Tidak Berguna.

1.5K 239 12
                                    

Pukul lima pagi. Tak biasanya sosok istri di rumah Uchiha bangun terlambat. Wanita itu, entah begadang atau tidak, pasti bangun pagi mendahului si suami.

"Sakura, ini sudah pagi" kepala keluarga rumah terus mengetuk pintu kamar sang istri.

Berulang-ulang. Panggilannya tak jua bersambut. Heran, Sasuke memutuskan masuk ke kamar istrinya.

"Saku-" pria tersebut mencoba membuka daun pintu.

CKLIK. Kamar tak dikunci. Lelaki rambut raven main selonong tanpa izin.

"Sasu..ke-kkun.." cuap Sakura terbata. Tubuh yang menggigil menghasilkan suara bergetar.

"Doushita, Sakura?" cepat mendatangi istrinya, Sasuke mendekat. Selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh Sakura menghangat, "kau demam?"

Telapak tangan sontak ia tempelkan pada dahi Sakura. Panas. Segera ia berlari mengambil termometer dari kotak obat di ruang tengah.

"39,5 derajat. Demammu sangat tinggi" kata Sasuke bergegas, "kita ke dokter saja"

"Iiyada" Sakura makin menangkupkan selimut, "nanti Sasuke-kun terlambat"

"Ki ni shinaide. Aku bisa izin datang siang" tegas Sasuke menghapus kecemasan Sakura.

"Iiyada!" berontak Sakura, "pokoknya tidak mau"

Sasuke mendengus. Ia harus mengiyakan permintaan Sakura. Orang sakit memang sulit dipaksa.

"Kalau begitu, minum paracetamol"

Pria itu pontang-panting dari dapur ke kamar. Membawa nasi dan kari semalam yang baru dihangatkan. Beruntung masih ada sisa untuk satu porsi. Tak lama kemudian ia kembali untuk membawakan air minum hangat yang baru direbus.

"Tak mau. Sulit.. menelan" ucapan Sakura tidak bohong. Suara serak menandakan tenggorokannya sedang bermasalah.

"Coba paksa sedikit. Kau harus makan sebelum minum obat" desak Sasuke terus menerus.

"Iia" tolak Sakura terhadap semua suguhan yang disodorkan suami.

Laki-laki itu kehabisan akal. Dia harus membuat makanan lembut agar mudah dikonsumsi dan dicerna. Tapi dirinya sama sekali tak berpengalaman berkutat di dapur.

Aku harus menelpon Kaa-san.

Sasuke tau, keputusannya mungkin kekanakan. Bergantung pada orangtua di usia yang melebihi seperempat abad. Tapi mau bagaimana lagi. Dirinya memang tak punya pengalaman mengurusi orang sakit.

"Moshi moshi, Kaa-san. Sakura sedang demam. Aku harus bagaimana?"

"Hounto desu ka? Coba buatkan okayu. Itu bubur cocok untuk orang sakit"

Benar juga, pikir Sasuke. Mengapa hal sesimpel itu tak terbersit di otak.

"Bagaimana cara buatnya?"

"Sama seperti memasak nasi tapi air dan waktu yang dibutuhkan lebih banyak"

"Hai. Lalu apa yang harus kulakukan lagi?"

"Matte, Anata. Ocha. Uhm" Mikoto terdengar sibuk bicara dengan orang lain di seberang sana, "nanti kompres air hangat agar panasnya turun. Kau ini suaminya, harusnya kau yang paling mengerti dengan apa yang dibutuhkan Sakura! Ibu harus menyiapkan sarapan Ayah dulu. Jaa~"

Telepon terputus. Sasuke meratapi diri. Lontaran kalimat ibunya tidak salah. Suami sudah selayaknya tau kebutuhan istri. Sayang selama ini Sasuke memang kurang memahami Sakura.

Pokoknya air lebih banyak dan waktu yang dibutuhkan lebih lama, Sasuke memperingatkan diri kala memasak bubur. Bisa tidak bisa, harapan terakhir untuk nutrisi Sakura berasal dari usahanya.

𝕆𝕏𝕐𝕋𝕆ℂ𝕀ℕ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang