28

1.2K 121 42
                                    

Hujan deras mengguyur kota Jakarta sore ini. Matahari enggan menampakkan dirinya, membuat langit terlihat jauh lebih gelap dari biasanya, padahal ini baru jam 3 sore. Emperan pertokoan tampak penuh oleh orang-orang yang sedang menepi untuk berlindung dari derasnya air hujan yang bisa membasahi tubuh mereka. Genangan air memenuhi jalanan dan akan terciprat setiap kali roda-roda kendaraan melewatinya.

Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Anneth dan Betrand. Mereka berdua sedang terjebak hujan dan memilih untuk berteduh di sebuah halte yang tidak terlalu ramai orang di sana. Kebetulan Betrand lupa membawa jas hujan, jadi mau tidak mau mereka harus menepi terlebih dahulu agar tidak basah kuyup dan jadi masuk angin karena kehujanan. Betrand dan Anneth duduk di bangku halte sembari menatap ke arah langit, melihat butiran-butiran air hujan yang jatuh dan membasahi bumi.

Dasarnya Betrand memang tidak bisa diam, alhasil menunggu redanya hujan adalah hal yang cukup membosankan baginya. Dia bangkit dari tempat duduknya dan berdiri membelakangi Anneth. Betrand berkacak pinggang dan menatap ke arah langit dengan serius. Anneth yang semula tidak terlalu peduli dengan Betrand yang tiba-tiba berdiri, kini ia penasaran saat melihat tampang serius Betrand yang menatap langit tiada henti. Anneth pun ikut berdiri dan menghampiri Betrand.

"Ngapain?" Anneth menepuk pundak Betrand.

Betrand langsung menempelkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri, "Ssstt...jangan diganggu dulu, aku lagi meneliti nih" nada suara Betrand terdengar serius. Bahkan laki-laki itu sama sekali tidak menatap ke arah Anneth dan terus saja mendongakkan kepalanya ke atas.

Dengan polosnya, Anneth pun mengikuti instruksi dari Betrand untuk diam dan tidak lagi mengganggu aktivitas kekasihnya itu. Meski sebenarnya Anneth juga tidak tahu kenapa dia harus diam seperti ini.

Betrand mengusap-usap dagunya dan manggut-manggut membuat Anneth semakin menatapnya dengan heran. Tampang laki-laki itu masih serius, seolah memang dia benar-benar tidak bisa diganggu.

Tiba-tiba, Betrand mengeluarkan ponselnya dan mengarahkannya ke langit sambil jari tangannya tidak berhenti menekan-nekan layar ponselnya. Anneth mengerutkan dahinya, tanda bahwa dia tidak mengerti dengan apa yang sedang Betrand lakukan sekarang.

Betrand menepuk jidatnya sendiri, "Yah...salah bawa remot. Bukan servernya nih" Betrand berbicara sendiri.

Lalu Betrand menoleh ke arah Anneth dan menatapnya penuh arti.

"Apa?" tanya Anneth yang mulai risih terus ditatap Betrand seperti itu.

"Pinjem ponsel kamu, yang" Betrand menengadahkan tangannya di hadapannya.

Anneth cengo.

Meski Anneth tidak tahu tujuan Betrand meminjam ponselnya, namun gadis itu menyerahkannya begitu saja.

Lagi. Betrand kembali mengarahkan ponsel Anneth ke langit dan menekan-nekan layarnya seperti yang Betrand lakukan pada ponselnya tadi.

'JDEERRR...BLAARR'

"AYAMMM...!!!" Betrand terlonjak kaget bahkan hampir jatuh karena suara petir yang tiba-tiba terdengar menggelegar bahkan disertai oleh kilat yang menyala.

"Pffttt..." Anneth menahan tawanya saat melihat Betrand yang terlonjak kaget karena suara petir. Ekspresi Betrand sangat lucu, andai saja tadi Anneth sempat mengabadikannya, pasti akan semakin seru.

Betrand berjalan dengan lemas dan kembali duduk di kursi halte sembari memegangi dadanya, karena jantungnya yang berdegup sangat kencang. Dada Betrand terlihat naik-turun, wajahnya juga nampak sangat shock.

Betrand menyerahkan ponselnya kembali kepada Anneth, "Ponsel kamu terlalu super power, yang. Bukan ujannya yang berhenti, malah ngundang petir".

Anneth menerima ponselnya kembali dan terkekeh, "Ya lagian, kamu ngapain sih ngarah-ngarahin ponsel ke langit segala? Kurang kerjaan banget deh".

Lengkara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang