dua belas

19.1K 4.4K 1.3K
                                    


kalo... gue typo nama, maklumin ya HAHAAH. gua selalu revisi cerita sblm update 3x lebih biar gaada typo, tp kalo nama kan suka kelewat. Tau lah, nama di alega seabrek, jadi suka konslet.




12.


Pagi itu Nichol bangun sekitar jam 6. Ia pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi, kemudian mengambil setelan olahraga di lemari dan melemparnya ke kasur.

Nichol berdiri di depan cermin tanpa baju, lantas berbalik untuk melihat punggungnya sendiri. Terdapat beberapa memar dan sedikit pegal jika digerakkan. Perban juga masih ada karena luka tusuknya belum sembuh.


Ia menghela napas berat, segera memakai bajunya. Melirik hpnya yang menyala karena ada notifikasi masuk.



Dr. Ibra : pagi nichol

Dr. Ibra : today ada terapi sumsum tulang lagi ya

Dr. Ibra : sama setor obat buat minggu depan


Nichol menghembuskan napar berat, melempar hpnya di kasur kemudian keluar dari kamar. Terlalu bosan membaca pesan yang sama setiap minggunya. Salut juga karena Dokter Ibrahim pantang menyerah untuk mengingatkan orang sepertinya.



Jangan salahkan sikap Nichol dulu, cobalah berada di posisinya.



Semangat hidup benar-benar sulit berlaku baginya. Dia yang munafik jika pura-pura bahagia di atas penderitannya. Nichol tak bisa bersikap palsu.


Pagi itu ia olahraga seperti biasa, salah satu hal baik untuk pengidap kanker sepertinya, yang masih mampu ia jalani.


Nichol yang sedang berlari di jalanan komplek tersentak karena saat di belokan ia berpapasan dengan Elia yang kebetulan sedang berolahraga juga.


"Halo ganteng!" Elia melambaikan tangannya dengan senyum lebar. "Saya baru tau loh kamu suka olahraga."

Nichol menaikan alis, lalu lanjut berlari tak peduli. Ternyata Elia putar balik untuk mengekorinya. "Padahal lebih bagus subuh tadi, sambil liat matahari terbit."

Nichol melirik sekilas.

"Bilang aja takut panas."

"Ya itu juga sih," Elia mengangguk. "Tapi sumpah liat matahari terbit bagus banget, saya videoiin loh, mau liat nggak??" Cewek itu merogoh saku trainingnya.

Nichol segera mempercepat larinya.

"Tungguin ih!"

"Nggak usah ikutin saya!"

"Ikut!"

Elia segera menyamakan langkahnya. "Umur kita tuh sebenernya nggak beda jauh loh, jadi nggak perlu ngomong formal gini nggak sih?"

"Nggak mau,"

"Santai lebih asik tauuu,"

"Nggak usah ngomong sama saya kalo nggak pake bahasa sopan." ucap Nichol.

"Dasar gila hormat," cibir Elia. Ia kemudian melirik perut Nichol dengan tatapan penasaran. "Emang udah boleh olahraga, ya? Kan abis punya luka,"

Nichol tak menjawab.

"Sakit nggak sih?"

Nichol melirik dengan tatapan datar membuat Elia tertawa geli. "Bodoh,"

"Maksudnya kalo dibuat lari gini sakit nggak?" tanyanya. "Saya nanya baik-baik loh, malah dikataiin."

"Nggak usah banyak nanya,"

"Astaga..." Elia menggeleng heran. "Kalian berdua ini satu merek, ya? Bisa-bisanya nyebelin semua. Heran gitu loh saya nggak pernah ketemu orang yang ngademin,"

212 Days ( AS 9 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang