"Ga--Gavin? I--itu aku ... lagi--"
Gavin masuk dan merampas langsung buku yang Zata dekap. "Aku sudah bilang kan kalau Resta berbahaya dan sekarang kamu masuk ke kamar saudaranya?!"
Zata yang merasa kepergok hanya bisa diam karena takut. Ceroboh sekali dia berlama-lama di sini. Tadinya dia pikir Gavin mungkin akan berada di luar selama dia dan Resta ada di rumah ini.
"Zata?"
Sontak Gavin menarik tangan Zata hingga tubuhnya bersandar di tubuh Gavin. Pria itu menutup pintu dengan punggungnya kala mendengar suara Resta yang memanggili nama Zata.
"Ssst!" desis Gavin.
Kalau sampai mereka ketahuan, Zata bisa saja dalam bahaya. Resta itu anak yang cukup temperamen. Dia bisa melakukan apa saja ketika marah, bahkan kepada perempuan.
Zata yang berada pada jarak begitu dekat dengan Gavin berusaha keras meredam degup jantungnya. Bagaimana tidak? Gavin yang dia lihat sekarang adalah Gavin yang baru mandi dengan rambut basah. Pria itu bahkan tak sadar kalau dirinya masih menggunakan piyama mandi.
"Gav--"
"Sssst!" desis Gavin lagi.
Haduh ... ini loh masalahnya ... duh, pikir Zata yang sangat berharap Resta segera pergi.
Menghilangnya Zata secara tiba-tiba Resta yakin adalah ulah Gavin. Lantas dia menoleh ke arah kamar Gavin sembari berniat untuk mengecek apa yang sedang pria itu lakukan. Belum sempat mengetuk pintu, Alena datang.
"Resta!" panggilnya.
Resta menoleh. "Ada apa, Ma?"
"Kamu cepet turun ke bawah! Gas LPG-nya kayak mendesis gitu. Mama takut bakal meledak!" seru Alena dengan wajah panik.
"HAH?!" Resta segera berlari turun seperti apa yang Alena katakan, sedangkan Alena menoleh ke arah kamar Gavin sembari tersenyum tipis sebelum akhirnya ikut turun ke bawah.
Setelah mendengar kepergian mereka, Gavin mulai bernapas lega. Dia pun menatap Zata yang dari tadi tak berhenti menatapnya. Sontak rona merah menyebar di telinga hingga pipinya. "A--apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu?"
Zata menjauhkan dirinya dari Gavin lalu berbalik. "Pakai bajumu."
"Hah?" Gavin segera menatap tubuhnya. Ternyata dia belum pakai pakaian. Dengan kecepatan tinggi, Gavin segera berlari ke lemari dan mencari pakaian apa pun untuk dikenakan.
"Pakai baju aja dengan nyaman. Aku nggak akan ngintip," ucap Zata yang masih memunggungi Gavin, sedangkan pria itu masih kelabakan memakai celana dalamnya.
"Dan ... jangan pakai jaket itu lagi," kata Zata yang penasaran bagaimana Gavin memakai pakaian lain.
"Su--sudah. Aku sudah selesai."
Zata pun berbalik dan melihat pakaian Gavin yang lebih segar. Kali ini memang tidak pakai jaket, tapi hoodie. Sepertinya gaya berpakaian Gavin memang seperti ini.
"Mau aku bantu?" tanya Zata.
Gavin tak mengerti maksud Zata. Apa yang memang ingin Zata bantu? Gavin kan sudah memakai pakaiannya.
Mengerti bahwa pria itu kebingungan, Zata menarik tangannya dan menyuruhnya duduk di pinggir kasur, sedangkan Zata naik ke atas kasur dan berada di belakangnya. Dia mulai mengeringkan rambut Gavin dengan handuk pria itu.
"Za--Zata?"
"Duduk aja yang anteng. Aku cuma mau bantu kok," ucap Zata sembari mengeringkan rambut Gavin.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Beast & His Secret
Fantasy[REUPLOAD, BURUAN BACA!] Zata Nandari adalah gadis metropolitan yang menganut kebebasan tinggi dalam hidup, yang mana pemikiran itu dia peroleh karena dimanjakan oleh kasih sayang orang tua sejak kecil. Sehingga dia tak takut apa pun dan senang meni...