28. Andra

247 23 3
                                    

Andra membawa Anna ke salah satu kelas yang sudah tak ada orang ini. Anna masih terus menatap tajam Andra yang masih setia memegang lengannya.

"Ck, mau apa?" Tanya Anna dengan sedikit membentak.

"Apa? Aku hanya ingin mengambil ini lalu aku akan mengantarmu," jawab Andra sambil mengambil earphone yang tergeletak di sebuah meja.

Anna terdiam bingung. Apa sih? Jika mau mengantar, kenapa tidak mengambil earphone nya dulu. Kenapa harus ada adegan dramatis dimana tangan Anna ditarik dan dibawa ke kelas? Pria aneh, pantas saja seleranya adalah sekelas Naya. Sama-sama aneh.

Mereka berjalan menuju parkiran, kali ini Anna tidak menolak ajakan Andra. Hari ini rencananya Anna ingin pulang bersama Gia, jadi ia tak membawa sepeda motor. Tapi karena Gia sibuk, mau tak mau ia menerima ajakan Andra. Ini lebih baik daripada ia harus berjalan kaki atau menaiki angkutan umum dengan keadaan penuh karena jam pulang kerja.

Langit yang sejak tadi meneteskan rintik hujan bertambah besar dengan awan yang semakin tebal dan kabut yang menutupi jarak pandang ditambah angin yang lumayan kencang.

"Kita berteduh dulu ya."

Andra menghentikan sepeda motornya di pinggir jalan yang terlihat sepi. Mungkin karena hujan, orang-orang jadi enggan untuk berpergian. Lagian untuk apa juga keluar saat badai.

"Tidak, aku ingin pulang." 

Andra mengabaikan ucapan Anna karena Andra tahu jika diladeni ia akan kalah ucap. Anna keras kepala, ia tahu itu. Andra memilih untuk berteduh dibanding menerobos hujan yang lebat itu. Terlalu beresiko, jarak pandangnya terbatas.

Anna mendengus lalu mengikuti Andra dan duduk di salah satu bangku yang ada di kedai kopi pinggir jalan tersebut.

Anna memasang earphone pada telinganya dan memutar beberapa lagu kesukaannya lalu bersandar di tembok.

"Ini."

Andra menyodorkan segelas susu yang baru dipesannya pada Anna. Jika boleh memilih sebenarnya ia lebih menginginkan secangkir teh tawar. Tapi ya sudah lah.

Ia menerima susu itu kemudian meminumnya sedikit. Anna mengelap bibirnya dan menyimpan segelas itu di atas meja.

Keduanya sama-sama terdiam. Anna mengeluarkan sepuntung rokok lalu membakarnya dan mengisapnya. Andra terbatuk-batuk saat menghirup asap rokok yang di hembusan Anna.

"Kau merokok?" Tanyanya.

Anna tak menjawab dan melanjutkan aktivitasnya. Sudah tahu ia merokok kenapa harus bertanya. Apa matanya rabun?

"Kenapa tidak merokok elektronik saja? Itu kan lebih kekinian," celetuk Andra.

Anna mematikan rokoknya lalu menoleh ke arah Anna.

"Tidak diizinkan."

"Kenapa?" Tanya Andra dengan pemuh rasa penasaran.

"Rokok elektronik pernah hampir meledak di mulutku. Jadi, bibi melarangnya."

Andra hanya mengangguk meresponnya. Lalu pandangannya beralih ke jalanan yang mulai padat kendaraan itu. Hujan masih terus turun walau tidak sederas tadi.

"Lihat! Itu pacarmu, kan?" Kata Andra sambil menunjuk dua orang yang sedang menaiki sepeda motor tanpa mengenakan helm.

"Ya, dia bersama dengan pacarmu, kan?"

Anna menjawabnya dengan santai padahal jauh di dalam hatinya, ia sangat kesal. Hari ini Gia menolak pulang bersamanya dan sekarang ia pulang bersama Naya.

Ini pertama kalinya Anna kesal saat hujan, harusnya ia sedang menikmati hujan bersama Gia. Tapi ia malah pergi dengan Naya. Menyebalkan.

"Aku sudah putus dengannya." 

Anna menoleh ke arah Andra dan terdiam, tak lama ia berkata, "Aku tak bertanya."

"Dingin," Lirih Andra sambil memeluk lututnya dan menggosok-gosokkan telapak tangannya.

"Sangat memalukan jika kau terkena hipotermia di tempat seperti ini," Kata Anna.

"Tapi lebih dingin sikapmu," celetuk Andra.

Anna mendecih mendengarnya. Lalu Anna menyodorkan segelas susu tadi pada Andra.

"Kenapa tak memesan minuman hangat saja?" Tanya Anna saat melihat minuman yang Andra pesan adalah Ice coffe. Ia melanjutkan ucapannya, "Jika merasa jijik. Silahkan pesan minuman hangat dan menunggu antrian lagi."

Andra menatap aneh pada Anna. Ternyata wanita yang ada di hadapannya ini bisa peduli pada orang lain juga.

"Terima kasih," ucapnya lalu meminum susu tersebut.

Anna melepas salah satu earphone-nya lalu memasang pada salah satu telinga Andra.

"Musik bisa membuat tubuh rileks." ucap Anna lalu menyandarkan tubuhnya pada dinding. Sejujurnya ia tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Kenapa ia menjadi peduli pada orang?

Andra menatap Anna yang sedang memejamkan mata lalu tersenyum penuh arti. Ia ikut memejamkan matanya lalu menyandarkan kepalanya pada pundak Anna.

"Tidak usah mengambil kesempatan. Kau bukan siapa-siapa." Celetuk Anna sambil menggerakkan pundaknya.

"Ku mohon... sebentar saja. Aku baru saja putus dari Naya. Apa kau tidak kasihan?"

"Tidak. Apa urusannya? Miris, kau terlihat seperti pria dengan jiwa tua yang menyedihkan dan menjijikkan, " Jawab Anna.

"Kejam sekali."

To be continue
Don't forget to vote, like and comment
Thx for reading

RAIN'S MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang