8. Teguran

324 37 0
                                    

"NA! KAU DI PANGGIL DEKAN SEKARANG!" Teriak Sina saat para mahasiswa tengah mwngisi beberqpa soal. Dosen sedang keluar sebentar tadi. Anna menatap Sina dwngan penuh tanda tanya. Jangan lupa teriakannya tadi yang membuat para mahasiswa menatap Anna bahkan beberapa daei mereka kembali mencibir.

"Ada apa?" Tanya Anna saat Sina sampai di hadapannya

"Tidak tahu tapi tak apa, biar kami temani,"  ucap Sina yang langsung diangguki Clara.

"Tak perlu," tolak Anna lalu menuju ruang dekan. Tak lama ia pun sampai dan masuk ke dalam ruangan tersebut. Hawa di ruangan ini benar-benar beebeda. Begitu menegangkan. Dekan menatap Anna ganas dengan tangan yang terlipat didepan dadanya.

"Ada apa?' Tanya Anna dengan wajah santainya.

"Kau masih bertanya?" Ketus sang dekan.

Anna hanya mengangkat bahu nya acuh.  Dekan pun menghela nafas lalu berkata,

"Kau membawa benda tajam kan? Apa kau tidak tahu peraturan disini? Itu membahayakan orang lain,Annasya."

"Ini maksudmu?" Kata Anna sambil mengeluarkan pisau lipatnya. Ia menampilkan seringainya. Ternyata Andra mengadu pada dekan ini ya. Payah!

"Berani sekali kau. Berikan pisau itu, kau membuat mahasiswa disini tak nyaman," pinta sang dekan sambil mengambil paksa pisau Anna.

'Apa salahnya? Lagipula itu tidak aku gunakan untuk membunuh orang. Ini bentuk pertahanan diri," Jelas Anna. Memang benar sih, waspada tak ada salahnya kan?

Dekan yang mendengar jawaban Anna itu sempat terdiam dan berpikir.

"Ah! Iya, pak? Bisa kembalikan pisauku? Kalau kau mau ambil saja pisau yang lain di rumahku. Tapi jangan pisau yang kau pegang itu."

Anna membelalakkan matanya saat melihat sang dekan mematahkan pisau lipat miliknya dengan tangan tanpa merasa bersalah.

"Hey, pak! Itu pisauku. Apa yang kau lakukan? Apa kau tahu perjuangan ku mendapatkan pisau itu, hah?!"  Marah Anna sambil berdiri dari duduknya. Sebenarnya itu hanyalah pisau lipat biasa, harganya pun tak mahal. Tapi itu sangat berharga bagi Anna.

"DIAM!" Sentak sang dekan sambil menggebrak meja.

Anna memutar bola matanya malas sambil menghembuskan nafas kasar,

"Merepotkan sekali dekan yang satu ini Tuhan," gerutu Anna.

"Berhenti membawa benda-benda tajam atau akan saya keluarkan dari kampus," ancamnya.

"Um... seperti nya jangan dulu, pak. Aku belum bosan berada disini. Jadi mungkin bulan depan atau dua bulan ke depan baru bapak boleh keluarkan saya dengan senang hati," Ucap Anna dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.

"Ah, iya satu lagi. Kemarin saya dapat laporan bahwa selama kau di skors kau sering pergi nongkrong dan merokok. Benar?" Dan juga saya mendapat laporan bahwa baru-baru ini kamu melakukan hal tidak senonoh dengan salah satu mahasiswa berprestasi disini. Benar?" Tanya dekan.

"Ok begini Bapak Dekan yang terhormat. Lantas apa yang harus aku lakukan disaat aku di skors. Memaksa untuk masuk kampus? Yang benar saja! Dan soal hal tak senonoh? Mahasiswa berprestasi? Apa lagi itu? Bahkan aku tak tahu kampus ini memiliki mahasiswa berprestasi. Ngomong-ngomong mahasiswa disini sangat suka sekali ya mengadu?" Ucap Anna panjang lebar.

"Lalu apa maksud dari semua ini?" Ucap dekan itu sambil menunjukkan kejadian Anna dan Gia di perpustakaan.

"Astaga! Bapak ini dekan kampus besar bukan? Mengapa berpikir pendek bagai anak TK. Rekaman ini hanya berdurasi tiga detik dan hanya menampilkan bagian dimana aku seperti akan dicium oleh pria itu."

"Siapa yang memberimu rekaman ini, pak? Tidak cerdas sama sekali. Coba bapak ke ruang security lalu cek rekaman itu. Di detik berikutnya bapak akan melihat pria itu hanya hendak mengambil buku," tambah Anna.

"Lagi pula aku tak kenal dengannya. Namanya saja aku tak tahu," ucap Anna lagi tanpa membiarkan dekan mengeluarkan suaranya.

Anna pun keluar daei ruangan penuh fitnah itu tanpa permisi.

"Hey, saya belum selesai bicara!" Panggil sang dekan yang sama sekali tidak dipedulikan Anna.

Saat menuju kelas tiba-tiba seseorang menginjak kaki Anna. Apa lagi ini? Kenapa kampus ini penuh kesialan untuk Anna?

"Sialan! Maksudmu apa, hah?" Kesal Anna sambil menatap tajam orang itu.

"Hai, Kak! Apa kau sudah tahu??? Foto kita berdua ada di papan pengumuman tahu.. Aku terlihat tampan difoto itu," kata Gia. Ya! Orang yang menginjak kakinya itu adalah Gia.

Anna tak mengerti isi kepala pria bernama Gia itu. Bagaimana bisa ia malah senang saat fotonya yang terlihat akan mencium Anna tersebar. Bukankah itu akan merusak citranya sebagai mahasiswa berprestasi?

"Tampan apanya, Tuan Gia? Karena tingkahmu aku dipanggil dekan," ucap Anna.

'Bagaimana kakak tahu namaku?? Ah apa jangan-jangan kakak mulai menyukaiku dan mencari tahu tentangku kan?"  Kata Gia dengan percaya diri. Anna yang mendengar nya hanya mendengus. Rasanya ingin ia robek bibir tebalnya itu

"Namamu tertulis di almamater yang kau pakai," Jawab Anna malas.

"Ah iya, kak? Apa kau tahu? Mahasiswa  disini mengira kita adalah sepasang kekasih. Keren bukan? Haruskah aku menjadikanmu kekasih betulan kak?" Ucap Gia lagi.

Anna hanya diam sambil terus memaki Gia didalam hatinya. Anna kesal bukan main, bahkan saat ini jantungnya berdebar karena ulah pria ini.

"Kenapa diam kak? Kau tersipu ya?? Tapi aku hanya bercanda," Kata pria itu lalu berjalan dan pergi melewati Anna diiringi tawa renyahnya itu

Anna yang melihat itu hanya mendecih sebal. Namun ia bersyukur karena ia tak perlu lagi mendengar omong kosongnya itu.

Mata Anna masih memperhatikan kemana perginya Gia. Hingga akhirnya Gia membalikkan badannya dan menatap Anna lalu memberikan flying kiss-nya.

Anna menatap tajam Gia sambil mengacungkan jari tengahnya. Cukup! Jangan buat Anna kesal lagi

Anna pun kembali berjalan menuju kelasnya lalu mengambil spidol. Ia pun keluar dari sana menuju papan pengumuman. Ia ingin tahu siapa yang berani memotret dirinya.

Sepanjang jalan telinga Anna panas karena ucapan orang-orang. Walau ia tak peduli tapi rasanya menyebalkan juga jika setiap hari harus menerima cibiran dan hinaan.

Anna pun sampai di depan papan pengumuman dan benar saja.  Disana terdapat fotonya dan Gia. Foto itu berukuran besar. Niat sekali!

Anna mengerutkan dahinya saat membaca tulisan di ujung foto itu.

Kenapa harus memotret diam-diam? Padahal aku siap bergaya jika kau mau memotret ku. Oh ya! Jangan ganggu wanita ini.

Ya kira-kira begitulah isinya. Anna menebak ini pasti kerjaan Gia. Lalu Anna pun menuliskan kalimat di foto itu dengan spidol yang ia bawa. Ia menulisnya dengan ukuran besar dan tebal

Menjatuhkanku seperti ini tak ada gunanya.

Itu lah yang Anna tulis. Ia menyeringai dan pergi dari sana

To be continue.
Don't forget to vote, like and comment
Thx for reading

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang