7. Minuman

336 35 2
                                    

"Haus, nona? Silahkan ambil minumannya..." Ucap seseorang sambil menempelkan minuman kaleng dikening Anna. Itu Gia, ia tersenyum riang lalu duduk disamping Anna begitu saja

"Oh, kau? Terima kasih. Kau berjualan disini? Padahal tadinya aku kira kau adalah mahasiswa," Ucap Anna

"Enak saja! Aku ini memang mahasiswa, Kak!" Kata Gia tak terima karena di bilang penjual minuman kaleng.

Anna mencoba membuka minuman kaleng itu tapi tak bisa karena tangannya licin.

"Cih! Kenapa licin sekali," Gerutu Anna sebal

"Bukan begitu caranya, Kak! Begini saja masa tidak bisa," Kata Gia sambil menahan tawa.

"Begini," lanjut Gia sambil mendekat ke badan Anna lalu mencontohkan bagaimana cara membuka minuman kaleng yang benar.

"Iya-iya, terima kasih lagi lady boy," Kata Anna sambil meminum minumannya dengan sekali tegukan, Anna minum terburu-buru hingga bajunya basah tersiram air.

"Hey, apa maksudmu, Kak? Aku bukan wanita. Enak saja memanggil ku lady boy. Aku ini pria sejati tahu! Kata ibuku mengatai seseorang itu tak baik," jelas Gia tak terima sambil mempoutkan bibir nya. Tingkahnya ini benar-benar seperti anak kecil.

"Terserahku saja. Coba lihat dirimu kulit putih, mata besar, bulu mata lentik, bibir yang cukup seksi. Cantik bukan? Aku saja kalah."

Anna terkekeh lalu mengacak pelan rambut lembut Gia.

"Itu bukan cantik. Tapi tampan, bahkan banyak wanita yang jatuh cinta padaku asal kau tahu," sombong Gia.

"Tapi aku tidak," kata Anna lalu berdiri dan pergi ke toilet untuk mengganti bajunya.

"Wanita aneh. Apa harus ku buat kau jatuh cinta padaku juga?" Teriak Gia kepada Anna tetapi Anna tampaknya tak peduli dan melanjutkan jalannya.

Anna pun mengganti baju nya lalu keluar dari toilet. Terlihat Naya sedang jalan terpincang-pincang diikuti Jennie dibelakangnya.

"Apa kau lihat-lihat, jalang sialan!" Sinis Naya.

"Melihat wajahmu saja bahkan membuat ku mual, tuan putri. Kakimu itu lebih menarik perhatianku daripada wajahmu," jawab Anna dengan seringaiannya.

"Shut up!" Ucap Naya sambil mendorong bahu Anna hingga membuat Anna sedikit terdorong ke belakang.

"Benarkan dulu cara jalanmu itu, tuan putri. Setelah itu kau boleh mendorong tubuhku sesukamu."

Wajah Naya tampak sangat kesal lalu pergi daei sana. Anna yang melihat itu tentu hanya menampilkan senyuman khas miliknya. Pandangan Anna berpindah ke arah Jennie yang terus menatapnya tajam.

"Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau menyukaiku?" Tanya Anna.

"Cih, jalang! Jangan mengganggu temanku," ancam Jennie.

"Kurang kerjaan sekali aku mengganggunya. Biarkan ku bertanya, jadi kapan aku mengganggu temanmu itu. Bukankah sebaliknya?"

"Satu pertanyaan lagi. Kau sungguh berteman dengan dia? Baguslah, padahal aku kira kau hanya dijadikan budak olehnya," rambah Anna.

Jennie hanya diam lalu pergi begitu saja menyusul Naya. Anna tersenyum senang, menjatuhkan mental lawan bicaranya memang sangat menyenangkan.

Anna memasuki kelasnya yang masih sepi. Jelas saja sepi, semua mahasiswa kelas Anna kan masih berolahraga. Hanya dia yang berani mengganti pakaian duluan dan pergi ke kelas duluan. Lagipula tak ada lagi yang harus ia lakukan di lapangan. Lebih baik ia diam di kelas daripada menjemur diri di lapangan.

Sekitar lima belas menit kemudian, semua mahasiswa kelas Anna kembali ke kelas dan mata kuliah selanjutnya pun dimulai.

Setelah lumayan lama akhirnya waktu pembelajaran habis. Anna menggendong tas ransel putih miliknya dan berjalan menuju parkiran. Akhirnya ia bisa pulang, padahal ini hari pertamanya kembali kuliah tapi ia sudah malas dan merasa lelah.

Namun baru saja sampai lapangan, tiba tiba seseorang menarik rambut Anna yang diikat satu dari belakang, spontan Anna berbalik dan menodongkan pisau lipat kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana pada orang itu. Inilah gunanya berjaga-jaga.

"Wah, santai saja sayang tak perlu mengeluarkan pisaumu," Kata orang tersebut dan ternyata ia adalah Andra.

"Ck! Apa, sih?" Tanya Anna sambil menyimpan kembali pisaunya didalam jaket.

"Ayo, bertandinglah denganku," ajak Andra

"Bertanding apa lagi? Aku tak tertarik. Permisi,"

Anna sangat malas sungguh, ia hanya ingin pulang sekarang ini. Anna berjalan meninggalkan Andra tapi pria itu menahan lengannya.

"Basket. Apa kau lupa? Ini perintah langsung dari coach dan kata coach kau sudah setuju tadi," kata Andra

"Itu tadi. Sekarang sepertinya aku tak setuju," tolak Anna lagi. Kenapa ia memaksa?

Anna segera pergi ke parkiran untuk mengambil sepeda motornya. Lalu Anna pun mampir ke taman kota. Tempat biasa ia menenangkan diri.

Ia pun duduk dan merokok dengan santai sambil m'mandangi sekitar.

"Wanita itu tak pantas merokok," Ucap seseorang sambil membuang rokok yang sedang di pegang Anna.

"Ck! Apa-apaan, sih?" kata Anna berdecak kesal pada orang itu. Siapa lagi kalau bukan Gia. Kenapa ia selalu ada di tempat Anna ada? Lagian untuk apa ia kemari, padahal kan ini tidak hujan.

"Lebih baik kau makan ini seniorku yang manis daripada merokok," Kata Gia sambil memasukkan permen ke mulut Anna. Karena kesal Anna pun menggigit jari Gia saat ia mencoba memasukkan permen ke mulut Anna.

"Sial! Sakit bodoh!" Marah Gia sambil menarik jari nya yang Anna gigit. Anna hanya bisa terbahak-bahak sekarang sampai permen yang masih utuh itu tertelan.

Anna terbatuk-batuk karena permen itu tersangkut di tenggorokan. Sial
Dengan sigap  Gia memberikan minum pada Anna sambil memijat leher Anna

"Jangan menyentuhku! Ini gara-gara kau tahu,"" Kesal Anna setelah permen itu berhasil keluar.

"Diberi bantuan bukannya terima kasih," Kata Gia sambil mempoutkan bibirnya dan membelakangi posisi duduk Anna.

"Jadi, ceritanya kau sedang berlaga marah, hah?" Kata Anna sambil senyum meremehkan.

"Ya benar. Aku marah M A R A H!" Kata Gia sambil mengeja kata marah dengan penuh penekanan.

Anna hanya tertawa lepas melihat sikap kekanakan Gia.

"Malah tertawa," ucap Gia kesal.

"Terima kasih,"

Gia menoleh ke arah Anna saat gadis itu mengucapkan terima kasih padanya.

"Ehe... sama-sama. Kak! Apa kau tahu bahwa barusqn kita sudah... "

"Sudah apa?" Potong Anna saat Gia tengah menjelaskan sesuatu.

"kita sudah berciuman tak langsung tadi,* kata Gia dengan cepat.

"Hah? Idiot,"

"Serius, Kak! Kau kan tadi sudah minum di botol bekas bibirku, Kak,"

"Apa-apaan? Itu hanya botol dan aku hanya minum!" Sanggah Anna sambil mengelap kasar bibirnya dengan tangan.

"Haha. Bercanda, kak! Tapi kalau mau beneran juga tak masalah," goda Gia sambil menahan tawa. Anna yang mendengar itu hanya diam. Akan repot jika ia terus meladeni pria childish ini.

Tbc
Don't forget to vote, like and comment
Thanks for reading

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang