Gravitasi.

1.4K 222 13
                                    

"Tadi malam dengkuranmu keras sekali!" keluh Sasuke garuk-garuk kepala. Tak menyangka seorang wanita bisa tidur tidak anggun.

"Bukannya yang semalam enak ngorok itu Sasuke-kun?" elak Sakura. Bukan tanpa alasan. Ia tau sendiri suara lenguh dari tenggorokan suami yang membangunkannya pukul dua dini hari.

"Seenaknya bicara. Aku tau sendiri, suara itu keluar darimu sekitar jam 11 malam"

Sakura berbalik, berarti aku lebih dulu dong?

Tapi bukan Sakura bila tak pandai adu argumen. Jiwa anak tunggal termanjakan sangat melekat, menjadikannya pribadi kuat pendirian dan tak mudah dibantah. Mendarah daging hingga menjadi seorang istri seperti sekarang.

"Y-ya, kalau begitu siapa suruh untuk tidur berdua?"

Lawan Sakura bukan kaleng-kaleng. Pria wawasan super luas yang sukar dikalahkan. Ratusan artikel dan berita ia lahap tiap hari, melahirkan sosok Uchiha yang pandai berkata-kata.

"Memangnya kau punya pilihan mau tidur dimana?"

Sakura terdiam. Kalau Sasuke pintar main logika, Sakura mendominasi dengan dalih berdasar perasaan yang masuk akal. Tak sedikitpun ia memperlihatkan celah.

Kasur dan futon sudah diloakkan setelah mereka tidur satu ranjang sejak tiga minggu terakhir. Nyatanya, kecerdikan Sasuke tak dapat diatasi. Bahkan tingkatan itu berada di level licik.

"Nanti aku beli sendiri!" balas Sakura bersikukuh.

"Pakai uang apa?"

Bukan pertanyaan sulit bagi seorang istri, "sisa uang belanja. Aku selalu menabungnya"

Sasuke berdecak. Istri yang piawai mengatur keuangan itu pindah haluan. Biasanya Sakura akan menomorsatukan hidup hemat seperlunya.

"Kau bilang uang itu buat keperluan mendesak"

"Enak saja! Uang yang sudah diberi tidak boleh ditarik kembali. Itu pasal nomor satu dalam kamus rumah tangga"

Telak. Aturan tak tertulis itu memang ada dalam kehidupan pasutri manapun. Tak heran Sakura menerapkan pula.

"Jadi kau bohong tentang 'kalau ada uang sisa ditabung saja', hn?" lagi, si kepala keluarga berkilah. Kali ini dengan nada sedikit mengejek.

"Aku tidak bohong. Kalau urusan itu, harusnya Sasuke-kun yang lakukan" ujar Sakura tegas.

"Bukannya pasangan suami istri harus berbagi? Milikku milikmu, milikmu milikku"

"Apapun, kecuali uang belanja"

1-0! Mulut Sasuke terkunci sementara. Ia memutar otak, berupaya mengalihkan obrolan agar tak terkesan kalah omong.

Pria tersebut memasang seringai picik, "kau yakin apapun boleh kuminta?"

"Asal bukan yang 'itu'!" seloroh Sakura cepat. Dirinya memang sudah melalui dua level permainan saat di ryokan bulan lalu. Mengetahui rasanya. Sakit di awal, kemudian membuat betah.

Meski demikian, Sakura keberatan. Bayangan perih kali pertama memulai permainan selalu mensugesti. Ia jadi takut mencoba.

"Tck, dasar pelit!" olok Sasuke memanyunkan bibir.

"Hah~?!" Sakura memekik heran. Prianya merajuk layaknya bocah yang tidak jadi dibelikan permen.

Sarapan tersedia 15 menit kemudian. Menu sederhana nasi goreng seafood dengan ekstra brokoli. Entah mengapa akhir-akhir ini Sakura tergila-gila dengan sayuran hijau.

Hari ini merupakan hari aktif. Namun Sasuke tidak kelihatan tergesa-gesa sama sekali. Tiba-tiba Sakura teringat tentang rencana yudisium. Apakah mungkin suaminya diam-diam sudah melaksanakan sidang disertasi.

𝕆𝕏𝕐𝕋𝕆ℂ𝕀ℕTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang