em... kalau begitu patahkan tanganku, kak!" Seru Gia.
Anna tak kuasa menahan tawanya. Bisa-bisanya Gia mengatakan itu hanya demi disuapi? Usianya sudah dua puluh satu tahun tapi pemikirannya layaknya anak empat tahun. Oh ya untuk Anna sendiri, usianya kini sudah dua puluh dua tahun. Ya! Hanya setahun lebih tua dari Gia.
"Kenapa tertawa? Aku kan serius, kak."
"Serius?" Tanya Anna sambil memegang pergelangan tangan Gia.
"Ya, tentu! Coba saja," ucap Gia lalu mengangguk dengan sangat yakin.
Anna melepas pegangan tangannya. Ia mengacak gemas rambut Gia lalu berkata,
"Jangan konyol. Cepat habiskan!"
Gia mengangguk dan segera menghabis makanannya.
"Ah... kenyang," ucap Gia setelah itu ia bersendawa dan mengusap perutnya. Anna hanya terkekeh lalu meminum es kopinya kembali.
Gia kembali mengambil ponselnya dan sibuk dengan benda itu. Anna tidak mengerti, sebenarnya apa yang berhasil menarik perhatian Gia? Apa ia dapat hadiah dari suatu situs atau apa?
Anna mencoba mencari perhatian dengan menjatuhkan sebuah sendok. Tapi percuma saja, Gia masih sibuk dengan urusannya. Lihat, Anna malah terlihat seperti orang bodoh saat ini.
Anna ingin banyak berbincang dengan Gia saat ini, tapi... ya sudahlah.
Gia berhasil mengubah sebagian dari Anna yang cuek dan dingin. Terbukti, saat ini Anna ingin banyak bicara dengan Gia. Padahal dulu Anna sangat tak peduli dengan aktivitas orang lain dan tak banyak bicara.
Sebenarnya ini adalah perubahan yang cukup bagus. Tapi jika diabaikan seperti ini, siapa yang tak jengkel? Kalau tahu seperti ini, Anna pasti akan memilih menjadi Anna yang dingin. Tapi apa daya, ini sudah terlanjur. Es besar di dalam dirinya perlahan sudah mulai mencair.
"Gi." Panggil Anna. Ia sudah tidak kuat diabaikan Gia. Tapi Gia tak menoleh juga. Apa ia tak mendengar?
Anna memanggil Gia untuk kedua kalinya. Gia menatap Anna dengan salah satu alisnya yang terangkat.
"Kau sedang kencan dengan ponsel itu atau denganku?" Sindir Anna
"Maaf, Anna. Ini urusan penting," jawabnya diiringi cengengesannya yang menurut Anna sangat menyebalkan.
"Bisa tolong fokus padaku saja? Sekedar informasi, aku benci diabaikan," ucap Anna lalu berdiri dan hendak pergi dari sana.
To be continue.
Don't forget to vote, like and comment.
I need your support guys.
Thanks for reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN'S MEMORIES
Mystery / ThrillerAnnasya ialah gadis bersorot tajam yang menyimpan banyak rahasia dalam dirinya. Sosoknya begitu dingin sampai membuat hatinya perlahan membeku. Sampai akhirnya sosok dinginnya perlahan mencair tatkala Algia masuk ke dalam hidupnya dan mulai membongk...