Seperti setangkai bunga di dalam kaca yang pecah, sejak kejadian penyerangan Kerajaan Disappear wajah Gavier telah terbuka. Semua orang, siapapun, kini bisa melihatnya. Karena ketika Dewi Hera turun dan membelah langit untuk menuliskan nama Alenda dan Elfatir sebagai pasangan sehidup semati, hati Alenda terus meneriakkan nama Gavier dengan ketulusan yang begitu dalam. Sama halnya dengan Gavier yang merupakan suaminya, sangat tidak merestui ikatan partner itu.
Sang dewi pernikahan yang hanya mendengar suatu hal suci dan tulus pun membuka wajah asli Gavier sebagai balasannya. Dia berdoa pada dewa tertinggi untuk mendengar suara hati pasangan itu.
Di pagi hari, Alenda mendengar berbagai kicauan burung. Rasanya seperti sangat dekat. Berbeda dengan saat masih di istana. Alenda pun segera membuka mata setelah mendengar suara kerumunan yang sedang beraktivitas.
"Gavier? Gaffar?" Alenda melihat Gavier yang sudah mendudukkan diri, sedangkan Gaffar membantunya mengganti perban. "Sejak kapan Gavier bangun?"
"Tadi malam. Kenapa kau tidak memanggilku?" tanya Gaffar langsung. Menurutnya, tindakan Alenda sangat sembrono.
"A--apa? Aku bahkan tidak tau ...." Alenda mulai panik karena Gavier sama sekali tidak menatapnya. Apakah pria itu sudah mendengar semuanya? Alenda harap belum. Dia benar-benar belum siap dengan reaksi Gavier.
"Dia memang tidak tau karena sudah tidur," ucap Gavier.
"Tapi kuakui, tubuhmu sangat kuat. Kau bahkan bisa pulih dengan begitu cepat. Katakan padaku apa rahasianya?" ucap Gaffar yang diselingi tawa.
Alenda tak menyangka bahwa pria itu sudah bisa akrab dengan Gavier. Padahal sebelum ini, Gaffar sangat ingin membunuh Gavier yang menikahi Alenda.
"Aku hanya sudah terbiasa berperang sejak kecil. Jadi luka seperti ini bukan pertama kali kualami," ucapnya tanpa ragu.
Benar. Gavier kan memiliki sedikit keterampilan dan menguasai kekuatan Dewa Ares, dewa perang.
"Geon! Ajaklah teman-temanmu ke bawah. Mari kita sarapan!" ucap seorang wanita cantik dengan rambut kepang satu dari ambang pintu. Dilihat dari wajahnya, sepertinya dia seumuran dengan Galya.
"Baiklah, Iris."
Gaffar menatap ke arah Alenda dan Gavier. "Kalian mau makan ke bawah bersama yang lain?"
Alenda melirik Gavier. "Apa kau sudah bisa berjalan?"
Gavier masih tak membalas tatapan Alenda. "Bisa."
Rasanya Alenda jadi ingin menangis. Dia tak suka diperlakukan begini oleh Gavier. Memangnya apa salahnya? Apa harus sampai Gavier enggan menatapnya begitu?
"Ayo!"
Alenda, Gavier, dan Gaffar pun berjalan bersama menuruni tangga. Tempat ini ternyata jauh lebih luas dari yang Alenda pikirkan. Banyaknya orang membuat Alenda mengingat situasi yang sama seperti di dunia asalnya sebab tempat ini mirip tempat evakuasi korban bencana.
"Perkenalkan, dia Alenda dan di sebelahnya yang terluka itu adalah Gavier, suaminya."
"Wah, tampan sekali!"
"Ada apa dengan tubuhnya? Kasihan sekali!"
"Hah, sudah menikah? Padahal aku mau mendaftarkan diri sebagai calon istri!"
"Dih, sadar diri dengan wajahmu itu!"
Dan masih banyak lagi obrolan tidak enak yang Alenda dengar. Apa di tempat ini orang-orang bisa melihat wajah Gavier? Sayang sekali. Padahal Alenda lebih suka memiliki keistimewaan ini sendirian.
"Apa kau tidak suka makanannya?" tanya salah seorang wanita paruh baya di sebelah Alenda.
"Ha--hah? Ti--tidak. Aku suka. Hanya saja, aku belum lapar," jawab Alenda yang panik karena kini dia menjadi pusat perhatian.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Beast & His Secret
Fantasy[REUPLOAD, BURUAN BACA!] Zata Nandari adalah gadis metropolitan yang menganut kebebasan tinggi dalam hidup, yang mana pemikiran itu dia peroleh karena dimanjakan oleh kasih sayang orang tua sejak kecil. Sehingga dia tak takut apa pun dan senang meni...