"Pelan-pelan."
Gia terus saja mengingatkan Anna untuk berjalan pelan. Saat ini mereka sedang menuju kelas Anna dengan tubuh Anna yang dibopong oleh Gia.
Ini sudah dua hari sejak Anna keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, Anna memutuskan untuk memulai kembali rutinitasnya sebagai mahasiswa. Ia sudah bisa berjalan walau harus berpegangan pada tembok dan masih sedikit terpincang-pincang. Tangan kirinya juga masih menggunakan penyangga.
Anna berusaha berjalan secepat mungkin sedangkan Gia terus saja mendengus sebal. Ia takut bila kekasihnya itu jatuh.
"Cepat, Gi. Aku tak mau jadi pusat perhatian seperti ini."
Perkataan Anna sangat benar, sejak tadi banyak pasang mata yang menatap bingung pada mereka dan itu membuat Anna risih. Bahkan sebagian dari mereka mencibir.
"Santai saja. Kalau mau cepat, aku akan menggendongmu," kata Gia diiringi senyum nakalnya.
Anna menatap tajam ke arah kekasihnya itu. Gendong apanya? Apa ia sudah gila?
Setelah sampai di kelas, Anna disambut oleh suara melengking Sina dan Clara.
"Anna!! Darimana saja kau?! Sakit tapi tak memberitahu kami dimana rumah sakitnya."
"Kau tahu? Kami sangat cemas."
"Kau tak lupa ingatan kan?"
"Selama kau tak ada, ipk punyaku kecil semua tahu."
Sina dan Clara terus saja berbicara tanpa jeda. Sedangkan hanya memutar malas bola matanya.
Naya dan Jennie menatap sinis Anna saat melewati bangkunya. Lalu Naya berkata,
"See, girls! Apa sekarang j*lang ini menjadi seorang yang cacat?"
"Bahkan tadi ku lihat Gia membopong Anna sampai kesini. Bagaimana bisa pria berkelas seperti dia mau dibodohi wanita murahan seperti dia," Saut Jennie.
"Betul sekali! Kau tahu, Jen? Padahal dulu Gia hanya mau melakukan hal manis padaku saja."
Anna yang awalnya tidak peduli menoleh pada Naya. Ia geram, tidak! Bukan karena ucapan terakhir Naya. Tapi karena Anna mengingat betapa liciknya ayah dari Naya. Sebenarnya ia sedikit penasaran dengan perkataan terakhir Naya. Namun, ia tahu jelas membahasnya sekarang kurang pas. Lagipula, Anna tak peduli akan masa lalu. Masa lalu biarlah berlalu lebih baik fokus di hari ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan.
Anna yang kesal itu, kini sudah berdiri dari duduknya dan bersiap menghujani Naya dengan kata-kata yang lebih tajam, Gia yang melihat itu mengusap-usap punggung Anna guna memberi ketenangan, kemudian ia berkata,
"Aku tidak dibodohi dan jangan membahas masa lalu lagi. Terakhir, jangan pernah berani menyentuh wanitaku."
Anna memasang smirk-nya dan menatap tajam Naya seolah mengisyaratkan untuk tidak macam-macam padanya. Saat ini, Anna merasa menang ketika Gia dengan terang-terangan membela dirinya. Nampak jelas wajah Naya yang kesal setengah mati, Jennie yang melihat kawannya itu diam.
Naya pergi menjauh dari sana, ia merasa dipermalukan. Apalagi sekarang, Clara dan Sina sedang mati-matian menahan tawanya.
Perdebatan berakhir karena dosen datang dan mata kuliah segera di mulai. Anna yang ketinggalan materi itu segera melapor pada dosen. Akhirnya dosen itu menyuruh Anna ke perpustakaan untuk mempelajari materi yang tertinggal disana sekaligus mencari referensi.
"Boleh aku mengantar dia? Kakinya sedang cedera, pak," izin Bintang.
"Ck, manja sekali. Padahal baru segitu. Sekalian gendong," cibir Naya.
"Dia benar-benar cedera. Aku sebagai pengurus kelas harus peduli bukan? Aku akan mengajari dia materi yang kemarin-kemarin. Bukankah ini akan memudahkanmu, pak?" Kata Bintang.
"Aku bisa sendiri," celetuk Anna lalu berjalan keluar dengan terpincang-pincang. Sang dosen yang melihat kondisi Anna seperti itu langsung mengizinkan Bintang untuk menemaninya.
"Mau ku gendong atau pegangan saja?" Tanya Bintang.
"Jika aku ringan mungkin aku ingin de gendong tapi sayangnya tubuhku berat." Canda Anna lalu berpegangan pada Bintang.
Mereka melewati anggota klub basket yang sedang duduk-duduk santai di koridor perpustakaan.Anna melirik sekilas ke arah mereka. Tampak Tio yang terus menatap lekat ke arah Anna.
"Wah, ada apa dengan kaki dan tanganmu sayang?" Kata Andra tiba-tiba.
Anna hanya berdecak dan menatap malas mereka. Ini baru hari pertama ia masuk kampus. Sudah diganggu oleh orang-orang sialan ini. Tahu begini, ia lebih baik berbaring di dalam kamarnya, ketimbang pergi ke kampus.
"Ayo jalan aku malas," pinta Anna pada Bintang.
Andra tersenyum jahil lalu memukul pelan lengan kiri Anna. Sebenarnya apa sih yang ia mau? Melukainya?
"Hey, apa-apaan kau!" Marah Bintang.
Anna dengan santai berjalan mendekati Andra.
"Menyerang ketika lawan sedang sakit itu pengecut, sayang."
Setelah membisikkan itu Anna terlihat'mengusap pipi Andra lalu turun ke dagunya dan mencengkram kuat dagu Andra. Setelah itu Anna mendorong tubuh Andra dan pergi dengan berpegangan lagi pada Bintang.
Andra hanya diam menatap kepergian Anna. Ia tak menyangka Anna akan melakukan hal tadi. Wanita ini sangat unik, ia berbeda dengan wanita-wanita lain di luar sana. Orang lain biasanya akan menangis dan takut saat diledek oleh Andra, tapi tidak dengan Anna. Ia justru melawan dengan tatapan sangarnya.
"Terima kasih.' Kata Anna setelah mereka sampai di perpustakaan.
"Aku akan mencari bukunya. Tunggulah," kata Bintang lalu menjauh dari Anna.
"Eh? Ada kau, kak." Gia yang sedang duduk di kursi penjaga perpustakaan itu berbinar.
Ia segera menghampiri Anna dan duduk disampingnya."Dimana penjaganya?" Tanya Anna.
"Ke toilet. Eh, kak. Mau apa kau kesini? Mau menemui pacarmu, kah?" Tanya Gia dengan percaya diri.
"No, baby! Sayang nya tidak," jawab Anna
Gia mendengus sebal. Wajah riangnya pun pudar setelah mengingat bahwa tadi Anna berpegangan pada pria lain. Hatinya panas, ia cemburu.
"Kau sendiri? Sedang apa di sini?"
"Hanya melihat-lihat saja," jawab Gia.
Bintang kembali dengan membawa beberapa buku di tangannya. "Ini, Anna. Ayo, biar aku ajarkan."
Bintang dan Anna mulai berbincang tentang materi yang akan mereka bahas. Gia menatap malas ke arah mereka kemudian berdecak sebal.
"Pulang sekolah aku akan mengantarmu. Bye." Ucapnya lalu pergi begitu saja.
Anna mengernyit heran menatap kepergian kekasihnya itu. Ia berjalan cepat dengan beberapa hentakkan dari kakinya. Ada apa dengan pria itu.
"Pria itu siapa? Aneh sekali. Pergi begitu saja dengan bibir yang mengerucut seperti piramida," celetuk Bintang.
Anna tertawa geli mendengar ejekan Bintang pada pacarnya. Bibir seperti piramida? Sungguh, kalimat itu membuat tawa Anna pecah. "Dia pacarku."
Bintang menganga seolah tidak percaya. "Serius? Seorang Anna yang ku kira adalah
Wanita tangguh dan keren berpacaran dengan pria kekanakan dengan bibir piramida tadi?"Anna memutar bola matanya dan mengangkat salah satu bahunya acuh saat melihat Bintang tertawa puas setelah mengejek kekasihnya.
To be continue.
Don't forget to vote, like and comment
Give your support here.
Thanks for reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN'S MEMORIES
Mystery / ThrillerAnnasya ialah gadis bersorot tajam yang menyimpan banyak rahasia dalam dirinya. Sosoknya begitu dingin sampai membuat hatinya perlahan membeku. Sampai akhirnya sosok dinginnya perlahan mencair tatkala Algia masuk ke dalam hidupnya dan mulai membongk...