45. mati

2 0 0
                                    

Tenaga Anna yang jauh dibawah GD membuat ia tidak bisa lepas dari kuncian GD, ia diam. Semakin ia bergerak kuncian itu semakin erat, percuma saja. Hanya buang-buang tenaga. Jauh di dalam hatinya Anna memang ingin bertemu kedua orang tuanya sesuai ucapan GD. Namun, tidak sekarang. Ia masih harus menepati janji untuk kembali kepada seseorang yang membuatnya ingin terus hidup. Jika ia mati sekarang, maka ia akan mengutuk dirinya sendiri. Kehidupan barunya baru saja dimulai, mana mungkin ia bisa melepaskannya begitu saja. Tidak akan.

Kuncian GD mulai melonggar karena Anna yang tidak banyak gerak, Anna tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia berontak, GD terkekeh lalu mendorong tangan Anna yang memegang pisau sehingga menusuk perutnya sendiri. Detik berikutnya GD melepaskan tubuh Anna, Anna membulatkan matanya ketika merasakan sakitnya benda yang menusuk perutnya. Anna kehilangan keseimbangannya ketika GD melepaskan kunciannya, Anna berpegang pada tembok sambil terpejam dan melepaskan pisau yang tertancap di perutnya. Darah kembali keluar dengan deras.

"Menusuk sendiri dan mengeluarkannya sendiri. Miris," ucap GD sambil menatap iba gadis di hadapannya. Anna mengabaikan lalu menjatuhkan pisau yang berlumur darah itu. Ia merintih kesakitan sambil menutup lukanya dengan jaket yang ia pakai. Anna berjalan menuju keluar. Kini ia membuang egonya untuk menang, yang terpenting baginya adalah ia bisa kembali walau dalam kondisi sekarat.

Bam!

Satu tembakan terlepas dari arah depan, Anna mendongak untuk melihat sang pelaku sebelum akhirnya tubuhnya ambruk ke lantai. Tembakan itu mengenai kaki kanan Anna.

"Kau tidak berniat membuat ia lepas kan?" Protes agen nomor satu sambil berjalan melewati Anna yang kesakitan tanpa rasa bersalah.

"Kau sudah menembaknya, biarkan Mey mati kehabisan darah seperti ayahnya," jawab GD.

Agen nomor satu mengangguk-angguk lalu berbalik badan dan berlari kecil ke arah Anna dengan raut sedih. Ia berjongkok di depan Anna dan memegang tangan Anna yang berlumuran darah karena menutup perutnya. Wanita itu menangkup pipi Anna dan mengusapkan jempolnya sehingga membuat pipi Anna ikut berlumuran darah.

"Kasihan, Mey. Aku tidak bisa membantumu, sih."

Anna mengambil pisau yang ia jatuhkan tadi dan mengarahkan ujungnya ke kening agen nomor satu. Tatapannya tajam dan mengintimidasi, "Aku tidak butuh belas kasihanmu," ucapnya dingin sambil menggores pisau itu sehingga sebuah garis berdarah muncul di kening wanita itu.

Wanita itu marah dan mencekik Anna, namun baru saja memegang lehernya, GD segera menegurnya. "Biarkan. CL pasti sedang menuju kesini. Jika ia melihat Anna seperti ini ia akan menjadi iblis pencabut nyawa."

Agen nomor satu mendengus lalu berdiri. "Ya ya. Ayo, pergi. Yang lain sudah menunggu," ucap agen nomor satu lalu menendang kaki Anna yang beberapa menit lalu ia tembak.

Anna menggigit bibir bawahnya menahan nyeri di tangan, perut dan kakinya. Anna ambruk, kini ia sudah meringkuk di lantai dengan tangan yang masih memegang perutnya. Pandangannya mulai kabur seiring kepergian dua orang yang berjalan menjauh. GD dan agen nomor satu pergi lewat pintu darurat.

Rasa sakit Anna bertambah, kini giliran hatinya yang menangis. Ia sedih dan kecewa. Ia berpikir kali ini ia akan mati. Kenapa dunianya begitu menyedihkan. Ketika ia mulai bersenang-senang, takdir seolah tak rela dan merenggut semuanya. Tidak adil. Anna mulai meneteskan air matanya, tidak apa jika ia mati sekarang. Namun, setidaknya biarkan ia bertemu dengan Gia untuk meminta maaf. Ia tidak bisa menepati janjinya. Wajah kedua orang tuanya mulai terbesit di kepala Anna. Jikalau Anna mati, ia harap ia akan mendapat kebahagiaan bersama orang tuanya di alam setelah kehidupan. Ia harap begitu.

Anna terkekeh pelan, jika CL melihat ini pasti ia akan marah kepada Anna atas kecerobohannya. Dada Anna semakin sesak, di saat seperti inilah Anna merasa hidupnya berharga dan ternyata ia memiliki orang yang ia sayangi. Gia, CL, dan Zion. Jika Zion tahu pasti ia akan meledek Anna habis-habisan. Selain itu bibinya, Vira. Ia baru saja mendapat kebahagiaan dan Anna sangat ingin melihat perempuan itu bersanding dengan pria pilihannya. Seandainya Anna bisa...

Genggaman tangan Anna di pisau miliknya mulai melonggar, napasnya melemah dan pandangan yang sejak tadi kabur itu mulai menghitam. Perlahan kesadarannya pun mulai hilang.

To be continue
Vote n comment guys
Thanks for reading

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang