EPILOG.

370 52 4
                                    

Dentum pintu mobil memancing perhatian penghuni kediaman Haruno. Seorang wanita paruh baya segera keluar sampai lupa mengenakan sendal. Tangannya gesit, membantu putri sematawayang turun dari kendaraan beroda empat.

"Tadaima"

"Okaerinasai, Sakura!" sambutnya memeluk haru.

Terhitung lima hari sejak terakhir bersua. Pasca melahirkan, Sakura diwajibkan menetap di rumah sakit untuk menuntaskan pelatihan mandiri. Program pemerintah tersebut bertujuan membimbing para ibu baru agar sempurna menjalani praktik sehari-hari sebagai ibu siaga.

"Aah, okaeri cucuku sayang~" tak lupa nenek bernama Haruno Mebuki menyapa bayi nan elok dalam buaian. Hasrat memanjakannya tertahan sejenak. Tak tega mengganggu malaikat cilik yang asyik menambah nutrisi, "minum yang banyak biar bisa main sama Baa-chan ya!"

Menapakkan kaki ke ruang utama, wanita gulali celingukan. Suasana di sana terbilang sunyi. Tak ada kegaduhan pria tua berusia lewat setengah abad. Cukup ganjil. Biasanya kepala keluarga di rumah itu menyambut penuh suka cita.

"Tou-san wa.. doko?"

"Ah, ya.. Sakura, ayahmu agak tidak enak badan. Dia semangat sekali memberi promo ke pelanggan karena merayakan kelahiran cucu pertama. Jadilah kecapekan juga! Ditambah lagi, akhir-akhir ini banyak pengunjung kena flu. Mungkin tertular orang-orang di kedai"

"Apa sudah diobati?" cemas Sakura. Padahal besok lusa akan diadakan perayaan oshichiya secara resmi.

"Kemarin Ibu coba buatkan ramuan tradisional, tapi tidak mempan. Tenggorokannya makin gatal dan dahaknya seperti tersendat. Untung ada obat batuk ini yang tersimpan di lemari obat"

"Sumanai Okaa-san, tapi obat ini tidak cocok. Jika berdahak lebih ampuh obat dari kategori ekspektoran, seperti guaifenesin" terang pria berprofesi dosen biokimia seraya mengecek deret bahan aktif pada kemasan obat, "di sini tertulis dextrometopran, itu efektif untuk batuk kering"

"Naru hodo. Jadi salah obat ya?" kepala seseorang menyembul dari balik pintu. Ekspresinya melas ingin merengkuh sesuatu, "aah, padahal aku mau menyapa cucuku"

"Hora, Anata. Jangan kemari! Nanti cucu kita tertular" tegas Mebuki berkacak pinggang pada Haruno Kizashi. Perhatiannya lalu beralih, "Sasuke, Sakura, kalian istirahat atau makanlah dulu. Pasti capek menempuh perjalanan jauh"

Manik Sakura berbinar. Aneka ragam kudapan favorit terhampar di meja. Namun pandangannya tertuju pada bayi dalam dekapan. Tentu dia perlu mengalah supaya tidak mengusik tidur nyenyak si kecil.

"Biar aku yang menggendongnya"

Sasuke mucul bak pahlawan. Sosok itu seolah menjadi ayah sejati. Dirinya telah berusaha selama Sakura absen dari mansion Uchiha.

Tak enak-enakan bersantai, belakangan ini aktivitasnya kian padat. Setelah merampungkan tugas mengajar di kampus, Sasuke melahap buku-buku parenting hadiah dari ibunda. Tak ketinggalan pula belajar cara menggendong bayi dari Uruchi, nenek Uchiha yang tinggal di sebelah rumah.

"Yosh yosh" tangan pria Uchiha bersilangan menopang kepala bayinya. Mengayun-ayun dengan ritme pelan. Lamat-lamat, ia menatap bulatan iris berwarna sama. Dalam benak tersembunyi dia percaya diri telah menguasai sejumlah teknik mengasuh anak.

"Hoaam, rasanya aku mengantuk. Aku akan istirahat dulu saja lah~"

Membayangkan Sakura berlelah-lelah semalaman, Sasuke pun iba, "kau pasti habis begadang. Jangan paksa dirimu"

Bayi perempuan dengan paras mirip Sasuke perlahan merubah mimik. Merasa sang ibu menjauh dari radar pribadi, sedikit demi sedikit si mungil memanyunkan bibir. Dalam hitungan detik, ia merengut dan mulai merengek.

𝕆𝕏𝕐𝕋𝕆ℂ𝕀ℕ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang