Bab 42

9.3K 1.3K 67
                                        

- Gue semangat update kalo banyak yang follow, yuk follow :) -

***

Galya menatap ke arah jendela kereta kuda. Jalanan hari ini lebih ramai dari biasanya padahal kekaisaran sedang melakukan pembatasan aktivitas besar-besaran.

"Galya," panggil duke. Lantas Galya mendongak dengan seulas senyuman.

"Haah ... sebenarnya aku tau kalau mengungkit kejadian itu hanya akan menyakitimu, tapi aku sudah tidak ingin melihatmu seperti ini."

Galya tau, ayahnya sangat mencemaskannya. Sebenarnya Galya juga tak ingin menunjukkan kesedihan aslinya, tapi tanpa sadar dia sering galau tiba-tiba. "Aku baik-baik saja, Ayah. Sungguh. Aku bahkan sudah melupakannya."

"Apa kau yakin untuk merawat anak itu sendirian? Kalau kau mau, aku bisa mengenalkanmu ke banyak pria yang lebih baik dari bajingan itu," ucap duke. Dia tidak berbohong, kenalannya memang sangat banyak. Apalagi anak dari teman-temannya juga cerdas, tampan, dan punya etiket baik. Bersanding dengan Galya pasti akan sangat serasi.

"Aku ... sedang tidak ingin jatuh cinta lagi. Hatiku lelah, Ayah."

Duke memajukan tubuhnya kemudian menggenggam tangan Galya. Dia elus lembut punggung tangan putri pertamanya itu. Rasanya hangat. "Baiklah. Ayah akan mendukung apa pun keputusanmu."

Keduanya kembali menatap ke luar kereta kuda. Gerbang kekaisaran sudah dekat. Mereka memang kini sedang berada dalam perjalanan menuju Kekaisaran Matahari sesuai permintaan Alenda. Satu-satunya orang yang bisa menembus gerbang yang dijaga ketat oleh kaisar adalah Keluarga Celsion yang punya nama dan jasa besar terhadap benua.

Betul dugaan mereka, pengawal mengijinkan kereta kuda Keluarga Celsion masuk ke lingkungan kekaisaran.

Setelah kereta kuda berhenti, pengawal membukakan pintunya. Orang pertama yang turun adalah duke, lalu dia mengulurkan tangan untuk membantu putrinya turun. Keduanya pun berbalik menghadap pintu utama istana.

Namun, hal tak terduga menjadi pandangan mereka. Tubuh Galya dan duke sama-sama membatu di tempat.

Tapi Galya tak semudah itu mempercayai penglihatannya. Dia memutuskan untuk tetap berjalan. Anehnya, kakinya jadi semakin lemas kala pemandangan itu semakin jelas. Tangan Galya terulur, menyentuh kepala yang digantung di atas tiang besi. Perasaan merinding, tak percaya, dan sakit di dada membuat tubuh Galya ambruk.

Duke masih berada di posisinya paling belakang. Dia masih membeku di tempat. Tak ada yang bisa dia lakukan selain berusaha mencerna situasi.

"Ga ... far?"

Akhirnya duke mau melangkah mendekat. Galya mendengar langkah kaki ayahnya, lalu mendongak. "Ayah ... dia ... dia ... bukan Gaffar, kan?" Bola mata Galya yang berkaca dan pemandangan mengerikan ini membuat dunia duke terasa runtuh.

Dia tak berkutik. Air mata yang membendung di ujung matanya mengalir begitu saja. Tatapannya masih lekat ke bola mata Gaffar yang tampak menahan rasa sakit dan ketakutan.

"Nggak ... dia bukan Gaffar! Pastinya bukan! Gaffar kan nggak mati semudah ini. Ya kan, Ayah?" Galya menggeleng sambil mengepalkan kedua tangannya. Air mata sudah berlinangan, tapi dia tidak terisak sama sekali. "Nggak ... nggak! Ini namanya penghinaan. Gaffar kan sedang melakukan perjalanan jauh atas nama Keluarga Celsion."

The Beast & His SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang