~~~
Di sebuah ruangan, tampak seorang lelaki duduk tegak, dengan pandangan terfokus pada layar laptop didepannya. Entah sudah berapa lama, dirinya menghabiskan waktu di ruangan ini. Kegiatannya sehari-hari, memang tidak akan jauh dari bekerja, bekerja, dan bekerja.
Yaa, itulah Denzel Edelsteen. Pengusaha muda dari perusahaan besar dan ternama, D'El Corporation.
Terhitung sudah tiga tahun Denzel memegang alih D'El Corporation, perusahaan yang memang didirikan oleh almarhum sang Ayah. Jika bercerita lebih dalam lagi, saat ini Denzel merupakan sebatang kara. Ia merupakan anak semata wayang, sedangkan kedua orang tuanya menjadi korban kecelakaan pesawat. Yang dimana, saat itu juga seluruh beban perusahaan berada dipundak Denzel. Meskipun kala itu Denzel butuh waktu untuk bangkit dari keterpurukannya, namun kini Denzel benar-benar menjawab kepercayaan yang telah diberikan sang Ayah untuk meneruskan D'El Corporation.
Selepas kepergian kedua orang tuanya, sulit pula bagi Denzel untuk mempercayai seseorang. Masalahnya, adik dari almarhum sang Ayah, begitu terang-terangan ingin mengambil alih D'El Corporation. Bukan hanya itu, bahkan hak waris pun sampai diperdebatkan, karena faktanya semua peninggalan beliau memang tercatat hanya diwariskan untuk Denzel. Denzel yang tahu persis perjuangan sang Ayah dalam membangun perusahaannya, tentu tidak tinggal diam. Apa yang ada dalam genggamannya sekarang, sampai kapan pun akan tetap menjadi miliknya.
"Tuan?"
Denzel sekilas melirik ke arah Ravi, sang asisten sekaligus satu-satunya orang kepercayaan Denzel, selain ketiga sahabatnya.
"Saya sudah mendapatkan bukti akurat untuk kasus penyerangan kemarin."
"Bukti dalam bentuk?" Tanya Denzel lebih detail, kini ia sudah menatap Ravi sepenuhnya.
"Rekaman video cctv," Jelasnya. "Plat nomor mobil yang menyerang anda, terlihat keluar dari Glitch komplek. Wajah salah satunya, berhasil tertangkap cctv. Untuk identitasnya sudah ditangan saya."
Senyuman tipis tersungging diwajah tampan Denzel. "Masih sama. Mereka masih saja bodoh dan ceroboh." Gumamnya.
"Untuk sekarang, simpan dulu bukti yang kamu dapat. Saya masih ingin lihat, sampai sejauh mana mereka gigih mengincar harta almarhum Ayah saya." Lanjut Denzel.
"Tuan yakin?"
Denzel hanya mengangguk singkat. "Apa ada informasi yang lain?"
"Sepertinya mereka memang mulai gila. Dari foto yang saya dapat, mereka bahkan menggelar pertemuan dengan beberapa investor perusahaan ini."
"Menggelar pertemuan?"
"Ya, Tuan. Dari yang saya tangkap, mereka berniat menarik minat investor kita untuk bekerjasama dengan mereka. Apabila itu berhasil, bukan kah secara tidak langsung, para investor kita jadi mendukung kedudukan mereka untuk mengambil alih perusahaan ini?"
"What the fuck! Sulit dipercaya!" Lagi-lagi Denzel bergumam, dengan ekspresi jengkelnya.
"Saya rasa, Tuan juga harus lebih berhati-hati lagi. Selama mereka belum mendapatkan apa yang mereka inginkan. Maka, selama itu pula keselamatan Tuan pun terancam."
Ravi berkata seperti itu, karena perkara ini memang bukan untuk pertama kalinya. Yang dimaksud mereka, dalam pembicaraannya barusan, adalah Om dan Tante Denzel. Yaa, mereka lah yang selama ini selalu mengusik hidup Denzel karena ingin mengambil alih seluruh aset kekayaaan yang pada dasarnya sudah resmi menjadi hak milik Denzel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of My Heart [Completed]
FanfictionBerawal dari sebuah pertemuan yang tidak disengaja, hingga tanpa sadar membawa keduanya terjebak dalam perasaan yang sama. "Sekali lagi, terima kasih?" Mengerti tatapannya, Flo langsung menyerukan namanya. "Flo, Florenza Qiandra." "Yaa, terima kasih...