✓18. lampu hijau

152 24 10
                                    

"ortu udah ngasih restu, tapi kalau orangnya enggak suka. Kan sama saja."
|Ainna|

Ainna duduk di balkon menuggu seseorang kembali kerumahnya.

Bukan untuk menemui, tetapi dia penasaran saja, kenapa sampai sore ini dia belum pulang ke rumahnya.

Biasanya dia sudah membuat sebuah emosi Ainna  meluap-luap tanpa henti karena ocehannya, tingkahnya, dan pemancing emosi yang sangat handal itu.

Ainna melihat kembali jam dinding yang berada di kamarnya itu sesekali. Entah dia sudah melihat itu beberapa kali yang pasti lebih dari 10 kali ia melihatnya.

"Bodo amat dah, gue nunggu yang enggak pasti lagi." Ainna beranjak dari kursi dan segera memasuki kamarnya.

Jika bukan karena penasaran dan kepo tingkat tinggi, ia sepertinya tidak akan mau menuggu di balkon sendirian.

Jika saja dia mau menelepon atau chat Adhan dengan gengsi yang diturunkan sedikit, ia pasti sekarang sudah tau mengapa Adhan belum balik sampai sekarang.

Jika sampai dia belum pulang sampai waktu maghrib. Entah berapa banyak kalimat yang ditanyakan kepada Ainna perihal Adhan yang belum pulang sampai sekarang.

Ya bagai seorang baby sister.

Tetapi bukan karena itu, karena Deeva tau jika Adhan dan Ainna seperti sebuah paket lengkap. Jadi jika Ainna tidak ada pasti tanya ke Adhan, ya sebaliknya juga, jika Adhan tidak ada pasti tanya ke Ainna.

"AINNA, BUNDA DEEVA NYARIIN KAMU TUH!!" teriak Kila dari lantai bawah.

"Nahkan sesuai dugaan," monolognya dan segera turun menemui bunda Deeva.

"Tanya Adhan bund Va?"

"Iya, tau dia kemana?" tanya Deeva dengan nada raut kekhawatiran dan ya lebih ke jengkel.

"Enggak tau, paling ke basecamp."

"Udah bunda telepon, tapi di basecamp enggak ada yang angkat satu orangpun."

Ainna mengernyit bingung, sejak kapan Adhan pulang telat kalau bukan ke basecamp?

Jika ekstrakulikuler basket kan dia pasti tau jadwalnya kapan, mau mendadak pun dia pasti tau.

Entah dia mendapatkan informasi dari siapa, yang penting Ainna pasti akan tau itu.

"Kalau kamu aja enggak tau,terus Adhan kemana?" tanya Deeva bingung bukan kepalang, "udah besar masih aja nyusahin."

"Mau ke Bandung atau gimana?" tanya Kila.

"Enggak mau ke Bandung, Afghan itu yang mau balik ke Bandung."

"Aku nyariin dia itu gegara  mas Heri mau pulang dari Singapura."

"Katanya 2 bulan?" tanya  Kila penasaran.

"Enggak,jadinya 1 bulan. Katanya proyek disana cepet kelarnya dari perdiksi."

"Kalau gitu Jan lupa oleh-olehnya." Kila terkekeh kecil.

"Aman udah ku pesenin," ucap Deeva, "Na, enggak tau beneran Adhan kemana?"

"Enggak deh bund sumpah," ucap Ainna meyakinkan kedua bunda. Bund la dan bund Va.

Ainna berpikir sedemikian detailnya dan yang hanya dibenaknya "Adhan pacaran"

Jadi kalau membahas Adhan rasanya seperti terkuras habis energinya.

Enggak berpikir Adhan pacaran gimana, Adhan aja biasanya enggak mau duduk sama cewek selain Ainna, sekarang dia Deket sama adik kelas yang entah berantah itu asalnya.

"Punya anak gini amat, nyusahin kerjaannya." Jengkel
Deeva dan segera berjalan keluar.

"Eh bund, paling-paling Adhan baru pacaran." Ainna meneguk salvinanya dengan susah payah.

Mengatakan Adhan pacaran itu seperti dia percaya jika dia punya pacar. Sangat merepotkan hati dan pikiran.

Kila dan Deeva otomatis menoleh ke arah Ainna dengan wajah meminta penjelasan dengan sangat detail.

"Kenapa sih bund?"

"Pacarnya aja disini, terus pacaran sama dedemit gitu?" tanya Deeva.

Deeva mengurungkan niat untuk kembali kerumahnya, ia balik badan dan menghampiri Ainna.

"Nahh, bener pacarnya aja disini, terus Adhan pacaran sama mbak Kun?" Kila ikut menimpali.

"Bentar."

"Kenapa jadi Ainna?" bingung Ainna dibuat oleh mereka berdua.

Bisa-bisanya bunda Deeva, dan bunda Kila berpikir sampai situ. Dirinya saja yang menyukai Adhan tidak ada sama sekali pikiran kelas ia bisa menjadi pasangannya.

Ya... Sebenarnya emang punya keinginan seperti itu sih.

"Mau siapa lagi kalau bukan Ainna?" tanya Deeva.

"Nah... bener, sama siapa kalau bukan kamu?" Kila ikut bertanya.

Ainna yang mendengar jawaban dari mereka berdua, ingin sekali berteriak untuk mengatakan tidak.

"Ainna bukan pacarnya Adhan, BUKAN!!" ucap Ainna menekan kata terakhir.

Ainna segara berlari ke kamarnya dengan hitungan detik.

"Gue didukung jadi mantunya Napa gue yang malah ketar-ketir." Ainna merebahkan badannya dengan nafas memburu.

"Jadi males ngasih tau yang ada di otak tadi."

*****

"Assalamu'alaikum, Adhan pulang."

"Wa'alaikumsalam," jawab Deeva, "Habis pacaran sama siapa?" Tanya Deeva to the point, tanpa sebuah basa-basi.

"Pacaran apa sih bund?" Tanya Adhan dengan tatapan bingung.

"Jawab jujur aja, pacaran sama siapa sampai jam segini baru pulang?" Deeva menatap anaknya dengan mata mengintrogasi.

"Adhan pacaran sama siapa?" Tanya Adhan balik.

"Malah balik nanya," sindir Deeva.

Adhan bingung dengan tingkah ibundanya yang tiba-tiba bertanya dia habis pacaran sama siapa.

Confess aja belum sama tu orang mau pacaran gimana?

"Adhan enggak pacaran ya bund, sumpah demi Allah enggak pacaran."

"Terus kenapa pulang sampai jam segini?" tanya Deeva.

"Tadi habis ngajarin adik kelas  buat olimpiade kimia," jawab Adhan.

Adhan masuk ke rumah dan segera duduk di sofa ruang tamu, "emang kenapa sih, biasanya juga enggak mikir sampai segitunya."

"Ainna bilang tadi, kamu pacaran."

"Ya Allah, tu toples emang."

"Enggak bakal bund aku pacaran, selain sama orang yang aku suka," ucap Adhan menyakinkan ibundanya.

"Iya deh, percaya."

Alina🦁
28-07-2022
TBC

Zone? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang