Perang I dimulai.
"Bagaimana perasaanmu?"
Seorang pria berpakaian militer datang ke kamar yang dulunya milik Alenda. Tentu saja kini ranjang dan isinya dikuasai oleh Elfatir. Pria itu sekarang sibuk berkaca di depan cermin besar yang biasa dipakai Alenda. "Hmm, yah ... hari ini sedikit lebih baik."
"Tentu saja kau harus merasa baik. Aku sudah menyiapkan semua yang kau butuhkan," celetuk Permaisuri Nindy yang baru datang. Dia langsung berjalan angkuh menuju Elfatir lalu membantunya membenah kerah kemeja. "Penampilanmu harus bagus. Hari ini kau akan bertemu Yang Mulia Kaisar untuk pertama kalinya."
"Uhuk-uhuk!" Elfatir hendak menjauhkan tangan Permaisuri Nindy darinya. "Terlalu sesak! Aku tidak nyaman."
"Hentikan rengekanmu itu! Kesempatan ini bahkan tak akan pernah terjadi dalam hidupmu kalau bukan karenaku. Apa kau masih tidak paham posisi?!" bentak Permaisuri Nindy. Hal itu membuat nyali Elfatir menciut dan hanya mampu menurut.
Setelah itu permaisuri mendudukkan diri di pinggir kasur Alenda. "Kau sudah membunuh bibi?"
"Ya ... aku kesal padanya. Jadi kubunuh saja."
Permaisuri Nindy mulai mengurut pelipisnya dengan tangan. "Bodoh sekali! Sangat-sangat bodoh! Pantas saja selama ini kau hanya bisa menjadi pecundang."
"Apa lagi, sih? Salah lagi?" tanya Elfatir yang jadi ikut kesal.
"Lihatlah, Kak ... adikmu ini bodoh sekali, kan?"
Pria tadi berjalan masuk setelah menutup pintu kamar. Dia mendekat ke hadapan Elfatir lalu mencengkram rahangnya. Melihat itu Elfatir tak bisa berkutik, dia ketakutan. Selama ini hanya kakaknya ini yang mampu menghajarnya habis-habisan dengan didikannya yang keras. "Kalau kau masih banyak tingkah, bukankah itu artinya kau melanggar janjimu padaku?"
"Kak Oceryus ... aku ... aku hanya tidak tau mengapa aku tidak boleh membunuh bibi."
Pria bertopeng itu langsung menghempas wajah Elfatir darinya. "Karena dia adalah orang paling pas yang bisa dijadikan kambing hitam, tapi kau malah membunuhnya. Bodoh!"
"Bwahaha, dia memang sudah bodoh dari lahir, Kak!" ejek permaisuri.
"Nindy, kau sudah menyiapkan semuanya? Yang Mulia Kaisar juga akan ikut, kan?" tanya Oceryus.
"Iya, Kakak tenang saja. Beliau sangat tergila-gila padaku. Pertarungan ini sangat menyenangkan baginya."
Oceryus mengangguk sembari bersedekap dada. "Kita tetap harus hati-hati. Tidak ada yang tau apa isi pikiran kaisar sebenarnya dan lagipula ... kita tidak tau juga apa alasan anak itu mendatangi kuil."
"Haah ... bukankah kau terlalu percaya pada pendeta mesum itu? Bisa saja dia membual, kan? Seseorang yang tidak mempercayai hal-hal suci seperti Gavier, memang apa yang bisa dia lakukan di kuil?" kata Permaisuri Nindy dengan remeh.
"Ya, kau mungkin benar. Tapi aku sebagai ayahnya bahkan tak bisa membaca isi pikirannya sendiri. Apalagi setelah kejadian dia kembali dari medan perang. Rasanya masih baru kemarin." Oceryus mengusap lembut lehernya yang tersisa bekas sihir Dewa Ares milik Gavier. "Aku tak akan pernah melupakannya."
"Tentu saja jangan dilupakan! Dia itu keponakanku yang paling tidak tau diri. Bisa-bisanya dia jatuh cinta padaku. Gila apa?!" kesal Permaisuri Nindy, mengingat Gavier yang tiba-tiba datang ke istana kaisar dan menanyakan tentang perasaannya. Betapa bingung Nindy kala itu.
"DARURAT! DARURAT!"
Oceryus, Elfatir, dan Nindy sama-sama menoleh kala mendengar suara orang heboh dari luar.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Beast & His Secret
Fantasy[REUPLOAD, BURUAN BACA!] Zata Nandari adalah gadis metropolitan yang menganut kebebasan tinggi dalam hidup, yang mana pemikiran itu dia peroleh karena dimanjakan oleh kasih sayang orang tua sejak kecil. Sehingga dia tak takut apa pun dan senang meni...