Bab 9

16.8K 2.1K 11
                                    

Setelah ditetapkannya Ratu Alenda Laqueen Celsion Hephaestus sebagai perwakilan kewenangan raja selama Gavier pergi, Alenda memulai rencananya dengan mempelajari segala hal yang menjadi asupan Gavier. Dia memang serius meminta bantuan Lalea dan perdana menteri yang sudah diberi amanah Gavier untuk menjaga Alenda selama dia pergi.

Perdana menteri itu adalah Duke Eillot yang berada di kubu lawan dari Duke Zenilas. Memang pas sekali Gavier menilai orang yang tepat di sisinya. Kalau saja itu Duke Zenilas, Alenda tak bisa bayangkan bagaimana kondisi administrasi istana.

Sesuai jadwal yang disusun Lalea, Alenda akan dibimbing menjadi pemimpin terbaik. Namun, sebagai gantinya dia harus banyak berkorban otak, waktu, dan tenaga.

Di pagi hari, Alenda akan mendapatkan kelas politik, sejarah, dan ekonomi. Di siang hari, Alenda mendapat kelas pedang dan berkuda yang merupakan permintaan darinya sendiri karena posisi pemimpin adalah posisi paling berbahaya di mana banyak orang ingin membunuhnya. Di sore hari, Alenda mendapatkan kelas tata krama dan sosial dalam menguasai pergaulan atas. Yang terakhir, di malam hari dia diam-diam mempelajari soal ilmu sihir. Rapat negara selalu dilaksanakan setiap hari senin sampai kamis, sedangkan pesta bangsawan seringkali digelar pada hari jumat atau sabtu. Sehingga jam-jam kelas Alenda menyesuaikan situasi pentingnya.

Satu-satunya hari libur Alenda adalah hari minggu. Dia mulai menggunakan hari itu untuk istirahat penuh untuk tidur seharian. Bahkan Alenda belum sempat mengunjungi ruang bawah tanah tempat ponsel disimpan. Siapa sangka menjadi Ratu yang menanggung beban Raja terasa seberat ini?

"Nyonya ... lebih baik Anda sarapan dulu baru tidur lagi," ucap Anggita yang duduk di sisi ranjangnya.

Ranjang Alenda yang berisi lembar-lembar kertas tidak boleh dibereskan. Siapa tau saat bangun Alenda bisa membaca ulang dokumennya.

"Lima menit lagi ...."

Anggita menghela napas. "Satu jam yang lalu Anda mengatakan hal yang sama, Nyonya."

Alenda berguling sampai berubah posisi menjadi telungkup, dia menenggelamkan wajahnya. Rasanya sangat menyiksa, tapi Alenda sama sekali tak bisa berhenti. Bagaimana, ya? Ini momen yang menyenangkan sekaligus menyiksa. Alenda kecanduan, tapi menikmatinya.

"Izinkan aku tiduran sampai besok pagi, Anggita. Aku benar-benar lelah," racaunya.

"Ta--tapi ... ini bukan hari minggu, Nyonya. Ini sudah hari senin. Satu jam lagi para pejabat menunggu Anda di ruang rapat."

Ucapan Anggita membuat bola mata Alenda terbuka lebar. Dia segera bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Dengan menggunakan kecepatan kilat, Alenda sudah basah kuyup dan siap ganti baju.

"Ada apa, Nyonya? Ada yang tertinggal? Nyonya mau ke mana?" Anggita bingung melihat Alenda yang sibuk memilih gaun.

"Tadi kan kamu bilang, satu jam lagi aku rapat. Aku tak punya banyak waktu jadi segera dandani aku, Anggita!"

Anggita kebingungan. Dia menurut saja apa kata Alenda lalu mengatur rambutnya. "Hari ini Anda libur, Nyonya."

"Hah? Maksudmu gimana, sih, Nggit? Tadi kan kamu bilang ini hari senin dan ada rapat!"

"Apa? Saya ... saya tidak pernah mengatakan itu, Nyonya."

Alenda menutup wajahnya sambil mengusap kening. Kepalanya jadi terasa pusing. Apa kalimat Anggita yang dia dengar adalah di dalam mimpi? Jantungnya sampai ingin keluar dari raga saat mendengar kata 'rapat' sebab dia harus menyiapkan mental dua kali lipat.

"Anggita ... hari ini kamu bisa kembali. Aku benar-benar harus istirahat," ucap Alenda.

Anggita menghela napas. Dia mengusap bahu Alenda untuk menguatkan, sebelum akhirnya keluar kamar.

The Beast & His SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang