28

20K 4.6K 1.3K
                                    




mandi kak, libur jgn mageryhh


28. Bocah.




Nichol membawa segelas air putih ke ruang tamu, lalu duduk di sofa sambil bicara di dalam telfon karena tadi pagi Kakek Han dan Hendry berangkat ke Bandung naik kereta. Dia tidak bisa mengantar sebab bertemu dengan klien.

"Sampe jam berapa tadi?"

"Jam berapa, ya? Yuna, tadi aku sampe sini jam berapa??"

"Setengah sepuluh sayang,"

"Oh, jam 9 sampe berarti, tadi si Hendry langsung pesen ojol ke tempat supupunya, terus Papah dijemput Mamahmu,"

Nichol mengangguk. "Yaudah, mastiin aja,"

"Kita kemungkinan pulang lima hari ke depan Nic, Jevan aman ya,"

"Hm, ada Nichol," jawabnya. Lalu menoleh melihat Jevan yang sedang menyiram tanaman di luar bersama Elia. "Aman dia." gumamnya pelan.

"Tadi kamu bilang mau kasih tau sesuatu apa?"

"Hm?" Nichol mengalihkan tatapannya dari luar.

"Katanya ada yang mau disampeiin,"

"Oh," Nichol menegakkan badan sambil memijit alis. "Itu... semalem, eung... Mamah Jevan dateng ke rumah."

"Atika?"

"Ya..."

"Ngapain dia hah??" Kak Yuna tau-tau menyahut dari seberang sana.

"Dibilang jangan nyalaiin speaker," gumam Nichol heran. Nggak tau apa yang Papah ceritaiin ke istrinya, pasti dilebih-lebihkan.

"Mana aku mau ngomong sama Nichol!"

"Ya ini dia lagi ngomong, Na..."

"Nggak! Bawa sini hpnya biar aku kasih tau, nggak ada ya nemuiin Jevan ya, kurang ajar itu dia kalo masih punya muka dateng ke sini!"

"Na, anakmu denger,"

"Biar! Harus tegas ya Nichol, ya? Aku pribadi pun nggak membiarkan disakiti, kamu pun begitu, Jevan juga, kalian punya hak buat nolak kedatangan dia,"

Nichol memejamkan matanya dengan helaan napas berat. Hanya diam mendengarkan karena pidato istri Papah masih sangat panjang. Walau sebagian benar, ada beberapa yang tidak bisa Nichol halangi.

Meski wanita itu meninggalkan putranya saat sedang butuh, dia tak ada hak melarang jika keduanya memang saling ingin bertemu. Semua keputusan Nichol berikan pada Jevan.


"Papah kamu sehari nggak telfonan bangkrut, ya?" tanya Elia sambil berkacak pinggang.

"Ini aku salah nggak sih siramnya?" Jevan bukannya menjawab malah fokus dengan tamannya.

"Lho lho, itu bukan siram tanaman Van, mengundang banjir iya,"

"Kebanyakan?"

"Kamu guyur ituuuu, kasian mawarnya kembung,"

"Bunga bisa kembung?"

"Lah iya, kekurangan air lemes, kebanyakan juga nggak baik,"

"Belajar dari mana?"

"Ngarang sih...."

Jevan memutar bola matanya. Ia meletakkan kembali pot air ke atas meja, lalu pergi ke depan kran untuk mencuci tangannya. "Elia," celetuknya.

"Heh?" Elia yang sedang memandangi Nichol langsung menoleh. "Maksudmu apa, Dek?"

"Dulu nggak mau dipanggil Tante kenapa sekarang enjoy aja? Udah nggak menolak tua?"

212 Days ( AS 9 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang