25. Envy

240 26 0
                                    

Sepanjang jalan Gia terus mencemaskan Anna, tapi di lain sisi ia kesal juga karena Anna berduaan dengan pria lain sekarang.
Akhirnya Gia memutuskan kembali ke perpustakaan dan memantau Anna. Ia tak tenang. Untung saja mata kuliah selanjutnya belum mulai. Jadi, ia punya waktu senggang untuk sekedar mengawasi Anna. 

"Kenapa kembali?" Tanya Anna yang sedang duduk di sebelah Bintang.

"Em... mengambil sesuatu," bohong Gia. Ia tak mungkin terang-terangan bilang bahwa, ia ingin memantau Anna kan.

Anna mengabaikan Gia dan kembali fokus pada penjelasan dari Bintang. Gia berdecak, bagaimana bisa Anna mengabaikannya demi sebuah buku tebal dan pria di sampingnya itu?

Karena mata kuliah Gia akan dimulai sekitar satu jam lagi, akhirnya Gia duduk tak jauh dari Anna. Sejujurnya ia ingin bersama Anna. Ia merindukannya.

Sesekali Anna melirik Gia lalu terkekeh. Wajah pria itu terlihat menggemaskan saat Anna mengabaikannya.

"Thanks, Bin. Ku pikir ini sudah cukup. Kau harus kembali ke kelas agar tidak ketinggalan materi juga," kata Anna.

Setelah itu Bintang menyetujuinya lalu segera keluar dari perpustakaan. Ia juga tak mau ketinggian materi seperti Anna. Sedangkan Anna kembali mengulas materi barusan.

Gia menarik napas lega kemudian mendekatkan posisi duduknya dengan Anna. Tapi Anna masih saja tak menggubrisnya. Gia juga sudah memanggil nama kekasihnya itu. Tapi tetap saja ia diabaikan. Padahal tadinya Gia yang mau marah pada Anna karena berduaan dengan wanita lain. Tapi sekarang malah seperti ini.

"Kak... " Kata Gia lagi. Kali ini ia pasrah jika harus diabaikan lagi. Ia menaruh kepalanya di atas meja sambil terus menatap Anna.

Anna menutup bukunya lalu menatap Gia dengan salah satu alis yang terangkat.

"Aku rindu."

Anna tersenyum tipis melihat Gia mengatakan itu dengan nada merengek. Anna mengusap-usap rambut Gia hingga pria itu kembali tersenyum. Anna gemas! Gia terlihat seperti anak kucing yang ingin makan. Ia sedikit heran juga, apa maksud dia dengan bilang bahwa dia rindu? Padahal belum ada setengah hari mereka berpisah.

"Jangan menyentuh aku dulu."

Gia mengangkat kepalanya dan menahan tangan Anna.

"Lain kali jangan pernah menyentuh pria lain dengan tanganmu ini. Jika kau butuh bantuan, kau hanya perlu mencari aku saja, kak. Hanya aku, melihatmu seperti itu dengan pria tadi membuat aku jengkel. Aku cemburu," kata Gia. Kini tangannya sudah menggenggam tangan Anna erat.

Anna senang mendengarnya, tapi ia hanya diam. Ia tak tahu cara mengekspresikan perasaannya itu.

Apa ia harus memeluk Gia? Ah, tidak! Itu memalukan, lagipula ini tempat umum. Mencium Gia? Apalagi ini?!

"Gi... aku senang."

Akhirnya Anna hanya mampu mengucapkan itu dengan wajah yang masih datar dan dingin.

"Aku lebih senang. Eh, tapi bukankah orang senang harus tersenyum seperti ini?"

Gia mendekatkan tangannya ke wajah Anna dan menarik sudut bibir Anna hingga terbentuk sebuah senyuman.

"Senyummu aneh, kak," ledek Gia lalu terkekeh.

Anna menatap tajam Gia lalu menggigit pelan salah satu jari Gia.

"Kalau kau mau, kau bisa menggigit tubuhku yang lain juga, kak."

Anna melotot dan melepaskan gigitannya. Menggigit yang lain? Apa maksudnya? Perkataan pacarnya itu terdengar ambigu.

Anna teringat akan kejadian tadi pagi di kelas. "Gi, apa yang Naya maksud tadi? Ia bilang kau hanya akan melakukan sesuatu untuknya."

"Itu hanya masa lalu, kak. Dia adalah temanku di TK. Dan dulu aku dimanfaatkan olehnya. Aku di suruh melakukan ini itu dan bodohnya aku menurut," jelas Gia.

Anna menjitak pelan kepala Gia. "Bodoh sejak dini."

Gia mengusap kepalanya lalu tertawa. "Nanti pulang bersamaku, ya?!" Ajak Gia yang terdengar seperti perintah.

"Tidak. Aku pulang dengan Zion," tolak Anna. Gia memutar malas bola matanya lalu menjawab,

"Jadi, pacarmu itu aku atau Zion?"

Anna kembali terkekeh, hari ini ia berhasil membuat Gia cemburu sampai dua kali. Ia sangat senang bisa melihat ekspresi lucu Gia saat cemburu.

"Zion saja deh," goda Anna.

Gia melotot tak percaya, Zion apanya? Pacarnya itu Gia!!

"Sembarangan, kau ini pacarku tahu. Harusnya kau tak menjawab itu, kak! Ish, kau ini!"

"Love you," kata Anna. Ia menaruh telunjuknya di bibir lembut Gia agar ia berhenti bicara. Dan itu berhasil membuat Gia diam sekaligus merona. Wajah Gia terlihat memerah. Apa-apaan dia ini? Sudah seperti remaja kasmaran saja.

Anna terkekeh lalu menarik jarinya dari sana. "Wajahmu merah."

"Tidak! Ayo, aku antar ke kelas. Mata kuliahku akan dimulai sebentar lagi," kata Gia tanpa melihat ke arah Anna. Ia sedikit gugup dan mengalihkan pembicaraan sebelum Anna kembali menggodanya lagi. Lihat saja Anna!!! Pikirnya.

To be continue.
Don't forget to vote, like and comment.
Give your support here.
Thanks for reading.

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang