"Mustahil ketika aku berkata bahwa tak pernah ada rasa bersalah yang aku rasakan. Nyatanya, penderitaan itu terus saja membayangiku setiap saat."
Hai! Balik lagi.
Langsung aja ya
Happy Reading 💙
**
Langkah kaki Tasya berpijak pada anak tangga terakhir yang membawanya menuju lantai bawah. Ia menghela napas sejenak. Memperbaiki letak kacamatanya, Tasya melangkah kan kaki ke meja makan.
Sepi.
Itu yang ia rasakan kini. Di ruangan sebesar ini hanya dia sendiri, tentu saja. Memangnya siapa lagi yang ingin menemaninya? Orang tuanya? Tidak mungkin. Makan malam saja, jika ada dirinya, mereka lebih memilih tidak menghabiskan makanan daripada harus berlama-lama di meja makan.
Entahlah. Tasya tidak tahu mengapa dirinya terlihat begitu hina dimata orang tuanya.
"Neng Tasya, mau makan?"
Tasya tersentak. Menoleh saat Mbak Desi berdiri sampingnya sembari bertanya. Ia tersenyum lebar menanggapi. Benar juga, ia sangat lapar sekarang. Terhitung sejak semalam, saat ia pulang dari rumah Regan, ia belum makan. Padahal sudah di tawarkan makan, Tasya tetap menolak.
"Iya Mbak, aku lapar. Masak tumis kentang aja, nanti kita makan bareng."
Mbak Desi segera mengerti. Melihat senyum tulus dari anak majikannya ia pun mengerti jika Tasya kesepian sehingga memintanya untuk makan bersama. Sebenarnya ia kasihan pada Tasya, yang tidak tau apa-apa karena dibenci orangtuanya sendiri. Mungkin ada saatnya, Tasya akan tau alasannya.
"Gak apa-apa ya neng, kalau saya temani neng makan?"
"Lho, gak apa-apa dong. Aku suka kalau makan, ada temennya."
Mbak Desi tersenyum. Ia mengangguk. Setelah pamit, wanita hampir berumur lima puluh tahun itu meninggalkan ruang makan.
Tasya meraih ponselnya. Hatinya terenyuh saat melihat Wallpaper ponselnya yang belum berubah. Itu foto saat ia masih berteman dengan Letta dan Rila. Ah, Tasya merindukan mereka.
"Kira-kira, kita masih bisa berteman lagi gak ya?"
Benar-benar menyakitkan. Kekosongan yang tertinggal dalam dirinya, membuat Tasya selalu merasa berada didalam kegelapan yang tak berujung.
Tasya...
Kembali sendiri.
Dulu, sedih dan perih akibat masalah keluarganya seolah lenyap saat berjumpa dengan Letta dan Rila. Berkat mereka, Tasya tau rasanya kehangatan itu seperti apa. Mereka benar-benar hal berharga yang Tasya miliki.
Namun sekarang, mereka telah hilang dalam hidup Tasya. Mereka terlihat jauh meski berada dalam satu ruangan. Letta tak pernah lagi menyapanya, Rila tak pernah lagi menanyakan hari-harinya di rumah seperti apa.
"Padahal kamu, yang nyuruh aku pacaran sama Regan. Tapi malah kamu yang jauhin aku duluan." Tasya bergumam dalam diam. Gadis itu masih mengelus layar ponselnya.
Hal itu yang sampai sekarang Tasya pertanyakan. Kenapa Letta menjauhinya setelah sahabatnya itu menyuruhnya untuk berpacaran dengan Regan? Tasya paham, Letta sakit hati. Tapi maksudnya apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Untuk Kamu
Teen Fiction"Aku Untuk Kamu. Kamu Untuk Dia." Dibuat melayang oleh harapan, di jatuhkan kembali oleh sebuah kenyataan. Mencintai seorang diri selama tujuh tahun itu bukan lah perkara yang mudah. Terlebih disaat orang yang kamu cintai itu ternyata menyukai saha...