"Bibi, apa ada hal besar yang terjadi pada keluarga Anna dimasa lalu?" Tanya Gia.
Saat ini Gia sedang berada di rumah Anna, ia mengantarnya pulang. Tak mungkin Anna memaksakan diri dengan keadaan seperti ini. Dan disinilah Gia sekarang, duduk berdua di ruang tengah rumah Anna dengan bibinya. Sedangkan Anna tertidur di kamarnya. Ia nampak kelelahan setelah menangis tadi.
Vira alias bibi Anna masih belum menjawab pertanyaan Gia, ia hanya diam dengan wajah cemasnya.
"Oh, iya maaf jika aku mengusik privasi keluargamu. Kau tak harus menjawabnya." Gia merasa tak enak karena mau bagaimana pun ini adalah urusan pribadi.
"Tak apa, Anna mempunyai gangguan psikis sejak hubungan kedua orang tuanya memburuk. Tak lama setelah itu mereka meninggal dunia. Dulu ia adalah anak yang riang dan ceria, sangat jauh dengan ia yang kau kenal sekarang bukan? Aku selalu ingin membuatnya kembali seperti dulu, tapi aku tak bisa. Aku sangat menyayanginya tapi disisi lain aku juga membencinya." Bibi Anna menjelaskan dengan suara gemetar dan mata yang berkaca-kaca.
"Jika boleh tahu karena apa orang tua Anna meninggal? Dan kenapa kau membencinya?" Tanya Gia lagi. Ia sangat penasaran dengan kehidupan wanita yang akhir-akhir ini berhasil mencuri hatinya itu
"Dia membunuh suamiku," Kata Bibi Anna dengan suara parau dan mata memerah. Gia yang mendengar itu diam membisu. Jadi apa yang orang katakan benar? Anna adalah pembunuh. Tapi ia yakin Anna memiliki alasan melakukan itu semua kan?
Tidak mungkin anak seusia Anna melakukan hal keji tanpa alasan.
"Mungkin kau tidak percaya tapi itu kenyataannya. Suamiku terbunuh setelah tepat tiga hari kematian orang tua Anna, aku tak mengerti apa yang dilakukan Anna," tambah bibi sambil membuang nafasnya kasar.
Gia masih tak dapat menerimanya. Mana mungkin Anna membunuh orang tua dan pamannya sendiri. Ini terlalu diluar nalar untuk otak Gia terima.
"Dan semenjak saat itu setiap malam dia pulang dengan pisau dan darah yang ada di lengan dan bajunya. Aku tak tahu apa yang ia lakukan. Aku tak tahu itu darah siapa. Dan aku terlalu takut untuk bertanya padanya aku masih tak terima dengan perginya suamiku. Ini sangat memukul aku dan Anna. Hubungan kami pun memburuk sampai sekarang. Beruntungnya ada salah satu teman ayah Anna yang peduli dengan gadis itu. Anna sempat tinggal dengannya untuk menyembuhkan keadaan mentalnya yang rusak. Dan aku sangat bersyukur gangguan mental Anna perlahan-lahan membaik, tak bisa dibayangkan bukan jika dia menjadi seorang psycho. Tapi....." ucapan bibi Anna terhenti.
"Tapi? Tapi apa, Bi?" Tanya Gia yang semakin penasaran.
"Semenjak dia pulang dari sana sifatnya berubah total. Aku sangat merindukan Anna yang ceria dan lucu. Bukan seperti sekarang. Sebenarnya bukan hanya dia yang menderita tapi aku juga hiks dan aku bersikap keras padanya, karena aku mempunyai alasan untuk itu,*" Tangisan bibi pun pecah.
Gia merasakan nyeri dihatinya mendengar itu. Ia tak tega.
Prok prok prok
Terdengar seseorang menepuk tangan dari arah belakang Gia. Itu Anna, ia berdiri menatap mereka dengan tajam.
"Oh, bagus. Kau memceritakan kebohongan yang besar, Bi. Bahkan kau tak tahu kebenaran yang sebenarnya,* Kata Anna dengan datar.
"Sudah jelas kau pembunuh orang tuamu dan suamiku bodoh. Kau bilang aku tak tahu? Kalau pun itu benar itu juga karena kau. Kau tak pernah memberitahuku Anna... " Kesal bibi dengan suara gemetar.
"AKU TAK PERNAH MEMBUNUH ORANG TUAKU DAN AKU PUNYA ALASAN MEMBUNUH SUAMI BERENGSEK MU ITU!" Teriak Anna yang sukses membuat kedua orang yang sedang duduk itu kaget
Anna berlari keluar setelah mengatakan itu. Gia yang melihat itu segera mengejar Anna
"Anna! Tunggu!" Kata Gia terus memanggil Anna. Namun wanita itu tak menghiraukannya.
Anna berjalan sangat cepat hingga akhirnya ia berhenti di sebuah danau yang sepi.
"Anna, berhenti melakukan hal konyol," Kata Gia sambil menahan lengannya.
Anna berbalik lalu menatap Gia Tatapannya kosong. Ini seperti bukan Anna yang Gia kenal. Sorot matanya yang tajam pun sudah tak ada
'Kenapa?" Tanyanya dengan sangat dingin.
Gia hanya diam, seketika ia tak bisa mengatakan apa apa-sekarang. Anna memiringkan kepalanya dan tersenyum. Gia hanya menatapnya dengan sedikit rasa takut
"Kenapa kau diam? Apa kau terkejut? Ah... sudah pasti kau terkejut bukan? Atau mungkin kau takut karena aku seorang pembunuh, hm?" Kata Anna sambil berjalan mengitari tubuh Gia yang hanya diam.
"Apa kau takut?" Kata Anna sambil mencengkram dagu Gia. Gia sedikit merintih karena cengkraman nya lumayan kuat dan kuku Anna menancap dikulitnya.
Anna tertawa.
"APA KAU TAKUT, HAH? JAWAB!' Teriaknya sambil mencekik leher Gia.
Gia terbatuk karenanya. Tapi ia sama sekali tak melawan. Ia tak tahu apa yang terjadi saat ini.
"Apa aku harus membunuhmu juga?" Bisik Anna tepat di telinga Gia
Dia terus mengencangkan cekikannya, jika kalian berpikir Gia takut kalian salah. Gia sama sekali tak takut. Ia hanya bingung, apa yang harus ia lakukan.
"Hey! Hey! Ekspresi apa itu? Membosankan kau sama sekali tak takut. Bagaimana jika kita sedikit bermain dengan ini?" Kata Anna lalu mengeluarkan silet dari sakunya. Anna mendekatkan siletnya pada wajah Gia Lagi lagi Gia hanya diam memperhatikan semua gerak-gerik Anna.
Lalu dia menggoreskan siletnya dipipi kanan Gia. Gia memejamkan matanya menahan rasa perih yang ia rasakan.
Gia mengambil silet itu lalu membuang itu ke danau. Anna sedikit kaget lalu menatap tajam ke arah Gia. Gia hanya membalasnya dengan senyuman. Tetes demi tetes darah bahkan terjatuh dari pipi kanannya. Lukanya hanya satu goresan tapi cukup dalam. Gia masih tersenyum menatap Anna lalu memeluk gadis itu dengan erat
"Jangan seperti ini, mana Anna yang ku kenal?" Kata Gia
Anna hanya diam sambil menyenderkan kepalanya ke pundak Gia. Badannya gemetar, ia benar-benar rapuh jika saja Gia tak menahan tubuhnya mungkin ia akan jatuh.
Anna tak berniat menjawab ucapan Gia. Ia masih gemetar dengan tubuh yang ia sandarkan pada Gia. Gia hanya terpejam sambil mengelus-elus puncak kepala Anna
"Mau kau pembunuh atau bukan aku akan tetap disini aku tidak akan meninggalkanmu sendirian. Aku pernah bilang bahwa aku akan tetap bersamamu kan? Dalam keadaan apapun, mau saat hujan atau badai. Aku akan tetap bersamamu. Aku akan tetap menjadi orang yang menghapus air matamu," Kata Gia dengan suara pelannya.
Anna mengangkat kepalanya dan menatap Gia sayu lalu memeluk Gia erat, bahkan sangat erat seolah-olah ia mengatakan jangan pergi kemana-mana.
To be continue.
Don't forget to vote, like and comment.
Thx for reading
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN'S MEMORIES
Mystery / ThrillerAnnasya ialah gadis bersorot tajam yang menyimpan banyak rahasia dalam dirinya. Sosoknya begitu dingin sampai membuat hatinya perlahan membeku. Sampai akhirnya sosok dinginnya perlahan mencair tatkala Algia masuk ke dalam hidupnya dan mulai membongk...