52

18.8K 4.6K 1K
                                    






hi hi


52. Harapan.



Nichol terus melihat sekitar sambil menyetir, mencari mobil silver yang membawa Elia dari gedung pesta. Bisa-bisanya cewek itu mengajak orang asing pergi bersama dalam keadaan mabuk, memang ceroboh.

Mobil Nichol melaju lebih pelan saat ia melihat satu mobil terparkir di depan kafe kecil, jadi ia memutuskan untuk menepi dan turun. Begitu masuk ke dalam ia berpapasan dengan pria yang dibawa Elia tadi sedang melangkah keluar.

"Mas," Nichol menahan bahunya. "Mana cewek yang sama kamu?"

"Noh di belakang," jawabnya dengan nada jutek. "Nggak jelas banget malah ngata-ngataiin gue, katanya ngajak pergi bareng,"

Nichol menoleh ke arah kursi belakang, sementara orang tadi sudah pergi dengan ekspresi kesal. Saat melangkah masuk ia melihat sekitar dulu, isinya laki-laki semua yang mata keranjangnya tertuju pada Elia.

"Ayo pulang," Nichol berdiri menghadap cewek itu.

Elia yang sedang bergumam tidak jelas perlahan mengangkat kepalanya, memandang Nichol dengan ekspresi datar. "Nggak mau,"

"El,"

Elia mengabaikannya.

"Udah ah," Nichol menahan gelas yang hendak diminum cewek itu. Dari wajahnya sudah keliatan orang ini lemah terhadap alkohol. "Ayo pulang."

"Apasihhh," Elia menepis tangan Nichol. "Pulang sendiri sana."

"Kamu mabuk,"

"Emang,"

"Makanya pulang,"

"Nggak usah ngatur-ngatur orang deh,"

"Udah malem, El."

"Terus???"

Nichol menghela napas berat, tanpa basa-basi menarik lengan Elia dan membawanya pergi. Cewek itu sempat melambaikan tangannya pada orang sekitar tapi segera ia tarik. Setelah di depan mobil ia membuka pintu. "Gih masuk,"

"Nggak mau ya nggak mau," decak Elia. "Saya mau pulang sendiri."

"Tolong lah..."

"Apa lagii?" Nada bicara Elia yang kesal membuat Nichol terdiam. "Sikap kamu tuh kayak punya tanggung jawab aja sama urusan saya, padahal ya enggak."

Nichol diam lagi.

"Kamu tuh ya," Elia menunjuk bahu Nichol dengan wajah sayu. "Paling jago kalo urusan mainin perasaan orang."

"Mainin gimana?"

"Serius nanya? Apa pura-pura nggak tau??" tanyanya. "Kalo mau pergi tuh pergi aja selamanya nggak usah tiba-tiba nongol tiba-tiba ngilang. Saya nggak punya pengalaman ngatasin hal kayak gini... akhirnya sakit hati."

"Paham sampe sini Nichol Benedict?"


Jangan bilang Elia yang berlebihan karena selama 2 minggu orang ini tidak ada kabar dan menghilang begitu saja, disitu Elia sudah merasa memang dia yang berharap lebih. Tapi malam ini Nichol datang lagi menghampirinya jauh-jauh dari pesta hanya untuk memastikan apakah dia aman, lagi-lagi membuatnya salah paham.



"Maaf," Nichol meraih tangannya tapi Elia tepis lagi.

"Maaf nya karena apa gituloh hah?" Suara Elia mulai bergetar, kesadarannya pun kembali berkumpul. "Maaf karena yang saya omongin tadi bener semua?? Hah?"

"Sialan," Elia menunduk sambil mengusap air matanya yang mulai menetes. "Capek gue nangisin orang yang nggak peduli sama sekali."

Ia menatap Nichol lagi. "Gue sejelek itu kah? Seburuk itu kah sampe hati lo yang super beku itu selalu tertutup? Hah? Misal belum yakin sama perasaan lo sendiri, jangan bawa-bawa gue dengan ngasih harapan lebih!"

212 Days ( AS 9 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang