Chapter 22

2.4K 255 26
                                    

~~~


"Jadi, ini semua perbuatan Om sama Tantenya, Om Denzel?" Tanya Flo seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

Ravi mengangguk membenarkan. Dia tidak ada pilihan lain, selain menjelaskan semuanya pada Flo. Bagaimana mungkin Ravi bisa mengelak lagi, disaat gadis ingusan ini terus-menerus mendesaknya.

"Semenjak kedua orang tua Tuan meninggal. Mereka memang terlihat menunjukkannya dengan terang-terangan, ingin menguasai D'El Corporation."

"Saat itu, mereka sempat menawarkan diri untuk mengurus perusahaan, dengan alasan karena kondisi Tuan yang masih drop. Namun, Tuan Denzel menolaknya, karena mengingat pesan dari almarhum Ayahnya, yang memang hanya  menginginkan Tuan sebagai penerus perusahaan."

"Keadaan perusahaan bahkan sempat kacau, karena absennya Tuan selama beberapa minggu. Beruntungnya, karena pihak klien yang berkerjasama dengan perusahaan memaklumi hal tersebut. Para klien benar-benar menunggu kehadiran Tuan, sampai akhirnya Tuan bisa memegang kendali penuh perusahaan."

"Kejadian pertama, itu bermula dengan rencana mereka yang berniat meracuni makanan Tuan. Saya yang peka dengan gerak-gerik pelayan itu, meminta Tuan agar tidak memakan makanan tersebut." Jelas Ravi dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia seolah kembali pada masa lalu, dimana momen itu terjadi. "Dan, ternyata benar saja. Sorenya, saya mendapat kabar dari pihak rumah sakit, bahwa setelah diuji makanan tersebut memang mengandung racun."

Flo menundukkan kepalanya.

Ravi hanya bisa diam, melihat Flo yang kembali terisak. Dan mungkin, jika sekarang ada Denzel, Ravi sendiri lah yang akan menjadi korban tatapan tajam Tuannya. Karena apalagi, jika bukan karena membuat gadis ini menangis.

Tapi setidaknya, sekarang lebih baik karena Flo sudah berganti pakaian. Berbeda dengan tadi yang masih berlumuran darah. Itu terlihat sangat mengerikan. Ya, jadi tadi selepas mereka sampai di rumah sakit, Flo meminta supirnya untuk segera kemari, mengantarkan pakaiannya.

"Apalagi? Apalagi yang mereka lakuin ke Om Denzel?" Tanya Flo dengan suara bergetarnya.

"Banyak, Nona. Tidak lama sejak kepergian kedua orang tuanya, bisa dibilang Tuan menjalani hari-harinya dengan ancaman dari mereka."

"Apa ini salah satu alasan, kenapa Om Ravi selalu sama Om Denzel?"

Ravi mengangguk, membenarkan.

Flo semakin menggigit bawah bibirnya. Ya Tuhan, pasti lelaki itu telah melewatkan banyak hal berat.

Tidak, Flo tidak bisa membayangkan lebih jauh lagi. Itu terlalu menyakitkan untuknya.

"Maka dari itu, Tuan sangat merasa bersalah saat Nona juga menerima ancaman dari Om-nya. Meskipun Tuan tidak selalu memperlihatkan langsung kepada saya, tapi saya sangat tahu bahwa Tuan sering menyalahkan dirinya sendiri."

Sial, kenapa air matanya tidak habis-habis? Flo benci apabila menangis hingga sesegukan seperti ini. Kini tangannya hanya mencengkram erat ujung kemeja yang ia kenakan.

"Sebenarnya, awalnya Tuan tidak terlalu menggubrisnya, Nona. Karena Tuan pikir, Om dan Tantenya akan berhenti dengan sendirinya. Namun sayangnya, dugaan Tuan salah. Karena semakin kesini, mereka justru semakin berani, sekali pun itu dengan mencelakai Tuan."

Flo menatap Ravi serius. "Terus, kenapa ga dilaporin ke kantor polisi? Kenapa orang-orang jahat kaya mereka, malah dibiarin berkeliaran seenaknya?!"

Princess of My Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang