Bab 7

22K 2.6K 112
                                    

Gavier tak tau harus mengatakan apa di situasi seperti sekarang. Apa dia harus bersyukur karena Alenda tak membencinya? Tapi ini terlalu ambigu. Gadis ini aneh, tak seperti perempuan-perempuan lain yang dia temui. Bagaimana bisa perasaan seseorang sebersih ini?

"Apa kau benar-benar merasa baik-baik saja di dekatku, Alenda?"

Alenda mempererat genggaman Gavier. "Ya, tanganmu hangat."

Kini keduanya tengah duduk di kursi besar Raja dan Ratu sambil memperhatikan tamu-tamu yang datang. Para bangsawan bisa menyapa keduanya kapan saja, tapi kebanyakan dari mereka hanya ingin melihat Ratu yang ditumbalkan. Tak ada yang penasaran dengan kondisi Raja.

"Kasihan sekali dia padahal masih muda." Itulah ucapan yang terdengar setiap kali mereka menatap Alenda.

Kenapa, sih? Ribetin urusan orang aja dari tadi. Hidup-hidup gue, lo yang repot. Dasar, Rakyat! batin Alenda yang berusaha menahan amarahnya dengan terus tersenyum.

Di dalam topengnya, Alenda tak akan tau bagaimana Gavier menahan senyum sejak tadi. Dia tau betul ekspresi menahan amarah begitu. Walau tau sedang diejek, istrinya ini tak melepas genggamannya sama sekali. Gavier jadi heran dibuatnya.

Apa mungkin karena usianya yang masih muda Alenda jadi mudah menerima orang lain dalam hidupnya? Bagaimana saat Gavier pergi nanti, ya? Apakah Alenda akan menunggunya? Mau bagaimanapun, Gavier tak akan berharap banyak. Dia sudah sering kecewa. Jadi kecewa satu kali lagi juga tak akan mengubah apa-apa.

Tapi ....

Gavier menatap ke arah genggamannya dengan Alenda. Ini adalah genggaman pertama setelah ibunya. Alenda adalah orang pertama yang menerima keberadaannya dengan tulus setelah ibunya. Ini aneh. Gavier jadi penasaran tentangnya.

"Yang Mulia," panggil Alenda. Otomatis Gavier membuang wajahnya ke arah lain agar tidak ketahuan sudah memperhatikan Alenda sejak tadi.

"Ehem ... ya?"

"Apa kita hanya akan duduk-duduk saja?"

"Memangnya kamu mau kita melakukan apa?" tanya Gavier yang tak paham.

Lantas Alenda menunjuk ke arah orang-orang yang berdansa dengan pasangannya. Dari tadi dia berulangkali berdecak kagum. Walau tak tau cara berdansa, tapi ini kan persis seperti novel-novel yang pernah dia baca! Mana mungkin Alenda melewati kesempatan seperti ini?

"Itu ... sepertinya menyenangkan."

Gavier mengikuti arah jari Alenda menunjuk. "Apa?"

Alenda mengambil kedua tangan Gavier, kemudian menggoyang-goyangkannya. "Dansa!"

"I--itu ... sepertinya akan sulit."

Alenda menunduk sambil mengamati jemarinya. Di hari pernikahannya, tak mungkin dia berdansa dengan pria lain selain suaminya. Sehingga kalau Gavier menolak, maka dia tak akan bisa mewujudkan keinginannya. "Be--benarkah?"

"Iya, maaf."

"Nggak pa-pa. Toh, aku tidak bisa berdansa." Itu hanya dalih dari Alenda. Padahal dia sangat ingin berdansa walau tidak bisa.

"Aku juga."

"Eiy, mana mungkin seorang raja tidak bisa? Waktu jadi pangeran Anda pasti sudah sering berdansa dengan banyak nona," ucap Alenda.

"Itu tidak benar. Aku sungguh tidak pernah berdansa. Memangnya siapa yang mau berdansa denganku?"

"Hah, serius? Segitunya? Padahal kan Anda raja!"

Gavier terdengar tertawa kecil. "Raja keji buruk rupa tepatnya."

Hmm, apa mungkin karena itu dia memutuskan menyetujui rumor soal dirinya yang keji dan mata keranjang agar sebagai raja dia masih punya wibawa atas kekurangannya yang buruk rupa? pikir Alenda yang jadi paham mengapa Gavier menjadi seperti sekarang.

The Beast & His SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang