Pelukan Pertama.

1.3K 208 12
                                    

Bola mata emerald membulat. Tatapan fokus menjuru pada gelagat pria di hadapannya. Bertepatan dengan itu, mata onyx balik memandangnya.

"Doushita?"

Bibir yang ditanya tergugu, "aano.. umm.. cara memakai dasi itu salah"

Wajah pria bernama Sasuke merah padam. Padahal sudah berpenampilan keren, tapi hanya karena simpul dasi yang kacau memperburuk citra. Beruntung istrinya menegur lebih dini.

"Kalau tidak keberatan, aku bisa membetulkan" lanjut Sakura menawari. Tentu kesan apik seorang Sasuke tidak boleh turun cuma gara-gara dasi.

"Hn" prianya mengangguk tanda pemberian izin. Dengan cakap Sakura membenarkan pola dan posisi dasi yang tepat.

"Apa ada acara penting hari ini?" tanya Sakura memberanikan diri. Tak ada salahnya sedikit penasaran dengan kegiatan suami.

"Aku belum bilang?" dehem Sasuke, "aku akan menjadi pengisi kuliah tamu di Universitas Suna"

"Apa Gaara-san yang waktu itu sedang mengundangmu?" Sakura berusaha memperpanjang obrolan. Dirinya mulai terbiasa bicara banyak dengan Sasuke.

"Sou ka.. jadi kau ingat" Sasuke takjub dengan memori kuat Sakura. Padahal waktu simposium sudah berlalu lebih dari sebulan lalu. Itupun juga Gaara memperkenalkan diri dengan singkat.

"Etto.. Kalau boleh, aku izin pergi ke apartemen temanku siang ini. Aku janji akan pulang sebelum jam makan malam" mohon Sakura. Rupanya bentuk perhatian barusan termasuk dalam modus meminta izin.

Dua hari kemarin, kabar santer beredar tentang peristiwa pengeboman oleh kelompok radikal. Kejadian paling banyak dilaporkan dari kota sebelah. Empat dari lima kasus berlokasi di tempat umum seperti stasiun atau halte. Mengetahui hal itu, Sasuke mewanti-wanti agar Sakura tidak asal kelayapan.

"Kau tau berita sedang panas begini" tolak Sasuke halus. Bagaimanapun juga dia tak ingin Sakura, selaku bagian keluarga, kelak menjadi korban.

"Demo.. aku sudah janji sejak seminggu lalu" mata emerald Sakura kian berbinar.

"Tck. Kau ini susah sekali diberitau" keluh Sasuke, "suruh saja temanmu yang kemari. Jangan ambil resiko"

"Tidak bisa. Adik iparnya sedang tinggal di apartemen. Dia tidak enak kalau harus meninggalkan iparnya sendirian" jelas Sakura.

Sasuke memijat dahi. Kalau tidak salah, tempat tinggal teman Sakura masih satu kota dengan Universitas Suna. Tidak ada salahnya memborong sang istri sekaligus.

"Wakatta wakatta. Naiklah ke mobil. Kita berangkat bersama"

"Eh? Tapi aku belum bersiap"

"Kalau begitu 5 menit. Lebih dari itu, kau tidak boleh keluar rumah"

"Heh~?!" suara Sakura meninggi. Meski begitu ia lekas bersih diri dan mengenakan baju seadanya. Berdandan pun tak sempat, sehingga dia hanya membubuhkan bedak tipis.

"Yon. San. Ni. Ich-"

"Hai hai" Sakura berjalan pontang-panting sembari menarik tas dari gantungan belakang pintu. Kedisiplinan Sasuke tak berubah. Dirinya benar-benar harus siap sebelum hitungan menyentuh angka satu.

"Bagus. Kita berangkat" cuap Sasuke enteng melihat jam tangan. Kala menjadi pembicara, ia harus dalam performa prima dan terjadwal. Tidak akan membiarkan sedikitpun kendala menghalangi.

Perjalanan sejauh 15 kilometer ditempuh Sasuke dalam waktu singkat. Pria itu sudah hapal jalan tembusan menuju ke sana. Total waktunya memakan setengah jam.

𝕆𝕏𝕐𝕋𝕆ℂ𝕀ℕ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang