"Banyak orang yang selalu menyuruhku untuk melupakan mu. Mungkin mereka tidak tahu, betapa sulitnya aku di setiap malam harus selalu berperang dengan perasaanku sendiri."
Happy Reading💙
***
Adit menaruh botol kecil berisi cairan pewangi di meja belajarnya setelah menyemprotkannya di bagian terakhir dari baju yang dia kenakan malam ini. Shirt putih yang dipadukan dengan kemeja biru kotak-kotak telah memanifestasikan bau harum dari parfum yang dia beli beberapa hari lalu.
Malam ini Adit akan berjalan-jalan bersama Albi. Sahabat 'satu-satunya' yang dia miliki. Memangnya siapa lagi? Jangan mengharapkan nama lain yang akan Adit anggap sebagai sahabat.
"Duh, wangi banget parfum nya."
Seorang lelaki yang penampilannya tak jauh beda dari Adit tiba-tiba nyelonong masuk ke dalam kamar. Sekonyong-konyong nya rebahan di ranjang, lalu mengacak-ngacak sprei yang sudah di tata sekian rupa. Adit juga tidak protes saat Albi berguling kesana-kemari, dia hanya menghela napas saja.
"Kurang ajar banget Lo, masuk-masuk langsung berantakin kasur gue." Hanya itu yang Adit ucapkan.
Albi yang masih berguling seperti ulat hanya memamerkan senyum tak berdosa di wajahnya. Ditatapnya wajah Adit dengan sedikit raut kasihan.
Banyak yang berubah beberapa bulan terakhir ini. Terhitung sejak 'Dia' dan gadis yang Adit sukai menjalin hubungan. Mereka bertiga tak pernah bersama-sama lagi. Meskipun itu di kelas, di kantin, ataupun di luar sekolah seperti sekarang. Yang tersisa hanya Adit dan Albi saja.
"Eh, Lo tau gak sih kayaknya Letta pacaran deh sama si murid baru itu."
Adit mulai tertarik dengan pembahasan Albi. Lelaki itu tidak lagi memperdulikan penampilannya dan agenda yang akan mereka jalankan malam ini, dia duduk di pinggiran kasur bergabung bersama Albi.
"Ah, yang bener?"
Albi mengangguk antusias. "Kayaknya sih iya, soalnya mereka barengan Mulu. Siapa tau beneran pacaran kan?"
Adit berdecak mendengar ucapan Albi. Ngawur banget , Udin. Lelaki itu beranjak dari kasur nya. Ia menyambar kunci motor yang berada di atas meja belajar. Agenda malam ini seratus persen tidak akan jadi jika Albi masih mengajak nya untuk bergosip.
"Bacot ah, ayok pergi. Gue males pulang ke-maleman," ucap Adit.
Tanpa menunggu sahabatnya beranjak dari kasur, Adit segera melangkah keluar dari kamar. Dia dan Albi akan pergi ke pasar malam. Sebenarnya Adit sedikit sangsi saat Albi mengajak nya pergi ke pasar malam. Hanya mereka berdua yang akan pergi tidak ada yang lain, makanya Adit sedikit ragu. Tau kan jaman sekarang, cowok jalan berdua saja pun sudah di kira aneh-aneh oleh orang lain.
"Al, sebenarnya gue tuh males jalan bareng Lo."
Kerutan samar muncul di dahi Albi. "Lah, kenapa sih? Emangnya gue sekotor itu ya?"
Adit menghembuskan napas kasar. Tangannya sangat gatal, tak sabar untuk memukul kepala Albi.
"Jangan lebay deh. Lo tau kan jaman sekarang, ntar kita dikira humu lagi," Adit sedikit merinding saat berkata seperti itu.
Pemuda yang mengenakan pakaian putih tersebut seketika bergidik ngeri sembari menjaga jarak dari Adit. Yang dikatakan sahabatnya itu ada benarnya juga. Jaman sekarang memang aneh-aneh. Albi jadi menyesal
tidak mengajak adiknya untuk ikut bersama, padahal dia sudah merengek meminta untuk ikut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Untuk Kamu
Teen Fiction"Aku Untuk Kamu. Kamu Untuk Dia." Dibuat melayang oleh harapan, di jatuhkan kembali oleh sebuah kenyataan. Mencintai seorang diri selama tujuh tahun itu bukan lah perkara yang mudah. Terlebih disaat orang yang kamu cintai itu ternyata menyukai saha...