AUK 1-

14.6K 666 60
                                    

"VIOLETTA NINDYA!"

Gadis yang mulanya sedang mengendap-endap di lorong penuh pilar tinggi itu, tiba-tiba saja menghentikan langkah kaki begitu suara khas menyerukan namanya.

"Sial. Tau gini gak usah ke sekolah tadi ah," ujar Letta. Ia merutuki kebodohannya sendiri, akibat nekat mendatangi sekolah di jam-jam yang mendekati waktu istirahat.

Apakah ia anak pintar nan ambisius yang takut terlambat pelajaran walau satu materi saja? Yeah, dia hanyalah seorang murid biasa yang belajar jika disuruh dan selalu mengerjakan PR ketika di sekolah.

"Kenapa bisa terlambat?!"

Perlahan, Letta membalikkan tubuh dengan penuh rasa takut. Dengan tubuh yang gemetar parah, membuat gadis itu tidak yakin jika harus berhadapan dengan Pak Yono yang tengah memegang sebuah penggaris besar.

"A-anu ... tadi, saya--

"Anu Apa?!" Guru lelaki itu membentak, seiring tangannya yang bertengker dipinggang. Bola matanya melotot tajam.

Ucapan Letta bahkan belum usai, namun Pak Yono sudah memotongnya terlebih dahulu.

Letta menggaruk tenguk nya. "Anu Pak, tadi kesiangan," cicit gadis yang identik dengan rambut hitam legam bergelombang tersebut.

"Alah alasan ajah kamu itu. Setiap hari terlambat alasannya itu-itu ajah. Kamu ini niat sekolah gak?! Kamu kapan tobat nya terlambat terus?! Saya capek ngadepin murid bandel kayak kamu tiap hari!"

Omelan itu, terus-menerus mengalir lancar dari bibir Pak Yono. Sehingga Letta hanya bisa membalas nya dengan sebuah cengiran tak berdosa.

Sama Pak aku juga capek ngejar dia yang gak pasti, tentu saja ia ucapkan dalam hati. Bisa jadi masalah panjang, jika ia mengatakannya langsung.

"Aku juga gak niat terlambat kok Pak. Cuman yaitu, aku kalo pagi susah bangun." Letta menjawabnya dengan suara rendah.

"Berani jawab kamu?!"

Ck, Letta benar-benar frustasi sekarang. Jika saja bukan karena Ayahnya yang lelet setengah mati, mungkin saat ini ia akan berada dalam kelas sembari tertidur lelap di meja belakang, tanpa perlu repot-repot memperhatikan pelajaran.

Bukannya terjebak bersama guru killer disini. Ia sungguh-sungguh tidak menginginkan ini. Benar-benar sial.

"Buat siapa, nih?"

Letta menyernyit sebentar, lalu ia tersadar bahwa pandangan Pak Yono bukanlah pada wajahnya lagi, melainkan pada paper bag yang tengah ia genggam saat ini. Buru-buru saja ia menyembunyikan benda itu ke belakang tubuhnya, sebab ia tau apa yang akan terjadi setelah ini.

"H-ha? Oh ini ... hahaha, bukan apa-apa kok, pak,"

Suara Letta sedikit bergetar, membuat Pak Yono memicingkan matanya curiga. Guru lelaki itu maju selangkah, berniat meraih Paper bag tersebut, hanya saja Letta lebih cepat mundur ke belakang. Netra berwarna coklat tersebut, membulat sempurna.

"Kamu berani melotot sama saya?!"

Gadis itu tersenyum paksa. Air liur yang menghujami wajahnya, benar-benar membuat dirinya ingin membenturkan kepala pada pilar disebelah nya dengan se-segera dan se-keras mungkin.

Ya Allah... Maaf, muncrat!

"Enggak, pak. Maaf," ucap Letta kembali memelankan suaranya. Sebelah tangannya refleks terangkat mengusap wajah.

Pak Yono berdehem sebentar. Kemudian melipat tangan didepan dada dengan angkuh.

"Coba liat dulu itu, paper bag kamu,"

Aku Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang