aku ganti cover baru loh hweheheheheheh
34. Capek.
Nichol masuk ke dalam rumah sakit, langsung bersama Dokter Ibrahim yang masuk bersama dua perawat. Mempersilahkan Nichol duduk di ranjang selagi mereka melakukan pemeriksaan serta melakukan radioterapi.
"Memar di sini baru ya," Dokter mengusap lengan kanan atas Nichol. "Masih suka mual? Atau menggigil kalo malem?"
"Mualnya jarang,"
Dokter Ibra mengangguk. "Bagus, pertahankan pola makan kamu. Saya perhatiin kamu jarang ngerokok, istirahat juga lebih sering,"
Nichol mengangguk singkat. Karena sekarang yang mengomel di rumah bertambah satu. Tanpa sepengetauhan Nichol berani membuang minuman dan rokok di lemari. Memang sengaja tidak ia tegur.
"Saya bukan mau sok menasehati, perbanyak waktu sama keluarga kamu," ucap Dokter Ibra. "Terutama Jevan."
"I will," Nichol menghembuskan napas berat.
"Saya tau kamu berusaha bersikap kayak Nichol yang nggak punya masalah apa-apa, sampe mereka nggak tau keluh kesah kamu apa," katanya.
Nichol diam termenung.
"Pulang, temuiin keluarga kamu, perbanyak komunikasi."
Selesai periksa, Nichol dibawakan obat untuk minggu ini. Ia pulang sekitar pukul 4 sore, karena tadi langsung ke rumah sakit dari kantornya. Mungkin Elia atau Kak Yuna yang menjemput Jevan.
Ia mendorong pagar rumah dan menutupnya kembali. Melangkah melewati halaman rumah sambil menimang-nimang kunci mobil, pertama memperhatikkan sekitar dulu, mulai dari sudut rumah, tempat kesukaan Jevan, serta kursi di mana dia duduk untuk membaca majalah.
Saat membuka pintu, Nichol melihat Elia sedang duduk di meja makan sambil melahap mie. Baru melihat cewek itu muncul karena sejak kemarin mereka tidak saling bicara.
Elia yang sedang mengunyah melirik ke atas, langsung menegakkan badan dan menguasai dirinya. Melirik lagi saat Nichol melangkah ke arahnya.
Mau apa lagi ini?
"Jevan mana?"
"Hm?"
"Jevan mana," ulangnya.
"Oh, main tuh sama Kia naik sepeda," jawabnya tanpa melihat Nichol. Tapi ternyata orang itu belum pergi membuatnya mendongak. "Apa...?"
"Pulang, temuiin keluarga kamu, perbanyak komunikasi."
Garis wajah Elia menurun melihat wajah lelah Nichol, seperti ada yang ingin disampaikan dari mulutnya. Melihat kantung plastik di tangannya, Elia menebak orang ini habis pulang dari rumah sakit.
"Ada yang mau diomongin?"
Nichol diam, tapi matanya agak berkaca-kaca.
"Capek, ya?" Elia bertanya.
Nichol awalnya diam, karena dia bukan tipikal orang yang berterus terang. Tapi nalurinya meminta untuk menumpahkan semuanya, jadi kepalanya perlahan mengangguk.
"Apa aja yang capek selain badan?" tanya Elia dengan tenang.
Nichol diam lama, Elia tau lidahnya masih kelu untuk bicara karena tidak terbiasa melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
212 Days ( AS 9 )
RomanceElia harusnya mengadakan pesta di hari pertamanya memiliki tempat tinggal sendiri. Tapi semuanya kandas setelah ia tak sengaja berhadapan langsung dengan insiden yang mau tak mau menyangkutkan dirinya dengan sosok pria menyebalkan serta putra keciln...