"Maaf, itu sepertinya tidak mungkin, Yang Mulia."
Alenda mengerutkan keningnya. "Lah, kenapa?"
"Karena ... Yang Mulia Raja sedang tidak ada," kata Lalea sambil menunduk.
Alenda langsung menggebrak meja. "Lalu, hal itu membuatku tidak punya kuasa untuk pergi? Apa aku menjadi ratu hanya ketika ada raja?"
Setelah mengatakan itu, Alenda melihat Lalea yang hanya diam saja lalu melanjutkan ucapannya. "Lalea, kau mengenalku tidak hanya sehari dua hari, tapi 6 tahun! Apa kau lupa bagaimana perjuangan kita sama-sama? Selama 6 tahun, memangnya aku butuh izin raja untuk melakukan sesuatu?"
"Tapi ... Kota Angkasa itu tempat berbahaya, Yang Mulia. Sejak musibah banjir yang telah mengambil banyak nyawa, kota itu dianggap sebagai kota pembawa petaka. Bahkan kekaisaran hampir menghapusnya dari peta."
"Apa sekarang sudah dihapus?" tanya Alenda yang baru mengetahui tentang fakta itu.
Lalea menggeleng. "Belum. Tidak ada yang tau mengapa kaisar tiba-tiba berubah pikiran."
"Aku benar-benar harus pergi ke sana, Lalea. Sebagai ibu negara, tidak mungkin aku membiarkan seorang anak kecil berpisah dari orang tuanya. Apalagi ada beberapa hal mencurigakan yang harus kuselidiki. Gavier tidak ada, aku semakin penasaran kalau tidak langsung mendatangi tempat itu sendiri." Kemudian Alenda menegakkan tubuhnya sambil merapikan pakaiannya. "Sudah cukup aku memintamu, tapi kali ini perintah. Kalau kau menolak perintahku, akan kugunakan kuasaku dan hukum kerajaan untuk mengekangmu."
Hukum Kerajaan Disappear, di mana perintah pemilik kuasa tertinggi yaitu raja dan ratu adalah sebuah kewajiban yang harus dipatuhi. Jika tidak, nyawa menjadi gantinya.
"Yang Mulia Ratu ...."
Alenda tidak mengindahkan ucapan Lalea lagi. Kepalanya sudah mendidih sejak tadi. Bagaimanapun, Alenda tetap cemas dengan gadis kecil itu. Dia khawatir kalau sampai Zata pergi mendatangi Kota Angkasa sendiri. Kalau hal itu terjadi, maka Alenda berarti gagal menjadi ibu kerajaan ini.
Kaki Alenda pun berhenti di kamarnya. Dia menatap ke arah jendela yang terbuka lebar. Apa ada seseorang yang baru saja menyusup ke kamarnya? Tapi siapa?
Tangan Alenda pun masuk ke sakunya perlahan-lahan. Dia siap mengacungkan belati untuk siapa pun yang berniat mengancam nyawanya.
Kyaaak!
Alenda menoleh. Makhluk bertubuh besar itu menunduk tepat di kakinya. Padahal tangannya sudah mengacungkan belati dengan berani, tapi ternyata itu adalah Stella, burung elang miliknya dan Galya.
"Stella!" Alenda kembali menyimpan belati itu lalu memeluk erat sang burung. "Astaga, aku sangat merindukanmu! Kau baik-baik saja, kan?"
Stella hanya menjawab dengan cuitan burung pada umumnya, tapi dia tampak lebih bersemangat seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. Alenda pun mengusap hangat puncat kepalanya. "Syukurlah! Apa Kak Galya yang mengirimmu?"
Alenda menundukkan kepalanya. Dia melihat gulungan kertas yang diikat di kaki Stella. Belum sempat mengambilnya, ikatan di gulungan kertas itu sudah terbuka sendiri. Dia melayang ke hadapan Alenda hingga terbuka lebar apa isinya.
"ALENDA!"
Alenda membulatkan mata lebar. Apa ini? Bentuknya kertas, tapi muncul wajah Galya yang berbicara di dalamnya.
Kayak video call, pikir Alenda.
"Kak Galya?!"
"Kau! Apa kau ... baik-baik saja?! Apa ada yang terluka?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Beast & His Secret
Fantasía[REUPLOAD, BURUAN BACA!] Zata Nandari adalah gadis metropolitan yang menganut kebebasan tinggi dalam hidup, yang mana pemikiran itu dia peroleh karena dimanjakan oleh kasih sayang orang tua sejak kecil. Sehingga dia tak takut apa pun dan senang meni...