Bab 37

10.7K 1.2K 13
                                        

Selesai bercerita dengan anak-anak, Alenda memutuskan untuk mengisi harinya dengan membantu orang-orang. Karena dari kemarin Gavier dan Alenda sudah dibantu, jadi rasanya tidak enak kalau tidak bisa memberikan imbalan apa-apa. Sehingga ketika makan siang, Alenda pun membantu para ibu menyiapkan makanan untuk anak dan suaminya.

"Astaga, Yang Mulia! Mengapa Anda ada di sini?"

Alenda terkejut dengan suara yang menggelegar itu. Dia menoleh dengan muka cemong bekas membantu menyiapkan api di tungku untuk memasak.

"Aku hanya ingin sedikit membantu," ucap Alenda sambil menggaruk pipinya.

"Kenapa kau berisik sekali, Marcel? Dia bilang mau membantu jadi aku memintanya menyiapkan api. Katanya dia tidak bisa masak, jadi aku memberikan pekerjaan kecil," ucap Elis yang baru selesai menimba air di sumur.

"Hei! Kau gila?!" Marcel segera mendekati Elis dan mencengkram kerahnya. Hampir saja air yang susah payah dibawa Elis tumpah.

"Apa, sih? Kau kenapa, Cel?"

"Dia adalah Yang Mulia Ratu! Kau bisa membuat kita semua mati dipenggal karena penghinaan keluarga kerajaan!" bentak Marcel pada akhirnya agar Elis segera tau tempat.

"A--apa?!" Elis segera melirik Alenda. Tak lama kemudian, dia bersujud hingga air yang dia bawa pun tumpah semua. Tapi dia tak peduli akan hal itu karena yang terpenting di sini adalah nyawanya. Ada anak yang harus dia jaga, bagaimana mungkin dia mati sekarang?

"MOHON AMPUNI KELANCANGAN SAYA, YANG MULIA! SAYA ... SAYA TIDAK TAU ... SAYA SANGAT--"

"Elis!" Alenda segera berjongkok dan membantu Elis berdiri. "Jangan begitu! Aku baik-baik saja. Ini bukan apa-apa untukku!"

"Ta--tapi!"

"Tenanglah! Karena sekarang aku ada di sini, anggap saja aku sama seperti kalian." Alenda mendongak untuk menatap Marcel. "Kau juga, Marcel. Anggap aku sama dengan kalian. Usia kalian juga lebih tua sedikit dariku, kan? Perlakukan aku seperti teman. Aku hanya ingin tinggal di sini dengan nyaman. Tidak pa-pa, kan?"

"Tapi Yang Mulia kan--"

"Status tidak penting! Di mata Tuhan kita semua sama, apa gunanya? Jadi sekarang lupakan statusku dan perlakukan aku sama seperti yang lain. Yah, anggap saja ini perintah kalau kalian masih saja keras kepala." Alenda berdiri lalu mengambil kaleng yang tadi dibawa Elis. "Aku akan menimba airnya!"

Alenda berjalan ke pintu belakang dapur tanpa mengindahkan panggilan dari Elis maupun Marcel. Keduanya pun akhirnya pasrah menuruti apa mau Alenda.

Berjalan ke belakang bangunan yang ada di dekat hutan cukup menegangkan sebab di sini tidak ada aktivitas. Sehingga rasanya sepi dan hanya ada satu sumur sebagai sumber air. Alenda harus cepat-cepat pergi karena walau masih siang, tetap saja hawanya lumayan angker.

"Duh, berat!" Alenda berusaha menarik talinya sekencang mungkin lalu menuangkan kaleng kayu sumur ke kaleng yang dia bawa.

"Aduh!"

Pergerakan Alenda terhenti kala mendengar suara orang lain yang mengaduh. Apa ada orang selain dirinya di sini? Alenda pun meletakkan kaleng kayu itu di bibir sumur lalu mulai mengedarkan pandangan.

Benar-benar tidak ada siapa-siapa.

Lalu, itu suara apa?

Srak ... srak.

Alenda kembali menoleh. Asal suaranya dari semak di sebelah kanan. Kalau itu hewan, Alenda bisa merasa tenang. Tapi kalau bukan, Alenda sudah siap mengeluarkan sihirnya.

Srak!

Pupil Alenda melebar setelah melihat gadis kecil yang berjongkok untuk sembunyi dari pandangan Alenda.

The Beast & His SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang