23. Love Rain

256 28 1
                                    

"Apa aku boleh meminta suatu hal?"

Gia menoleh dengan wajah bingungnya, sedetik kemudian ia mengangguk dan tersenyum riang.

"Bawa aku ke rooftop."

"Tapi di luar sana gerimis, kak!"

"Justru itu, Gia... aku ingin melihat hujan malam ini."

Gia menggeleng, ia tak mau Anna tambah sakit hanya karena ia ingin melihat hujan. Anna berdecak sebal lalu menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya. Gia yang melihat tingkah Anna akhirnya pasrah.

"Tidak perlu marah. Ayo, sebelum hujannya bertambah deras."

Anna mengeluarkan kepalanya dari selimut kemudian mengangguk. Akhirnya ia bisa keluar.

"Tapi aku akan menggendongmu sampai sana. Aku tidak mungkin membiarkanmu dengan kondisi seperti ini menaiki tangga," ucap Gia.

"Aku tidak lumpuh. Yang terluka parah hanya tanganku, kakiku masih bisa berjalan walau pincang."

Gia menatap Anna lama lalu berkata,
"Tidak jadi saja kalau begitu."

Mendengar ancaman Gia akhirnya ia pasrah dan membiarkan tubuhnya di gendong oleh Gia.

Setelah perdebatan singkat tersebut, akhirnya Gia mulai menggendong tubuh Anna di depan. Tadinya Gia ingin menggendong belakang Anna. Namun karena lengan kiri Anna memakai arm sling, ia mengurungkan niatnya karena takut Anna tak bisa pegangan dan jatuh. Gia terlalu khawatir sampai-sampai ia memperhatikan hal kecil seperti ini, padahal Anna masih bisa berpegangan menggunakan lengan kanannya.

Mereka sampai disana setelah menaiki beberapa anak tangga. Taman yang berada di rooftop itu terlihat sangat indah dengan rintikkan hujan yang membasahinya. Jangan lupakan bulan purnama yang cahayanya tertutup oleh awan. Ini sangat indah..

Di sana juga terdapat kursi santai beserta meja dan payung yang berbentuk kanopi. Gia duduk disana, meluruskan kakinya dan bersandar di sandaran kursi tersebut. Tubuh Anna masih setia berada di atas badan Gia. Anna sempat memberontak untuk melepaskan diri. Tapi Gia malah mendekap tubuhnya dengan erat dan berkata,

"Jangan coba-coba pergi dariku. Cukup sandarkan kepalamu di dadaku dan nikmati pemandangan."

Anna berdecak sebal, namun ia tetap menuruti ucapan Gia. Setelah itu mereka sama-sama terdiam.

"Kak, apa kau sudah tahu jawabanmu?"

"Jawaban soal apa?"

Gia mendengus saat mendengar Anna malah bertanya balik. Ia tahu persis bahwa wanita ini pura-pura lupa.

"Sepertinya ingatanku hilang setelah tertimpa reruntuhan," lanjut Anna.

"Reruntuhan apanya?"

Gia bingung bukan main, apa yang Anna katakan? Tertimpa reruntuhan? Apa maksudnya?

Anna mengumpat dalam hati, kenapa ia bisa sampai keceplosan? Sial.
Anna dengan cepat menggeleng lalu ia mengeratkan pelukannya pada Gia dan menyembunyikan wajahnya di dada Gia.

Anna tahu persis jika Gia penasaran ia pasti akan terus bertanya. Biar saja ia melakukan hal memalukan dengan memeluk Gia lebih erat.

"Kau ini aneh-aneh saja. Jadi apa jawabannya?"

Gia terkekeh melihat tingkah manja Anna. Ia mengelus-elus rambut Anna dengan lembut. Rencana Anna kali ini berhasil, ia sukses mengalihkan topik pembicaraan barusan.

"Maaf, Gia. Tapi aku tidak bisa bersama dengan orang yang baru saja memintaku menjadi kekasihnya, tapi malah pergi dengan wanita lain."

"Wanita siapa? Ryu? Dia hanya teman dekat Anna. Wanita yang berada di hatiku saat ini hanya kau tahu, kak."

Anna tidak menjawab ucapan Gia, Gia yang melihat itu tersenyum lebar namun penuh arti.

"Apa kau cemburu?"

Anna mendongak menatap tajam Gia. Ia bukan cemburu, ia hanya tidak suka melihat itu. Gia masih terus menatap Anna dengan alisnya yang ia naik turunkan.

Anna memalingkan wajahnya lalu menggigit pelan jari Gia yang berada di pundaknya.

"Sial, apa-apaan ini? Sakit, kak!"

Gia dengan sigap menarik jarinya menjauh sedangkan Anna hanya terkekeh lalu tersenyum lebar.

Wajah Gia yang tadinya kesal berubah menjadi sumringah saat melihat Anna tersenyum lebar.

"Eh, kau tersenyum, kak. Ayoo, tunjukkan lagi," ucap Gia dengan semangat.

Senyuman Anna luntur seketika setelahnya. Ia memikirkan banyak hal. Jika diingat-ingat lagi, Anna lebih sering tersenyum akhir-akhir ini. Dan Anna sadar 100% senyum miliknya kembali seiring dengan datangnya Gia. Ia membawa banyak perubahan dan kebahagiaan di hidup Anna.

Apa ini saat yang tepat untuk memulai hidup baru dan membuka hati? Anna sangat ingin melakukannya. Tapi kalau boleh jujur ia agak sedikit takut. Ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi nantinya.

"Ck, malah melamun. Tapi sudahlah, aku berjanji akan membuatmu menunjukkan padaku senyuman tulusmu itu," celetuk Gia.

"Apa kau merasakan, apa yang aku rasakan malam ini, Anna? Ini adalah malam yang indah, hujan turun dengan tenang walaupun bulan pada malam ini tertutup awan, sih. Tapi itu sama sekali bukan masalah karena hal yang paling indah disini itu hanya kau Anna... Rasanya hidupku hampir sempurna saat ini," kata Gia.

"Penjilat. Jika dibandingkan tentu bulan lebih indah, bodoh," potong Anna.

"Sttt, diam dulu. Aku belum selesai."

Setelah itu Gia menarik nafasnya dan menatap lekat Anna.

"Aku tak peduli dengan masa lalu mu, ucapan orang tentangmu ataupun kekuranganmu. Yang pasti kau selalu indah bagiku. Semenjak mata ini melihatmu aku sudah tahu bahwa kau milikku. Aku ingin kau menyempurnakan hidupku, Anna. So, would you be mine?"

Anna berdegup kencang, wajahnya memerah dan telapak tangannya dingin. Ia sangat ingin mengatakan bahwa ia mau. Tapi itu sangat memalukan. Gengsinya terlalu besar. Akhirnya ia hanya mengangguk kecil.

"Aku sudah bilang panjang lebar dan kau hanya mengangguk? Ck, kau ini. Harusnya kau bilang, iya aku mau Algia. Lalu kau memelukku dan mencium... '

"I love you," kata Anna memotong ocehan Gia, ia juga menaruh jari telunjuknya di bibir Gia agar ia diam.

Gia senang bukan main, lalu ia menciumi wajah Anna. Mulai dari kening, pipi dan hidung. Baru saja Gia ingin mencium bibir Anna, wanita itu memalingkan wajahnya.

"Aku tidak bilang bahwa aku setuju untuk jadi milikmu kan? Jadi kau belum bisa mendapat ini, Gia."

Anna menyeringai melihat wajah kesal Gia.

"Apa-apaan? Pokoknya kau itu milikku."

"Berjanjilah untuk tidak menyakitiku, jika kau melakukannya aku bisa lebih menyakiti bahkan menghancurkan dirimu," kata Gia.

"Menyakiti apanya? Justru aku akan memberimu banyak cinta."

Anna merinding mendengarnya. Ini sangat menggelikan.

"Menjijikkan! Bawa aku ke kamar, aku mengantuk," titah Gia.

Gia menurut dan menggendong Anna lagi menuju kamar inap Anna.

"Love rain," lirih Anna.

"Dibandingkan mencintai hujan, aku lebih mencintaimu. Tapi aku harus berterima kasih padanya. Berkat dia aku bisa menemukanmu bahkan memilikimu," celetuk Gia.

Anna bersyukur pada Tuhan karena telah membiarkannya bahagia malam ini. Ia harap kebahagiaan ini terus berlanjut dan sesuatu yang buruk tak akan terjadi pada mereka.

To be continue.
Don't forget to vote, like and comment.
Thx for reading.

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang