44. Terungkap

4 0 0
                                    

Sebelum ke gedung lama, Anna dan Zion pergi ke markas mereka saat ini. Mereka memasuki markas, terlihat beberapa agen yang sudah siap dengan senjata rahasia dan pakaian anti peluru.

"Ck, ada apalagi, sih? Aku baru saja terleleap, mengganggu," keluh Zion.

"Cih, terlelap selepas bermain, hah?" Cibir Anna.

CL menatap tajam Zion dan berkata, "Jika tidak ingin di ganggu, berhenti saja menjadi agen." Zion diam, ia paham. Kali ini CL sedang serius, biasanya CL akan bercanda tapi kali ini wanita itu terlihat sangat serius dengan beberapa kecemasan yang ada terlihat di sorot matanya.

"Masalah utamanya adalah agen nomor satu berpihak kepada GD. Ia mengancam jika kita tidak menemui mereka maka wanita itu akan membocorkan rahasia kita dan klien kita. Mereka juga bilang hanya akan memberi penawaran, jadi mungkin tidak ada pertumpahan darah. Tetap waspada," jelas CL memberi arahan.

Anna berdecak, "GD? Ck, melihat wajahnya saja membuatku muak dan ingin menusuk mata menyebalkan itu."

"Jangan ceroboh," tegur CL yang tahu jelas bahwa Anna cukup agresif ketika berhadapan dengan lawan.

Setelah melakukan pengarahan dan persiapan, mereka segera menuju gedung yang merupakan markas lama. Total agen yang terlibat kali ini hanya sekitar sepuluh orang termasuk Anna. CL menghela napasnya sebelum masuk ke dalam, ia tidak menyangka ia melangkahkan kaki lagi ke tempat awal ia merintis karirnya. Ia pun masuk diikuti dengan yang lainnya.

"Hampir terlambat dua menit," celetuk GD setelah melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul dua belas kurang dua menit.

Anna berdecak, "Cukup katakan saja apa yang kau mau," kesal Anna. Entahlah rasanya ia sangat kesal dan muak melihatnya.

GD terkekeh, "Ayahmu tidak suka melihat anak pemarah, loh." Anna menatap GD tajam. Ia mengedarkan pandangannya, hanya ada beberapa orang agen dari pihak GD. Terlalu sedikit, tidak mungkin.

Seorang wanita berusia hampir kepala tiga datang dari belakang GD dengan wajah riangnya. "Hi, kapten!" Sapanua.

CL menatap wanita yang berusia lima tahun dibawahnya. Ia masih ingat betul bagaimana ia mengajari wanita itu menjadi seorang agen yang cerdik. Tapi kecerdikannya itu malah ia gunakan untuk berkhianat. Saat itu agen nomor satu berusia seperti Anna, kini ia telah menjadi wanita dewasa yang cantik.

Wanita itu menghampiri Anna dan menangkup pipinya. Sedangkan Anna menatap tajam wanita di depannya dengan tangan yang terkepal. "Wah, kau sudah besar, Anna! Cantik," pujinya.

Anna menepis kedua tangannya yang menempel di wajahnya. Dulu Anna sangat mengagumi wanita ini. Anna ingat ketika ia termotivasi menjadi agen yang muda yang cerdik dengan wajah riang. Ia sangat memuja agen nomor satu. Wanita itu juga sangat baik kala itu. Ia ingat diajarkan memakai pistol dan memanah, ia sangat baik. Namun, setelah mengetahui ia berkhianat, rasa hormatnya hilang.

"Kau tumbuh jadi orang yang dingin dan penuh kebencian ya? Kasihan," ucapnya sambil mengelus-elus rambut Anna. Lagi-lagi Anna menepis keras tangannya tanpa mengatakan apapun.

"Agen andalanmu ada di pihakku. Ada dua pilihan, menjadi anak buahku atau membocorkan rahasia kalian dan klien yang kalian urus," tutur GD.

Kelompok agen yang dipegang CL memang menyimpan banyak rahasia, dulu saat ia dan GD berada di naungan pemerintahan, CL banyak berurusan dengan klien untuk kepentingan politik. Dan setelah mereka keluar dari pemerintah, klien politisi itu masih sering menggunakan jasa CL. Jika rahasia itu bocor maka agennya bisa terancam. Bisa juga dihukum oleh pemerintahan karena illegal. Mereka bisa saja menyeret GD namun mereka tidak cukup bukti.

CL bisa saja membunuh agen nomor satu untuk menghilangkan jejak. Tapi tidak lagi, ia tidak mau merenggut nyawa seseorang. Ia bukan tuhan, dalam pertarungan pun ia akan berhenti ketika lawannya tidak berdaya dan tidak berniat membunuhnya.

"Dan ya sebenarnya ada beberapa klien yang memintaku untuk menghilangkan kalian. Mereka bilang nyawa harus diganti dengan nyawa. Kalian sadar kan berapa nyawa yang kalian renggut?" Tambah GD.

"Berlaga jadi malaikat pencabut nyawa? Cih," cibir Zion.

GD beralih menatap Anna, "Ayahmu pasti merindukanmu di surga sana. Em... Itu pun kalau dia masuk surga, sih."

Anna mengepalkan tangannya erat, sial. Ia menjadikan trauma Anna sebagai senjata. "iblis berlaga seperti malaikat. Kau yang menjaga surga, hah?" Kesal Anna.

"Jadi apa yang kau mau?" Tanya CL. Jika diteruskan akan panjang.

"Yaya sesuai permintaan mereka, aku akan membuat kalian pergi ke neraka untuk menebus dosa.  Tapi yaa kalau mau masih hidup, cukup jadi bawahanku," kata GD dengan sombong.

CL menatap remeh "Lebih baik kita keluar dan pergi jauh. Buang-buang waktu," Titahnya. Saat mereka akan keluar, GD segera memerintahkan anak buahnya untuk menahan mereka. Pertempuran pun terjadi.

Mereka berusaha keluar kecuali Anna. Ia mencoba mendekati GD. Baginya, tidak ada kata mundur, kalaupun ia mati ya sudah. Yang penting ia tidak mundur. Anna mengejar GD yang berjalan menuju pintu darurat gedung. GD berbalik dengan satu alis terangkat. "Ada apa?"

Anna berhenti melangkah, kini mereka berhadapan dengan jarak satu meter.

"Maaf ya, nona. Aku tidak pernah bermaksud menghancurkan hidupmu," kata GD.

"Yang salah disini bukan aku. Jadi tidak perlu membalas dendam  Aku hanya menuntaskan misi dari klieanku. Biar aku ceritakan sebuah kisah," tambahnya.

Anna diam dan menyimak apa yang ia katakan. Ia harus berhati-hati. Ia pria manipulatif. 

"Saat itu ayah dan ibumu adalah seorang ilmuwan. Mereka bergerak di bidang farmasi. Mereka mencari obat kanker untuk seorang wanita. Ibu dari Naya," jelasnya yang membuat Anna bingung.

"Yang ku tahu adalah ibu Naya sudah setuju dan mau menerima obat yang diracik oleh mereka. Mereka mencoba menyembuhkan ibu dari Naya. Dua hari setelah meminum obat itu ia mati. Dan ya ku pikir itu bukan salah orang tuamu. Memang sudah waktunya mati saja, ia sudah sakit lama. Lalu ayah dari Naya, Herry. Ia mencap orang tuamu ilmuwan gila yang menjadikan istrinya kelinci percobaan. Ia sangat tertekan, ia tidak tega melihat putrinya menangisi kematian ibunya."

"Dan ya dia meminta jasaku untuk membunuh orang tuamu. Tapi beberapa kali ku coba selalu gagal. Ia seperti dilindungi. Lalu aku punya ide, lebih baik aku menghancurkan keluarganya saja. Pasti akan lebih menderita dan menyakitkan. Aku membuatnya mabuk dan bermain dengan wanita. Saat ibumu tahu, ia marah besar. Mereka bertengkar. Ayahmu mendorongnya sampai kepalanya terbentuk tembok. Ia langsung mati di tempat, terbayang bukan betapa kencangnya?"

"Aku memantau dari jendela. Kau menangis histeris dan berteriak. Lalu aku datang sesuai permintaan. Kau ingat pria yang datang Dengan topi dan masker itu kan? Itu adalah aku. Aku membunuh ayahmu sesuai permintaanmu. Kau meminta pertolongan, jadi ya aku tusuk saja dia."

Anna menatapnya tak percaya, bisa bisanya ada seorang seperti dia.

"Dia mati kehabisan darah dan aku memberikan pisau berdarah itu padamu. Kau yang menangis sambil menunduk itu tidak melihatku menikam ayahmu. Padahal itu adalah klimaksnya. Lalu Polisi datang dan kau di cap pembunuh. Kisah yang memilukan."

"Iblis cerdik," maki Anna. Ia berjalan dengan tenang lalu mencoba menikam pria itu dengan pisau lipatnya. Ia membenci, ia membenci GD. Ia merenggut orang tuanya dan menghancurkan masa remajanya. Ia benar-benar membenci GD. Tenaga yang berbanding jauh itu membuat pergerakan Anna terkunci. Pisau yang tadinya mau ia gunakan untuk menikam malah menggores lengannya cukup dalam.

Anna merintih perih, GD berbisik. "Kau mau bertemu dengan orang tuamu?"

To be continue
Vote n comment guys
Thanks for reading

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang